Salin Artikel

45 "Halte Hantu" di Kota Bandung Akan Dibongkar, Ada yang Tak Berfungsi Sejak Dibangun

KOMPAS.com - Puluhan halte bus yang ada di atas trotoar jalan protokol di Kota Bandung, Jawa Barat, akan dibongkar.

Adapun alasan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung akan membongkar puluhan halte yang dijuluki warga sebagai "halte hantu" itu karena kondisinya yang sudah tak terawat.

Bahkan sebagian dari puluhan halte itu tak pernah difungsikan sejak selesai dibangun beberapa tahun lalu.

Bukan pertama kali

Kabid Sarana dan Prasarana Dishub Kota Bandung, Panji Kharismadi mengatakan, pembongkaran halte bus tak terawat di Kota Bandung bukan kali ini saja dilakukan.

Jika tahun ini terdapat 45 halte yang akan dibongkar, tahun sebelumnya, Dishub Kota Bandung merobohkan 21 "halte hantu" dengan alasan yang sama.

"Pembongkaran dilakukan karena secara fungsi halte-halte tersebut sudah tidak layak," kata Panji, dikutip dari TribunJabar.id, Rabu (31/5/2023).

Adapun 45 halte Kota Bandung yang rencananya akan dibongkar, di antaranya terletak di Jalan Riau, Jalan Soekarno-Hatta, dan Jalan Sukabumi.

"Kondisi haltenya sudah tidak layak, banyak yang rusak. Ada juga halte yang sudah tidak berfungsi akibat adanya rekayasa lalu lintas, seperti di Jalan Cipaganti dan Sukajadi," ujar Panji.

Selain halte bus Trans Metro Bandung (TMB), Panji menyampaikan, halte angkutan umum lainnya juga akan diratakan dengan tanah.

"Seperti halte kapsul TMB, dari pada tidak digunakan, kami bongkar saja," ucap Panji.

Dia menerangkan, rencana pembongkaran halte bus yang rusak atau tak berfungsi di Kota Bandung ini tidak muncul begitu saja.

"Mekanismenya, setelah diusulkan, Pak Sekda disposisi ke BPKAD [Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah], kemudian BPKAD ke Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang untuk mengapprasialkan," terangnya.

Biaya pembongkaran

Menurut Panji, biaya yang dibutuhkan untuk membongkar satu "halte hantu" di Kota Bandung mencapai Rp 8 juta hingga Rp 11 juta.

Akan tetapi, dia menjelaskan, hasil penjualan material halte yang tak terpakai itu dapat dijual, dan hasilnya akan dimasukkan ke kas daerah, meski jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dana yang dikeluarkan untuk pembongkaran.

"Satu halte paling laku sekitar Rp 200 ribu. Kecuali halte kapsul, bisa sampai Rp 1 juta," ungkapnya.

Terkait biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu halte, Panji mengaku tak mengetahuinya, namun dia memperkirakan perlu dana sekitar Rp 60 juta untuk mendirikan satu halte.

Tanggapan warga

Menanggapi rencana tersebut, Wahyu Cahyadi (34), warga Pamoyanan, Kota Bandung, Jawa Barat, berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memikirkan ulang rencana pembongkaran "halte hantu" itu.

Pasalnya, Wahyu menilai, memperbaiki halte-halte yang rusak dan tak berfungsi itu bisa jadi pilihan lebih baik ketimbang merobohkannya.

Apalagi, biaya yang dibutuhkan pun mungkin akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan dana merobohkannya.

"Dibongkar makan biaya Rp 11 juta, coba diperbaiki, tak akan sampai Rp 11 juta," tutur Wahyu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Nurmala (24), warga Karangtineung. Dia juga berharap halte-halte di Kota Bandung tak dibongkar karena selama ini kerap dimanfaatkan oleh warga untuk berteduh.

"Sayang biaya bongkarnya juga," papar Nurmala.

Menurutnya, uang yang dialokasikan untuk membongkar halte lebih baik dialihkan untuk mengurus penerangan jalan di Kota Bandung yang dianggap masih kurang.

"Dana untuk bongkar dialokasikan penerangan jalan yang masih minim," sambungnya.

Sementara itu, Koswara (28) mengaku mendukung rencana pembongkaran halte tersebut. Dia menilai, halte yang terpakai itu tampak kumuh.

"Bongkar saja, ganti sama taman. Lebih indah daripada halte kumuh tak berguna," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul "Puluhan Halte Hantu di Kota Bandung Segera Dibongkar, Sebagian Tak Pernah Berfungsi, Apa Kata Warga?"

https://bandung.kompas.com/read/2023/05/31/125954778/45-halte-hantu-di-kota-bandung-akan-dibongkar-ada-yang-tak-berfungsi-sejak

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com