Salin Artikel

Kisah Tati, Bangunkan Semua Warga Kampung Margahayu Bandung agar Tak Tewas Terbakar

Pasalnya, saat Kampung Kebon Kalapa dilanda kebakaran pada Senin (6/2/2023) malam, Tati memberanikan diri untuk keluar rumah dan membangunkan warga yang lain.

Awalnya, Tati mencium ada bau asap pekat pukul 22.30 WIB. Dia keluar dan menemukan bahwa sumber asap berasal dari rumah yang berdempetan dengan rumahnya.

Saat itu rumah tersebut sudah terbakar. Tati berteriak meminta tolong sambil berlari.

"Terus enggak lama dari situ saya mencium ada asap. Penasaran saya, akhirnya keluar dan mencari apinya. Ternyata ada di rumah sebelah saya, tepatnya di belakang rumah," ujarnya saat ditemui, Selasa (7/2/2023).

Tati menyebutkan, suara teriakannya membangunkan warga yang ada di RT 01 dan RT 02.

Teriakannya itu langsung direspons oleh warga lain hingga pengurus masjid di dekat rumahnya ikut mengumumkan adanya kebakaran.

"Saya langsung teriak-teriak ada kebakaran. Api udah gede, saya lari ke sana kemari ke kampung sebelah teriak-teriak kebakaran. Saya minta tolong ke RT 02, RT 01, saya minta tolong ke bapak-bapak karena semua sudah tidur. Alhamdulillah udah keluar, di masjid akhirnya diumumkan," imbuhnya.

Meski jadi orang pertama yang menyadari adanya kebakaran itu, Tati tetap harus merelakan kehilangan rumah miliknya yang terbakar.

Namun, dia tetap bersyukur di tengah musibah yang melanda, semua anggota keluarganya tak ada yang menjadi korban.

"Alhamdulillah enggak ada korban keluarga saya, tapi rumah dua habis. Rumah saya dan rumah anak. Barang, uang, kebakar semua dan enggak ada yang tersisa. Saya kaget lihat api di sana-sini, terus tinggi juga apinya," tuturnya.

Hampir kehilangan anak bungsu

Tati mengaku panik dan takut saat berupaya membangunkan warga. Namun, saat itu dia hanya berpikir agar tak ada korban jiwa.

Fokus membangunkan warga, Tati sendiri lupa bahwa putra bungsunya, Rizal Subagja, tertinggal di kamar dan dalam kondisi terlelap.

Anak pertama Tati yang menyadarkan bahwa putra bungsunya masih belum dievakuasi.

"Anak saya sempat hampir enggak terselamatkan karena saya panik. Dia lagi tidur, padahal api sudah gede. Anak yang pertama tuh yang pertama sadar bahwa Rizal Subagja ketinggalan di dalam," kata dia.

Saat itu, putra keempat Tati sedang membantu sang suami untuk memadamkan api menggunakan air selokan.

"Yang satu lagi tidur, yang satu lagi bantu bapaknya memadamkan api. Saya teriak-teriak, yang tertinggal itu Rizal Subagja kelas 5 SD dan Sandi Sopandi kelas 2 SMP," jelasnya.

Saat ini, dia masih belum menerima bantuan dari pemerintah setempat. Namun, Tati telah didata terkait kerusakan rumah.

Sementara ini, Tati dan anggota keluarga lainnya harus tinggal bersama anak pertamanya yang rumahnya tak jauh dari lokasi kejadian.

Kini, untuk mempertahankan hidup, Tati hanya menjual barang-barang yang terbuat dari besi untuk dipilah kemudian dijual.

Selain itu, untuk menambah pemasukan, Tati juga akan kembali berdagang sayur keliling menggunakan nyiru (tampah).

Kehilangan mata pencarian

Tati merupakan asli warga Kampung Kebon Kalapa.

Sehari-hari Tati berprofesi sebagai tukang sayur keliling. Di rumahnya ia berjualan sembako.

Namun, barang-barang jualannya untuk mengais rezeki sudah habis dilalap api.

"Saya itu punya warung, dagang sayuran, terus roda terbakar, sayuran juga terbakar. Udah belanja buat warung habis juga terbakar. Saya jualan di rumah sembako, kalau sayuran mah keliling," kata dia.

Tak hanya itu, seragam sekolah dan sepatu baru untuk anaknya yang masih sekolah di bangku SMP dan SD pun habis terbakar.

Sebelumnya diberitakan, 25 rumah di Kampung Kebon Kalapa, RT 03 RW 06, Desa Sukamenak, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terbakar pada Senin (6/2/2023) malam.

Kepala Desa (Kades) Sukamenak Taufik mengatakan, dari catatannya, rumah yang mengalami rusak berat mencapai 21 rumah, sedangkan yang rusak ringan empat rumah.

Taufik menduga penyebab kebakaran tersebut akibat salah seorang warga menyalakan lilin akibat token listrik rumahnya habis.

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/07/160430178/kisah-tati-bangunkan-semua-warga-kampung-margahayu-bandung-agar-tak-tewas

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com