Salin Artikel

Cerita Tukang Pijat Kampung di Cirebon, Belasan Tahun Kumpulkan Ongkos Naik Haji

Di tengah banyak yang meragukannya, termasuk anak-anaknya, dia mampu membuktikan niatnya 13 tahun silam, yakni dapat menunaikan rukun Islam yang kelima.

Tabungan hasil kerjanya memijat orang, yang dicelengkan bertahun-tahun, membuatnya mampu melunasi kenaikan biaya haji yang cukup tinggi di tahun ini.

Bahkan sebagai jemaah cadangan, dia mampu menggantikan posisi jemaah inti yang terpaksa tunda bayar alias gagal berangkat di tahun ini.

Inilah Sa’adah, seorang warga yang tinggal di Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

Ibu rumah tangga yang berusia 63 tahun ini, menjalani kerjanya sebagai tukang pijat rumahan.

Wanita, pria, anak-anak, remaja, dewasa, dan juga lansia, bergantian terus mendatangi rumahnya.

Ditemani sang anak, Sa'adah terus memijat pelanggan-pelanggannya untuk menghilangkan rasa sakit dan pegal di badan, serta pusing di kepala.

Lutut, paha, punggung, pundak, dan juga hingga kepala tidak luput dari pijatannya. Kedua tangan atau lengan pasien juga dipijitnya.

Di tengah usia yang kian renta, dia tidak mengurangi kualitas pijatan dan durasi pijat, yakni sekitar dua jam atau 120 menit, untuk tiap satu kali jasa pijat.

Kenyamanan dan efek yang ditimbulkan dari pijatan inilah yang membuatnya kian dikenal.

Hingga akhirnya, usaha yang dia mulai saat usia 40 tahun atau di sekitar tahun 2000 lalu, terus berkembang.

Rumahnya yang sederhana menjadi saksi. Sa'adah terus meneguhkan hati mampu menabung mengumpulkan uang, sedikit demi sedikit, untuk menginjakan kaki di tanah suci.

Akhirnya, Sa'adah memutuskan mulai melayani pijat keluar rumah, yakni memenuhi panggilan pelanggan ke rumah-rumahnya yang tersebar Kota Cirebon.

Sa'adah yang tidak bisa menggunakan HP, dan juga sepeda motor, membuat dirinya tak bisa lepas dari bantuan pengawalan anaknya.

“Sudah lama dari sekitar saat usia 40-an. Awalnya di rumah dulu, baru ke rumah tetangga dekat, terus makin banyak yang panggil. Kadang ditelepon, ya saya cuman bisa angkat telepon enggak bisa balas, enggak bisa. Setelah itu, diantar sama anak, enggak bisa naik motor juga,” kata Saadah saat ditemui Kompas.com, Minggu (28/5/2023).

Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan semangat Sa'adah untuk terus bekerja sebagai tukang pijat, justru membuatnya kian termotivasi. Bersama lima orang anaknya Sa'adah mengejar cita-cita menjadi jemaah haji.

Sa’adah mengaku upah hasil memijat yang dia terima tidaklah pasti. Meski telah bertahun-tahun menjadi kurang pijat, dia tidak pernah menentukan tarif.

Dia menerima apa yang orang bayar, uang tersebut dia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan kemudian ditabungkan untuk pergi haji.

“Saya sudah niatin, ada jalannya, dan terasa gampang. Nabungnya juga tidak banyak, segitulah, kadang Rp 100.000, kadang Rp 200.000, kalau lagi ramai bisa nabung sejuta, tergantung dapatnya, ga tentu,” tambah Sa’adah.

Akhirnya, pada 2012, Sa'adah memutuskan menabungkan sisa uang pijat untuk daftar demi mendapatkan kursi haji.

Sa'adah sebelumnya, dijanjikan berangkat haji pada 2022, tapi gagal. Tahun ini, Sa'adah masuk dalam daftar cadangan. 

Belakangan Sa'adah tiba-tiba mendapatkan kabar bisa berangkat tahun ini, apabila mampu melunasi kenaikan biaya haji.

Pasalnya, sebagian jemaah, memutuskan tunda bayar karena tidak mampu melunasi.

Dengan rasa yang sangat bahagia dan penuh semangat, Sa'adah mengumpulkan uang tabungan dalam celengan, untuk melunasi sekitar Rp 27 juta lagi.

Tak disangka, uangnya telah cukup dan mampu mengantarkannya terbang ke tanah suci.

Sa'adah bahagia bukan kepalang. Dirinya dapat menunaikan rukun Islam yang kelima, di tengah banyak orang yang meragukannya.

Begitu juga anak-anaknya, yang menyangka bahwa sulit berangkat haji bagi seorang tukang pijat.

“Anak-anak nanya, mi (ibu) ada enggak uangnya? Saya jawab, enggak ada, nyari dulu,” kata Sa’adah menirukan pertanyaan anaknya.


Kata-kata itu, kata Sa’adah, sering ditanyakan anak-anaknya menjelang keberangkatan beberapa waktu lalu, karena menganggap tidak ada biaya untuk melunasi kenaikan yang naik.

Muhamad Yusuf Abdullah, Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Al-Hidayah Mundu, Kabupaten Cirebon, mengungkapkan, Saadah adalah salah satunya dari jamaah haji yang luar biasa.

Sa'adah menunjukan kesungguhan-nya dengan rutin menabungkan uang hasil kerjanya sebagai tukang pijat, sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 dari sisa hasil pijat.

Sa'adah, tidak memikirkan anggapan dan omongan orang lain yang meragukan tukang pijat bisa naik haji.

Meski hanya seorang diri, tanpa seorang suami di sisinya, dia mampu mengejar cita cita nya pergi haji.

“Saya lihat semangat yang luar biasa, yang belum pernah saya lihat sebelum-sebelumnya sejak enam tahun mengepalai KBIHU ini. Dengan pekerjaan dan ekonomi yang sederhana, keterbatasan usia yang sudah lanjut, kerjaan tukang pijit, dia bisa membuktikan,” kata Yusuf saat ditemui Kompas.com, Minggu (28/5/2023).

Yusuf tidak mendengar sedikitpun keluhan Sa’adah, atau bahkan ingin berhenti dari niatnya berangkat haji.

Dia tekun melakukan cicilan tabungan sediki demi sedikit, semata-mata agar bisa segera berangkat.

“Saya tahu sendiri, dan tahu persis usahanya karena tinggal satu desa. Nabung, dan celenginnya, juga tahu. Kadang-kadang dititipkan ke saya, saya yang tabungkan ke bank, karena keterbatasan usia, sehingga terkumpul untuk pelunasan ini,” tambah Yusuf.

Setelah melunasi semua kewajiban nya sebagai jemaah calon haji, Sa'adah mulai melakukan berbagai persiapan. Dia menyiapkan pakaian dan barang yang akan dibawa nya ke tanah suci.

Sa'adah dijadwalkan berangkat pada 8 Juni 2023 mendatang melalui Embarkasi Bandara Kertajati Kabupaten Majalengka.

https://bandung.kompas.com/read/2023/05/30/123746978/cerita-tukang-pijat-kampung-di-cirebon-belasan-tahun-kumpulkan-ongkos-naik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke