Salin Artikel

Karut-marut Program Petani Milenial Jabar, Mau Untung Malah Buntung

BANDUNG, KOMPAS.com - Ingar-bingar program Petani Milenial di Jawa Barat (Jabar) ternyata tak seindah yang terlihat.

Sejumlah peserta dari program unggulan Pemprov Jabar itu menghadapi sejumlah masalah pelik hingga harus berurusan dengan pihak bank.

Untuk diketahui, Petani Milenial adalah program di mana Pemprov Jabar melibatkan pemuda berusia 19-39 tahun mendapatkan akses permodalan hingga pembeli hasil panen (offtaker). Tujuannya, meregenerasi tenaga kerja di sektor pertanian.

Program itu diluncurkan pada Maret 2021.

Cerita kesemrawutan program itu dikisahkan oleh Rizky Anggara (21), pemuda asal Lembang, Kabupaten Bandung Barat, yang ikut program di sektor budi daya tanaman hias.

Rizky mengisahkan, ia bergabung dengan program Petani Milenial Juli 2021 atau angkatan pertama bersama 19 rekan lainnya.

Mereka dibina di bawah naungan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Jawa Barat. Dinas TPH juga menunjuk beberapa perusahaan sebagai offtaker.

Ia menceritakan, kejanggalan mulai terendus sejak awal program dimulai. Pada Juli 2021, ia mengikuti agenda penandatanganan kerja sama (PKS) dengan salah satu perusahaan.

"Kejanggalan dari pertama launching kita disuruh tanda tangan PKS. Tapi, kita sendiri enggak tahu isi PKS itu. Jadi kita bikin agenda bedah isi PKS. Namanya yang punya perusahaan pasti bisa jawab semua pertanyaan dan bodohnya kami percaya saja," kata Rizky saat dihubungi via telepon seluler, Kamis (2/2/2023).

Masalah pertama muncul ketika jumlah indukan tanaman yang dijanjikan tak sesuai perjanjian serta waktu pengiriman yang molor.

"Harusnya indukan tanaman yang diberikan 300 per orang, tapi ini kurang dan baru diberikan pada bulan November. Artinya, kami kehilangan satu siklus panen," kata Rizky.

Lalu, masalah dari sektor permodalan pun mencuat. Tiap peserta diberi akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BJB sebesar Rp 50 juta per orang.

Namun, dana tersebut tak bisa diserap secara tunai oleh petani. Dana pinjaman justru masuk dan dikelola oleh salah satu perusahaan.

"Jadi untuk keuangan, waktu Agustus 2021 dana cair masuk ke rekening bjb kami lalu dipindahbukukan ke rekening (perusahaan offtaker) Rp 50 juta per orang. Jadi kita enggak pegang uang, tapi dalam bentuk barang seperti indukan tanaman dan barang lain," paparnya.

Setelah menempuh proses yang melelahkan, Rizky dan rekan-rekannya akhirnya bisa menuai hasil panen pertama pada Desember 2021.

Karena hasil panen sedikit, proses bagi hasil tak dilakukan. Pada Januari 2022, perusahaan offtaker sempat memberikan uang apresiasi kepada Rizky sebesar Rp 2,5 juta.

"Dan hasilnya pun sangat kecil hanya 1.046 tanaman yang mampu kita panen karena masih banyak tanaman dalam masa pemulihan," ujarnya.

Pada Maret 2022, jumlah hasil panen naik menjadi 5.540 tanaman. Tiap tanaman djiual seharga Rp 50.000.

Artinya, pada saat itu, Rizky bisa mengumpulkan Rp 277 juta dari hasil panennya. Namun, keuntungan dari hasil panen tersebut tak kunjung ia terima.

Pada April 2022, Rizky kembali mendapat hasil panen dari tanaman yang sebelumnya melalui masa pemulihan dengan nilai penjualan sebesar Rp 373 juta.

"Juli 2022, kami melaksanakan panen yang keempat dan ini merupakan puncak sebelum masa kontrak habis di tanggal 28 Juli," tuturnya.

Pada Juli 2022 atau masa evaluasi program, Rizky sempat mengajukan perpanjangan kontrak dengan alasan kehilangan satu siklus panen karena keterlambatan pengiriman indukan serta kualitas indukan yang buruk.

Namun, pengajuan itu ditolak offtaker dan Pemprov Jabar sama sekali tak memberi pembelaan atau solusi.

"Jadi kalau disebut dijebak, ya kami merasa terjebak," kata dia.

Pemprov Jabar, kata Rizky, sempat akan membeli sisa tanaman hiasnya lewat APBD perubahan. Namun, niatan itu terganjal aturan.

Bahkan, para ASN Pemprov Jabar akhirnya urunan membeli sisa tanaman lewat uang pribadi. Namun, jumlah tanaman yang dibeli hanya 30 persen dari 6.000 tanaman yang tersisa.

Pada November 2022, Rizky dikejutkan dengan adanya surat peringatan 2 (SP 2) dari Bank BJB. Pihak bank bahkan sempat mendatangi kediaman salah seorang rekan Rizky.

"Padahal, SP 1 pun kami tidak tahu," katanya.

Intinya, kata Rizky, ia masih terjerat utang bank serta hasil keuntungan pun tak bisa ia dapatkan.

Persoalan keuangan itu dipicu pihak offtaker yang tak mampu membayar hasil panen para petani.

Salah satu perusahaan offtaker pun selaku perwakilan Pemprov sempat membawa pengacara untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi perannya masih dianggap tak maksimal.

"Ternyata dari offtaker belum bisa membayar hasil panen kami. Nominal hasil panen, empat kali panen sekitar Rp 1,35 miliar sesuai harga yang disepakati," paparnya.

Rizky mengaku sangat kecewa dengan program tersebut. Ia meyakini bahwa persoalan tersebut terjadi di selmua sektor lain dalam program Petani Milenial.

Ironisnya, ia sempat didatangi oleh tim dari Pemprov Jabar yang memintanya memberikan testimoni positif soal program tersebut.

"Terkait kinerja juga kita selalu disetir oleh Pemprov. Semisal ada media yang datang atau humas salah satu instansi, kita selalu diminta testimoni berdasarkan briefing-an mereka bukan dari hati kami," tuturnya.

Ia pun mengkritik sikap Pemprov Jabar yang lamban dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi.

"Pesan untuk Pak Ridwan Kamil, saya minta maaf karena sudah bikin gaduh. Tapi, saya begini karena kecewa atas kinerja anak buah bapak. Kami mohon tindak lanjut kasus kami karena hingga saat ini belum dihubungi Pemprov Jabar. Kami menuntut Pemprov Jabar minta maaf kepada kami karena sejak awal kami sedang berutang dan ditinggalkan," jelasnya. 

Kompas.com mencoba mengonfirmasi ke Biro Ekonomi Pemerintah Provinsi Jabar dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Jabar, tetapi mereka belum bersedia berbicara. 

"Nanti akan ada press con," tutur Kepala Dinas TPH Dadan Hidayat.

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/02/123611478/karut-marut-program-petani-milenial-jabar-mau-untung-malah-buntung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke