Salin Artikel

Pernikahan Dini Masih Marak Terjadi di Kabupaten Bandung

Bahkan, ada pula anak yang masih berusia 21 tahun namun sudah bercerai sebanyak tiga kali.

Juru bicara Pengadilan Agama Soreang Kabupaten Bandung, Fatulloh mengatakan rata-rata anak yang mengajukan dispensasi kawin itu paling tua berusia 18 tahun.

"Terdapat anak usia yang harusnya duduk di bangku SMP, tapi mengajukan dispensasi kawin," katanya ditemui di Kantornya di Soreang, Senin (22/5/2023).

Berdasarkan data Pengadilan Agama Soreang, pada 2021 ada 362 permintaan kompensasi pernikahan dini, tapi hanya 301 yang dikabulkan. 

Pada 2022, dari 217 permintaan masuk, hanya 182 yang dikabulkan.

Sedangkan untuk tahun ini, hingga April, ada 60 permintaan masuk, tapi hanya 44 yang diterima.

"Sebetulnya melihat dari data itu cenderung turun, tapi tetap harus dicegah," ungkapnya.

Usia pernikahan yang terlalu dini, diakui Fatullo, rentan terjadi perceraian.

Hal itu terjadi, lantaran mental dari kedua mempelai yang belum siap untuk menjalani kehidupan pascanikah.

Usia tersebut, kata dia, terbilang belum cukup matang dan belum semestinya mengajukan pernikahan.

"Bahkan ada yang usianya 21 tahun tapi sudah tiga kali bercerai, ini karena mental mereka belum siap menghadapi hidup berumah tangga," jelasnya.

Ia menjelaskan, salah satu contoh ketidaksiapan mental pasangan yang menikah di bawah umur yakni lahirnya ketidakpercayaan diri ketika bertemu dengan teman sebayanya yang masih mengenyam pendidikan.

Selain itu, kata Fatulloh, rata-rata pasangan yang menikah di bawah umur itu tidak sanggup menghadapi masalah yang datang ketika sudah menikah, sehingga keutuhan rumah tangganya belum siap dan berujung perceraian.


Selanjutnya, persoalan ketidaksiapan mental juga akan dapat berimbas pada persoalan yang lain.

Ketika terjadi pernikahan di bawah umur, lanjut dia, salah satu yang paling disoroti yakni persoalan kesehatan.

"Meskipun sampai saat ini belum pernah terjadi adanya bayi stunting karena orangtuanya menikah di bawah umur. Namun, hal itu jadi sorotan karena itu tadi kesiapan mental," terangnya.

Fatulloh mengungkapkan, Pengadilan Agama mesti melihat urgensi dari warga masyarakat yang mengajukan pernikahan dini.

Setelah kedua pihak mengajukan surat permohonan, Pengadilan Agama tidak langsung mengabulkan. Namun lebih dulu mempertimbangkan urgensi pengajuan pernikahan.

Bahkan, hingga memanggil kedua orangtua dari pasangan tersebut.

"Tapi kebanyakan yang mengajukan dispensasi kawin disetujui karena melihat urgensinya. Jadi walaupun SMP tapi urgensinya sangat riskan, ya, mau enggak mau disetujui," kata Fathulloh.

Ia mengatakan, kasus pernikahan dini seperti buah simalakama.

Jika tidak diizinkan, khawatir melakukan sesuatu yang jauh dari yang diharapkan.

"Kalau dari sisi aturan menikah itu diusia 19 tahun, meski hanya kurang satu hari juga tidak boleh, tapi apa boleh buat jika harus di nikahkan, ini banyak sekali pertimbangannya," katanya.

Di Kabupaten Bandung, kata Fathulloh, kebanyakan anak yang menikah berasal dari daerah seperti Pangalengan, Ciwidey, Rancabali, Kertasari.

"Meski ada juga yang berasal dari daerah ibu kota, seperti Soreang, tapi lebih banyak yang berasal dari daerah (pedesaan)," tuturnya.

Menurutnya, upaya pencegahan tidak bisa, hanya dilakukan oleh pihak Pengadilan Agama. Namun semua pihak juga mesti memastikan dan mengambil bagian dalam upaya pencegahan.

"Semua elemen harus berperan untuk mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur, kalau kami sudah sering melakukan seminar dan sosialisasi di tingkat di bawah," tuturnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/05/22/152607978/pernikahan-dini-masih-marak-terjadi-di-kabupaten-bandung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke