Salin Artikel

Nyala Asa Petani Disabilitas Cimahi Tumbuh Mandiri dengan Segala Keterbatasan

CIMAHI, KOMPAS.com - Memiliki keterbatasan fisik bukanlah penghalang para muda-mudi difabel di Kota Cimahi, Jawa Barat, untuk menjadi sesuatu. Salah satunya bertani. 

Sebanyak 26 penyandang disabilitas memilih bertani untuk melanjutkan harapan hidup. Dengan menanam benih yang baik, mereka percaya akan menuai hasil yang baik pula.

Di lahan perkebunan seluas 5.000 meter persegi, keakraban di antara mereka tergambar dari cara mereka bertani.

Di lahan yang berlokasi tak jauh dari kantor pemerintahan Kota Cimahi, mereka mengolah lahan dan mulai menanam bibit cabai.

"Kami menamakan kelompok tani ini dengan nama kelompok tani Tumbuh Mandiri. Harapannya 26 anggota yang berkebutuhan khusus bisa membangun kemandirian baik ekonomi mereka maupun kehidupan mereka," ujar Ketua Kelompok Tani Tumbuh Mandiri, Permana Dwicahya (31) saat ditemui di beberapa hari lalu.

Para petani difabel ini sudah berkelompok sejak 2020. Mereka mulanya dibina seorang profesor di salah satu universitas yang peduli dan ingin melawan stigma masyarakat umum terhadap kaum disabilitas.

"Pak prof mengajarkan kami cara berkebun. Dari situ kita tergerak untuk bertani dan berkebun, karena kita juga yakin kalau disabilitas itu mampu beraktivitas seperti masyarakat umum. Alhamdulillah sampai sekarang jalan," ucap Permana.

Selain mempelajari dasar-dasar pertanian, mereka harus beradaptasi dengan alat pertanian, cara berkomunikasi di kebun, hingga memikirkan tanaman apa yang harus ditanam agar pertanian mereka terus berkelanjutan.

Sepanjang 2020, mereka merasakan bagaimana jatuh bangun masa panen atau pahit getirnya pendapatan selama bertani.

Mereka merasakan betul susahnya mendapatkan sumber air, mahalnya harga pupuk, sampai murahnya penjualan hasil panen.

"Awal-awal kita susah mendapatkan air. Setelah kurang lebih 2 tahun kita dapat bantuan sumur bor dari NGO. Dari pengalaman-pengalaman itu kita jadi belajar banyak hal di sektor pertanian," beber Permana.

Komoditas pertanian dari awal memulai bertani pun beragam. Dengan lahan satu petak itu, Permana sengaja menanam komoditas dengan memperhitungkan momentum.

"Dari awal pernah panen kacang, timun, ubi, jagung, sekarang lagi mulai tanam cabai. Jadi kita lihat momentum. Misal tiga bulan menjelang tahun baru, kita sengaja tanam jagung. Alhamdulillah pas panen laku dijual," tutur Permana.

Tumbuh mandiri

Tumbuh Mandiri, nama yang dipilih memang sungguh merepresentasikan apa yang dilakukannya. Mereka membuktikan diri bahwa mereka bisa bertahan tanpa bersandar pada belas kasihan pemerintah.

"Belum pernah ada bantuan dari Pemkot Cimahi. Padahal kita dekat banget. Ada sih yang komunikasi, tapi cuman janji-janji doang. Lagi-lagi kita tumbuh mandiri," ungkap Permana.

Padahal, 26 anggota kelompok tani ini memiliki kebutuhan khusus yang berbeda-beda. Oleh karenanya, mereka memerlukan alat pertanian yang lebih modern untuk memudahkan aktivitas mereka.

"Di sini ada tunadaksa, tunarungu, tunagrahita. Sementara ini kita bagi-bagi pekerjaan menyesuaikan kebutuhan mereka. Harapan kita makanya ada bantuan traktor agar meringankan beban kerja," tuturnya.

Begitu pun pada sektor pemasaran hasil tani, Permana memilih jalur independen untuk menjajakan komoditas hasil tani. Mereka tidak menjual kepada tengkulak maupun pengepul, mereka memilih menjual langsung kepada konsumen.

"Kita jual langsung hasil panennya ke konsumen. Keuntungannya lebih terasa, minimal jadi ada uang jajan ke anggota," jelas Permana.

Di tengah gembar-gembor program Petani Milenial, 26 penyandang disabilitas masih tumbuh mandiri. Bagi mereka, perlahan tapi pasti, selalu ada jalan untuk bertani.

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/13/193217978/nyala-asa-petani-disabilitas-cimahi-tumbuh-mandiri-dengan-segala

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com