Salin Artikel

Cerita Warga 4 Tahun Tinggal di Lokasi Tanah Bergerak, Berharap Relokasi ke Hunian Tetap

Rumah yang mereka tempati sudah mengkhawatirkan dan rawan ambruk.

Kondisi dinding rumah dengan lantainya serta atap sudah tidak beraturan. Selain retak, ambles juga kondisinya miring.

Bencana geologi yang telah memporak-porandakan puluhan rumah, permukiman, lahan pertanian dan memutuskan jalan Sukabumi-Sagaranten itu mulai diketahui 18 April 2019.

"Bencana ini sudah mau empat tahun," ungkap Uyeh Hariadi (77) kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya di Kampung Gunungbatu, Jumat (17/3/2023).

Setelah kejadian bencana, lanjut Abah Duyeh sapaan Uyeh, Pemerintah Kabupaten Sukabumi menjanjikan akan membangunkan hunian tetap (huntap) di lahan relokasi.

Namun sudah empat tahun ini huntap yang dijanjikan belum berwujud.

Padahal lahan relokasi untuk pembangunan huntap sudah ada di Blok Cimenteng, Kampung Pasirsalam. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Kampung Gunungbatu.

"Lahan untuk huntap sudah diratakan bulan Desember lalu. Tapi sampai sekarang kami belum dapat kabar pembangunan huntapnya kapan," tutur Abah Duyeh.

Menurut dia, saat ini para penyintas bencana menempati hunian sementara (huntara) yang dibangunkan pemerintah di Kampung Ciboregah Blok Rancabali.

Jumlahnya ada 74 unit berbentuk bedeng dengan ukuran 4 x 4 meter persegi.

Selain itu ada juga yang tinggal di rumah keluarga, kerabat hingga mengontrak.

"Saya memilih bertahan di sini karena huntara jauh. Sementara kerjaan di sini, kebun yang dikelola takut terbengkalai," aku Abah Duyeh.

"Kalau musim hujan Abah ngontrak rumah, sudah dua kali ngontrak rumah. Kalau musim kemarau di sini," sambung dia.


Penyintas bencana lainnya, Omah Romlah (45) mengakui sudah empat tahun bersama suami dan satu anak memilih tetap bertahan di rumahnya. Kendati pun sebelumnya sempat tinggal juga di pengungsian.

"Kalau musim hujan dan hujannya deras kami sekeluarga mengungsi ke rumah kontrakan," aku Omah.

"Bila sudah gak hujan kembali lagi ke rumah. Karena semua perabotan masih ada di rumah," sambung dia.

Para penyintas bencana yang masih bertahan menghuni rumah di lokasi bencana mengaku selalu diliputi rasa takut. Karenanya, dia sangat berharap huntap segera dibangun.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi Wawan Godawan menjelaskan lahan relokasi untuk pembangunan huntap sudah ada di Blok Cimenteng, Kampung Pasirsalam.

"Lahan untuk pembangunan huntap sudah perataan tanahnya, hanya tinggal menunggu pembangunan huntap," kata Wawan.

Menurut Wawan, pembangunan huntap bagi para penyintas bencana dari Kampung Gunungbatu dikerjakan berkolaborasi dengan lembaga sosial kemanusiaan DT Peduli dengan dukungan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Begitu pula untuk pembangunan fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasum) rencananya oleh Pemkab Sukabumi.

Namun pihaknya sangat terbuka bagi lembaga sosial kemanusiaan yang akan berkolaborasi.

"Untuk pembangunan huntap mudah-mudahan bisa dimulai setelah lebaran," harap Wawan.

"Rencananya dibangun huntap sebanyak 129 unit," sambung dia.

https://bandung.kompas.com/read/2023/03/17/175656578/cerita-warga-4-tahun-tinggal-di-lokasi-tanah-bergerak-berharap-relokasi-ke

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com