Salin Artikel

Guru Husein di Pangandaran Lapor Pungli Malah Diintimidasi

Ia menyebut, dalam APBD DPA tidak dianggarkan biaya transportasi, sebab rencana awal Latsar digelar secara online.

Unggahan video di salah satu media sosial mendadak viral, hingga mendapat atensi dari banyak pihak.

Semua kalangan mencoba berkomunikasi dengan Husein. Bahkan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata mengundang langsung Husein untuk bertemu pada Kamis (11/5/2023).

"Makanya waktu ditelepon bupati untuk datang, ya tidak kuasa untuk menolak. Karena selama ini tidak ada surat keputusan," ujar dia, Selasa (9/5/2023).

Husein mengatakan, dirinya diminta panitia untuk membayar Rp 270.000 dengan alasan untuk kebutuhan transportasi

"Ditagih kembali pada saat Latsar sebesar Rp 350.000. Makanya saya menyayangkan, kok bisa tidak tahu ada biaya transpor pada Latsar CPNS yang digelar pada Oktober 2021," kata dia.

Husein mengatakan baru mempunyai keberanian untuk bicara lantaran bukan bagian dari sana lagi.

"Sudah satu tahun keluar dari Pangandaran, tapi surat pemecatan atau pengunduran diri tidak diproses," ujarnya.

Melapor secara anonim

Sebelumnya, Husein melapor secara anonim melalui lapor.co.id pada Oktober 2021 untuk menanyakan secara pasti pungutan yang diminta.

"Tidak lama dari sana banyak yang mencari, karena banyak yang dituding tidak ingin merugikan orang lain akhirnya mengaku," tuturnya.

Akhirnya guru asal Bandung ini dipanggil untuk menghadap ke kantor BKSDM Pangandaran.

Saat menghadap, kata dia, langsung dirembuk untuk disidang oleh 12 orang dan langsung dilemparkan rentetan pertanyaan.

"Saya berharap ketika menanyakan di lapor.co.id, dijawab juga disana, engga dicari siapa yang lapor," ujar Husein.

Ia merasa terintimidasi dengan suasana yang tidak bersahabat.

"Ketika menyampaikan pendapat ada celetukan "jangan sok jago", "udah ikutin aja", "jangan banyak nanya," ujarnya.

"Akhirnya yang paling kena dihati itu ada ucapan kalau saya ngelaporin website maupun sebagainya, bisa menjelekan nama instansi," jelasnya.

Husein menuturkan, niat awal mengadu hanya ingin menanyakan rincian anggaran saat pungutan.

"Kalau saat itu dijawab tidak tahu atau di luar pengawasan mereka, ya tidak apa-apa," imbuhnya.

Jawaban yang ia dapat bahwa anggaran yang diminta untuk direfocusing Covid-19.

"Menariknya, saat saya tanya angkatan sebelumnya yang ikut Latsar CPNS juga dikenakan tarif transportasi, padahal waktu itu belum pandemi," terangnya.

Ia menghadap BKSDM Pangandaran selama enam jam.

"Pikiran saya saat itu bagaimana ini cepat selesai. Teks pengunduran diri aja didikte, tidak saya yang tulis. Alasannya pengunduran diri tidak bisa disebutkan sesuai keinginan saya," ujarnya.

Besar harapannya saat bertemu dengan bupati Pangandaran, tidak ada tekanan yang menimpanya.

Memilih mengajar suka rela di SMPN 29 Bandung

Setelah kasus pungli tersebut mencuat, Husein merasa tak aman untuk menetap di Pangandaran dan memilih kembali ke rumahnya yang ada di Bandung.

"Setelah menghadap BKPD2SM pilihan saya bulat untuk mengundurkan diri, di usia saya saat itu baru 25 tahun merasa tertekan dengan kejadian tersebut," ujar dia.

Ia mengaku, setelah menetap di Bandung sempat dihubungi untuk kembali mengajar di SMPN 2 Pangandaran.

"Pihak sekolah dan Disdik sempat beberapa kali berkomunikasi untuk tetap mengajar. Namun keputusan saya sudah bulat," ujar Husein.

Husein mengatakan, mendapat surat peringatan (SP I) lantaran tidak mengajar berbulan-bulan.

"Saya masih menerima upah sampai bulan November 2022. Dari bulan Maret saya mengajar sukarela di SMPN 29 Bandung tapi tidak digaji karena status tidak jelas. Honorer tapi punya NIP," jelasnya.

Akhirnya Husein meminta mengajar sebagai guru seni budaya di SMPN 29 Bandung sesuai latar belakang konsentrasi yang ia ambil saat kuliah.

"Selama saya pindah ke Bandung langsung meminta izin untuk mengajar," ujarnya.

Husein merasa jengah, lantaran selama satu tahun lebih proses pemecatan atau pengunduran dirinya tidak diproses.

"Saat menghadap di BKPD2SM sesuai dari pembicaraan itu ya akan mengundurkan diri tapi sampai saat ini tidak ada kelanjutannya," ujarnya.

Ancaman yang ia terima salah satunya di grup WhastApp. Ia mendapat informasi SK satu kabupaten tidak akan turun lantaran tidak Husein tidak mencabut laporannya..

"Otomatis orang-orang pada nyerang saya. Mana ada orang gatau apa-apa tapi SK-nya tidak turun," tuturnya.

Keberanianya berbicara di media sosial lantaran Husein merasa statusnya tidak ada kejelasan.

"Ingin lamar kerja jadi susah karena masih terdaftar ASN di Pangandaran, sedangkan sekarang pendapatan tidak ada," ujarnya.

Husein menegaskan, video yang ia unggah ke sosial media lantaran mempunyai bukti yang kuat.

"Saya tidak akan berani berbica jika tidak punya bukti," tambahnya.

Sampai saat ini, kata dia, video yang menjadi viral tidak ada yang meminta untuk take down dari media sosialnya.

"Di WhatsApp maupun Instagram belum ada yang meminta take down ya, gatau karena saya tidak membaca jadi tidak ter-notice," tandasnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dendi Ramdhani | Editor : David Oliver Purba), TribunJabar.id

https://bandung.kompas.com/read/2023/05/10/160600078/guru-husein-di-pangandaran-lapor-pungli-malah-diintimidasi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com