Salin Artikel

Ayah Husein Guru di Pangandaran Merasa Anaknya Tertekan dan Mendapat Intimidasi

KOMPAS.com - Husein Ali Rafsanjani (27), Guru Seni di SMPN 2 Pangandaran menjadi sorotan usai videonya yang menyebut adanya pungli saat Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS viral di media sosial.

Dalam videonya, Husein mengatakan, dalam APBD DPA tidak dianggarkan biaya transportasi, sebab awal, Latsar rencananya digelar secara online.

Husein menceritakan, dia diminta membayar Rp 270 ribu oleh panitia dengan alasan untuk kebutuhan biaya transportasi.

"Ditagih kembali pada saat Latsar sebesar Rp 350 ribu. Makanya saya menyayangkan, kok bisa tidak tahu ada biaya transportasi pada Latsar CPNS yang digelar pada Oktober 2021," kata Husein, dikutip dari TribunJabar.id, Rabu (10/5/2023).

Husein yang merupakan lulusan Fakultas Pendidikan Seni Rupa dan Desain (FPSD) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu kini mengundurkan diri sebagai PNS dan memilih kembali ke kota asalnya, Bandung, Jawa Barat, untuk mengajar di SMPN 29 Bandung.

Diundang Bupati Pangandaran

Usai kasus ini ramai disorot publik, Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata, baik secara langsung maupun melalui akun Instagramnya, mengundang Husein untuk membicarakan persoalan tersebut di Kantor Setda Pangandaran, Jawa Barat.

"Kalau mundur, ya, sayang. Apalagi dia pintar, saya butuh orang pintar seperti beliau (Husein)," ucap Jeje.

"Saya ajak ngomong juga nanti, dari hati ke hati dengan saya. Kalau dia ada aduan berbagai persoalan, kita juga akan tindaklanjuti," imbuhnya.

Siap penuhi undangan Bupati Pangandaran

Menanggapi hal itu, Husein mengaku akan memenuhi undangan dari Bupati Pangandaran tersebut.

"(Besok) saya jadi datang, berangkatnya mungkin (Rabu 10/5/2023) sore ini. Mungkin malam sampai Pangandaran," ujar Husein.

Sebelumnya, dia pun memastikan akan datang sendiri ke Pangandaran, tanpa ditemani oleh kedua orangtuanya.

"Seperti yang kita tahu, bapak Bupati Pangandaran mengundang saya untuk datang ke Setda Pangandaran pada Kamis (11/5/2023)," terangnya.

"Saya juga akan datang sendiri tanpa ditemani siapa pun," tutur Husein.

Dia pun berharap tak ada tekanan yang akan dialaminya dalam pertemuan dengan Bupati Pangandaran itu.

Dia sempat berseloroh dengan temannya, bila nanti dia tak kunjung kembali ke Bandung setelah dari Pangandaran, Husein meminta temannya itu untuk mencarinya.

"Saya juga sampai bercanda ke teman saya, mungkin karena ketakutan saya akan hal yang sebelumnya yang saya terima," ungkap Husein.

"Mudah-mudahan itu hanya bercanda saja," sambungnya.

Curhatan sang ayah

Hendra (60), ayahanda dari Husein mengaku bisa merasakan kesendirian anaknya usai kasus tersebut viral.

Dia pun merasa, anaknya itu mendapat tekanan dan intimidasi dalam kasus tersebut.

Meski begitu, menurutnya, Husein tak pernah menceritakan persoalan itu kepada kedua orangtuanya.

"Saya tau dari sepupunya, Kasus kedua setelah pra-jabatan pada bulan oktober 2021," jelasnya.

Dia menceritakan, usai kembali ke Bandung, Husein tak tinggal di rumahnya selama sebulan.

"Ibunya mencari ke teman-teman SD, setelah mendapat petunjuk saya menyuruh adik ipar saya yang memang ada di daerah tersebut untuk menemui Husein," tutur Hendra.

Hendra mengungkapkan, lantaran anaknya itu masih menerima gaji hingga bulan November 2022, Husein mendapat arahan dari sang ibu agar tetap mengajar di daerah Bandung.

"Saya tahu besok (Husein) akan ke Pangandaran. Hari ini masih di Gedung Sate karena Ridwan Kamil mengundang dia. Siang tadi kami sempat ke Hotel Horison untuk membicarakan masalah KPR yang telah dia ambil pada saat di Pangandaran," terangnya.

"Kami kan, terutama ibunya berharap (Husein) untuk tetap bertahan di Pangandaran, tetapi melihat anak yang tidak mau kembali ke sana, seperti trauma. Akhirnya mengajar di Bandung walau bukan PNS," bebernya.

"Ya orang tua hanya berharap yang terbaik," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/05/10/202149978/ayah-husein-guru-di-pangandaran-merasa-anaknya-tertekan-dan-mendapat

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com