Salin Artikel

Cerita Pedagang Pakaian Bekas Impor di Pasar Cimol Gede Bage Banding yang Harus Tutup Sementara Jelang Ramadhan

Ya, sejak 1998, Dadang telah menggeluti bisnis pakaian bekas impor di salah satu sentra penjualan pakaian bekas impor di Kota Kembang.

Pelarangan thrifting baginya seperti akhir dari segalanya. Pasalnya, usaha yang dibangunnya sejak belum menikah itu, sedikit banyak telah membawanya pada banyak hal.

"Sangat besar sekali pengaruhnya karena penunjang ekonomi keluarga dari thrifting ini dari saya semenjak masih belum berkeluarga sampai sekarang sudah punya anak menafkahi keluarga dengan ini," katanya ditemui, Rabu (22/3/2023).

Apalagi jelang bulan puasa, Pasar Cimol Gede Bage tempat ia menjajakan barang dagangannya untuk sementara mesti ditutup, imbas dari pelarangan itu.

Bahkan, Dadang dan pedagang yang lain tidak tahu, penutupan itu berlaku hingga kapan.

Menjual pakaian bekas impor, bagi dia adalah satu-satunya sumber untuk menghidupi istri, orangtua, serta ketiga anaknya.

"Sekarang anak tiga, istri dan orangtua, juga kebutuhan orang rumah. Kalau ditutup ini menyesalkan karena ini nanti biaya rumah dan pendidikan anak juga terganggu," kata dia.

Sebelum dilarang, Dadang mengatakan para pedagang termasuk dirinya baru bangkit dari hantaman Covid-19.

Roda perekonomian baru saja berputar, namun kali ini mesti berhenti bukan karena penyakit atau wabah, melainkan aturan.

Ia masih mengingat betul bagaimana masa-masa mendirikan usaha itu. Dadang tak langsung menjual pakaian bekas impor, jauh sebelumnya produk lokal pernah ia jual.

"Saya ingat betul, jaman sebelumnya Covid-19 itu baju clothing asli Bandung lagi melejit. Kemudian dihantam wabah, baru kah thrifting ini muncul. Ketika ada thrifting lumayan ini, kita ya namanya berdagang pasti pasang surut kehidupan kita juga agak sedikit terbantu," ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah tak tahu, meski thrifting menjadi budaya yang populer. Akan tetapi beberapa tahun ini kondisinya sedang merosot.

Dadang mengatakan, kini dalam sehari, ia hanya bisa menjual 20 potong pakaian bekas impor.

"Dengan penjualan Rp 25-35.000 belum sewa kios dibayar. belum dengan PD Pasar kebersihan, belum biaya gosokan ini kan barang konsumen harus siap pakai bersih," tambahnya.

Selama 20 tahun berdagang pakaian impor, baru kali ini jelang Ramadhan ia dan pedagang yang lain harus tutup sementara.

Pun dengan larangan dari pemerintah terkait penjualan pakaian bekas impor. Dadang mengaku heran, mengapa bisa cenderung mendadak aturan tersebut lahir.

"Belum ada sosialisasi larangan langsung, mendadak saja ini pedagang kaget karena puluhan tahun ke belakang tidak ada kendala," ungkapnya.

Meski penutupan tersebut dilakukan atas inisiatif para pedagang sejak Selasa (21/3/2023) kemarin. Dadang menyebut penutupan seperti ini pernah terjadi saat wabah Covid-19.

"Pernah ditutup karena Covid-19 sampai dua minggu kita ikutin yang sekarang enggak tahu nih apa mengunggu sampai kapan. Kita ikutin cuman kalau sumbernya ditutup, perekonomian kami gimana? Kan nafkah keluarga dari sini, untuk keluarga kami intinya untuk kelangsungan hidup keluarga kami. kalau dihilangkan sayang sekali," bebernya.

Dadang berharap, kebijakan pemerintah bisa berpihak kepada ia dan pedagang kecil lainnya.

Adanya larang tersebut, kata dia, mesti dibarengi dengan langkah solusi dari pemerintah terkait nasib ia dan yang lainnya.

"Harapan kami ya karena ini kan kami ini pedagang kecil dan modal terbatas kami modal kecil misal modal Rp 3 juta kan kami putarkan lah biar ada kelebihan, kadang enggak lebih karena habis. Tolong lah solusinya juga dibuatkan," terangnya.

Sementara, Ikbal (45) salah seorang pedagang lainnya mengungkapkan tidak semua yang berdagang di Pasar Cimol Gede Bage menjual pakaian bekas impor.

Sebetulnya, kata dia, tidak ada intruksi untuk menutup kios. Hanya saja, kondisi pasca-pelarangan itu membuat situasi di Pasar Cimol Gede Bage resah dan panas.

"Ada yang berjualan barang baru juga ada tapi ada beberapa item yang sepatu ada baru, jaket, tas, baju juga. ini karena sebetulnya larangan tutup tidak ada cuman karena ini suasana panas kita coba adem kan dulu supaya tidak berkelanjutan," ujarnya.

Meski begitu, Ikbal menyesalkan atas pelarangan pemerintah. Pasalnya, para pedagang mesti menutup kios jelang bulan pusa sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.

"Makanya agar tidak jadi sorotan ini tutup dulu lah kemarin yang diangkut bal-balan kan jadi semua pedagang juga jadi korban. ini karena mereka sedih ini kita tutup," ungkap dia.

Ikbal mengungkapkan, stok lama barang dagangannya yang disiapkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan telah disita oleh Kementrian Perdagangan (Kemendag) dan Polda Jawa Barat.

Ia mengaku tak bisa berbuat banyak, pasalnya itu merupakan stok terkahir. Mengingat sejak diterapkan larangan itu suplai dari pemasok tidak kunjung datang.

"Karena ada keterkaitan antara pengecer dan pemasok barang, ada pemasok barang pasti butuh pedagang, kalau pemasukan sampai hari ini tidak ada pemasok barang, ada sekitar 200 bal yang disita ini langsung ke gudang," terangnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/03/22/210022278/cerita-pedagang-pakaian-bekas-impor-di-pasar-cimol-gede-bage-banding-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke