Salin Artikel

Kronologi Keracunan Massal di Bandung Barat, 83 Orang Mengeluh Mual dan Diare Usai Santap Makanan Pengajian

KOMPAS.com - Puluhan warga keracunan massal usai menyantap makanan dari pengajian di masjid di Kampung CIlangari, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat (Jabar).

Kapolsek Gununghalu AKP Wasiman mengatakan, saat ini warga yang diduga menjadi korban keracunan massal sedang dalam penanganan medis.

"Sekarang sedang proses penanganan. Untuk jumlahnya masih kita lakukan pendataan," ujar Wasiman saat dihubungi via WhatsApp, Minggu (12/2/2023).

Puluhan warga ini mulai merasakan keluhan mulai dari mual-mual dan diare sejak pagi tadi. Jumlah warga yang mengeluhkan semakin bertambah sejak siang hingga sore tadi.

Diduga keracunan nasi boks

Keracunan ini terjadi usai acara pengajian peringatan Isra Miraj di Masjid As Saniyah pada Sabtu (11/2/2023), nasi boks dibagikan kepada ratusan jemaha yang hadir.

Kepala Saksi Kesehatan Lingkungan, Dinkes Bandung Barat, Mawaddah mengatakan, nasi boks itu berisi nasi putih, ayam goreng, tumis bihun, dan tumis kentang.

Saat ini dinas Kesehatan (Dinkes) Bandung Barat sudah mengirim sampel nasi boks untuk diuji laboratorium.

Mawaddah mengatakan, hasil uji laboratorium baru bisa keluar minimal dalam waktu sepekan ke depan.

Dari hasil uji laboratorium itu baru bisa diidentifikasi apa yang menyebabkan keracunan massal jemaah Isra Miraj tersebut.

"Untuk dugaannya kita tidak bisa menduga-duga. Nanti penyebab pastinya menunggu hasil laboratoriumnya keluar dulu. Sekarang lagi kita proses ke laboratorium Provinsi Jawa Barat," ujar Mawaddah.

Warga mengeluh mual hingga diare

Menurut warga yang selamat dari keracunan, Kohar (50), nasi boks tersebut dimasak oleh warga setempat secara bersama-sama.

Namun dia tidak menyangka, nasi boks itu membuat puluhan orang mengalami keracunan saat besok harinya.

"Dimasaknya mah bareng-bareng oleh warga setempat. Nasi boksnya dibagikan satu-satu setelah pengajian. Nah warga baru merasa mual-mual besok paginya," kata Kohar.

Puluhan warga mengalami mual-mual, pusing hingga diare sejak pagi hingga siang hari semakin banyak.

"Minggu paginya ada warga yang mengeluh mual. Semakin siang semakin banyak. Jadi kemarin langsung dirawat di madrasah," ujar Kohar.

Korban bertambah menjadi 83 orang

Jumlah korban keracunan makanan pun terus bertambah, yang awalnya tercatat 77 warga saat ini menjadi 83 orang pasien.

Dari 83 pasien itu, 46 di rawat di Puskesmas DTP Gununghalu, 7 dirujuk ke RSUD Cililin, sementara 30 orang melakukan pemulihan di rumah mereka masing-masing.

Kepala Puskesmas Gununghalu dr Edi Junaedi mengatakan, petugas Puskesmas Gununghalu cukup kewalahan dengan bertambahnya pasien sejak Senin pagi hingga siang ini.

"Betul korban keracunan terus bertambah. Hari ini saja sudah ada lima orang masuk lagi. Jadi total yang dirawat di sini ada 46 pasien," ujar Edi saat dihubungi via WA, Senin (13/2/2023).

Edi menyebutkan, Puskesmas Gununghalu hanya menyediakan 15 bed untuk merawat pasien. Sementara jumlah pasien yang datang saat ini tercatat sampai 46 pasien.

Mau tak mau sebagian besar pasien harus dirawat tanpa menggunakan kasur, beberapa ruangan untuk sementara dialihfungsikan demi menampung puluhan pasien.

"Kita terpaksa pakai ruang tunggu Laboratorium untuk dipakai perawatan. Supaya gak diluar karena mayoritas pasien adalah lansia. Karena gak ada bed, mereka pakai tikar dulu," paparnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis Kontributor Bandung Barat dan Cimahi, Bagus Puji Panuntun | Editor Gloria Setyvani Putri, Teuku Muhammad Valdy Arief, Ardi Priyatno Utomo)

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/13/204934278/kronologi-keracunan-massal-di-bandung-barat-83-orang-mengeluh-mual-dan-diare

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com