Salin Artikel

Penjual Jaket Garut yang Diamuk Warga Sumsel Terpaksa Berdamai, Ada Pihak Ancam Bakar Polres Muratara

KOMPAS.com - Lima orang penjual jaket asal Kecamatan Sukawening dan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar), yang menjadi korban amuk massa di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatra Selatan (Sumsel), pada Senin (6/2/2023), ingin proses hukum tetap berjalan.

Mereka dipukuli sejumlah warga setempat karena diduga akan melakukan penculikan anak di Desa Terusan, Kecamatan Karang Jaya, Muratara.

Selain dipukuli, mobil mereka dirusak dan barang dagangan yang mereka bawa pun dijarah oleh massa yang terlanjur termakan hoaks.

Telah pulang dan menerima ganti rugi

Salah satu dari lima korban, Dadang Wahyudin (49), langsung menjalani visum dan pemeriksaan kesehatan di RSUD dr Slamet setelah pulang ke kampung halamannya di Garut.

Dadang mengatakan, dia dan keempat temannya sebenarnya telah menandatangani perjanjian damai dengan warga yang memukulinya.

Selain itu, Dadang menambahkan, dia pun menerima uang ganti rugi sebesar Rp 30 juta. Akan tetapi, banyak pihak menilai, uang yang dia terima itu tak sebanding dengan kerugian yang dialaminya.

Terpaksa berdamai

Dia mengaku terpaksa menyetujui perdamaian itu akibat ada pihak yang mengancam akan membakar polres Muratara bila dia dan teman-temannya enggan berdamai.

"Polisi yang ngomong, kalau tidak ada kekeluargaan, Polres ini akan dibakar habis sama warga di sana, makanya harus kekeluargaan," kata Dadang, Jumat (10/2/2023), dikutip dari TribunJabar.id, Minggu (12/2/2023).

Dadang melanjutkan, dia pun terpaksa menuruti permintaan damai itu meski bertentangan dengan hati nuraninya.

"Saya sebenarnya kalau menuruti hati nurani tidak rela (berdamai), tidak rela kekeluargaan, maunya dituntut habis, ini kan negara hukum," ujar Dadang.

Menurutnya, keempat temannya juga menginginkan proses hukum atas kasus ini dilanjutkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

"Biar imbasnya tidak ke orang lain, dari Garut juga banyak yang jualan," ucap Dadang.

Korban masih trauma

Dadang menyampaikan, dia saat ini masih trauma dengan peristiwa yang hampir merenggut nyawanya itu.

Dia tak menyangka bakal mengalami kejadian tersebut setelah 16 tahun berjualan jaket kulit keliling.

"Selain ke Sumatra saya sudah ke mana-mana, Jawa, Bali. Sudah 16 tahun jualan seperti gini, ya namanya juga nasib mungkin harus seperti ini," ungkapnya.

Meski begitu, kini dia bersyukur telah kembali pulang ke kampung halamannya dengan selamat, dan menunggu kedua temannya yang sedang dalam perjalanan pulang ke Garut.

"Semoga ada hikmahnya, terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu, ke depannya saya mau proses hukum tetap berlanjut," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul "Penjual Jaket dari Garut Korban Hoaks Mengaku Terpaksa Damai Karena Diancam, Kini Ingin Proses Hukum"

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/12/173142878/penjual-jaket-garut-yang-diamuk-warga-sumsel-terpaksa-berdamai-ada-pihak

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com