Salin Artikel

Di Balik Senyum Pemudik, Ada "Elang Sangkan" yang Siaga

Selama 34 tahun merantau di Ibu Kota Jakarta, membuat pasangan suami istri ini memiliki banyak cerita mudik yang mereka alami di sepanjang jalur pantura.

Bagi Susana, penanganan arus mudik oleh petugas kepolisian, dahulu dan saat ini telah berubah 180 derajat. 

Susana pertama kali menginjakan kaki di Jakarta tahun 1989 saat usia 14 tahun.

Mulanya, dia ikut seseorang berjualan nasi goreng keliling hingga memberanikan membawa satu gerobak keliling seorang diri.

Setelah lima tahun menjadi penjual nasi goreng, Susana menikahi Sarti di tahun 1994.

Keduanya dikaruniai anak, Rizki Adi (27) setelah dua tahun ikrar sehidup semati.

Ketiganya, kemudian, memulai perjalanan panjang sebagai penjual nasi rumahan, yang semula di Jakarta, kini di kawasan Tenjo, Bogor.

“Sekitar 34 tahun di Jakarta. Awalnya jualan nasi goreng keliling pakai gerobak. Masih bujangan, masih ikut orang. Tahun 1994, baru menikahi ibu, dan berjualan sendiri,” kata Susana saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (11/6/2023). 

Keluarga kecil asal Desa Purwodadi, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, ini menikmati masa perjuangan.

Ketiganya harus membagi waktu; berbelanja ke pasar dini hari, memasak, melayani pembeli yang datang siling berganti, dan tentunya mengurus sang buah hati yang masih bayi.   

Bertahun-tahun mereka lalui aktivitas ini. Keuntungannya digunakan untuk membayar kontrakan dan kebutuhan harian, serta mengirimkan uang untuk orangtua dan keluarga di kampung halaman.

Rasa sakit berpisah dengan keluarga adalah resiko yang harus mereka telan. Namun, rasa sakit itu akan mereka tebus di Hari Raya Idul Fitri, saat momen arus mudik.

Selain menebus rindu, perjalanan mudik juga menyisakan suka-cita sepanjang perjalanan, dan menjadi bahan cerita di hadapan kedua orangtua serta sanak keluarga saat berjumpa, utamanya soal macet. 

“Setelah bertemu keluarga, salah satu yang tak pernah lupa ditanya, macet di mana, macet berapa jam dan lainnya, tapi sekarang beda jauh. Tidak ada lagi kata macet setelah ada tol dan polisi yang berjaga di mana-mana,” tambah Susana.

Sebagai perantau yang menggunakan sepeda motor, Susana merasakan perubahan dari tahun ke tahun.

Dia juga masih ingat momen nyaris menghabiskan waktu 24 jam di pantura karena terjebak macet. Hal itu terjadi di tahun 2010 lalu. 

Namun, mudik 2023 ini berbanding jauh 180 derajat. Perjalanan Tenjo-Bogor menuju Purwodadi, Banjarnegara, yang berjarak sekitar 460 kilometer, dapat ditempuh sekitar 11 hingga 12 jam. Perjalanan aman dan lancar.

“Beda jauh. Pernah macet di pantura hampir sehari semalam. Saya kan bawa motor tiap mudik, jadi ingat sampai tidak bisa nyalip. Kalau sekarang jalannya mulus, banyak polisi jaga di jalan, terus kebijakan mobil satu arah di tol sangat membantu motor di pantura, jadi lancar,” kata Susana. 

Laporan Kompas.id pada Jumat (7/4/2023), Kementerian Perhubungan memprediksi 123,8 juta jiwa pemudik, "balas dendam" pulang kampung mengunakan jalur darat setelah terkungkung Covid-19 selama tiga tahun.

Kakorlantas Mabes Polri bersama jajaran di tiap wilayah menyiapkan berbagai rekayasa lalu lintas untuk mengurai potensi kemacetan yang terjadi. 

Polri juga menyiapkan berbagai cara dan langkah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital. 

Salah satunya dilakukan oleh jajaran Polresta Cirebon, yakni membuat aplikasi “Elang Sangkan” untuk pemantauan sekaligus penanganan arus mudik dan balik tahun 2023.

Inovasi pengamanan arus mudik secara digital ini dikerjakan secara optimal di ruang kontrol khusus.

Petugas yang berjaga mampu mendeteksi seluruh kendaraan yang sedang dan akan melintasi wilayah hukum Polresta Cirebon, termasuk deteksi potensi pelambatan.

“Aplikasi ini jawaban evaluasi tahun lalu untuk menyempurnakan kesiapsiagaan petugas Polresta Cirebon melaksanakan kebijakan satu arah Kakorlantas Mabes Polri. Hasilnya, pemanfaatan teknologi ini hingga akhir masa arus balik, sangat efektif efisien,” kata Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman, saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/6/2023). 

Jajaran Polresta Cirebon saat pelaksanaan tak hanya sekedar menunggu, tapi lebih proaktif dan dinamis menerima arus kendaraan dari Jakarta saat arus mudik. Begitupun sebaliknya dari Jawa Tengah saat arus balik.

Hasilnya, tidak terjadi kepadatan signifikan di satu titik.

Inovasi yang diberi nama Elang Sangkan ini teknisnya, bertugas memantau kondisi kendaraan di lebih dari 74 titik pemantauan di jalur arteri dan tol secara realtime 24 jam.

Apabila terjadi potensi perlambatan, Elang Sangkan akan memberi notifikasi yang terhubung dengan media sosial; telegram, WhatsApp, dan juga SMS.  

Petugas akan langsung melakukan penanganan secara cepat untuk merekayasa arus lalin, penarikan kendaraan, buka tutup arus, dan tindakan lainnya agar kondisi arus lancar.

“Jadi, Elang Sangkan ini memberi informasi cepat kepada para penanggung jawab operasi, yang alat komunikasinya telah terhubung agar langsung ditangani. Setelah tertangani, Elang Sangkan akan kembali memberikan notifikasi bahwa jalur kembali normal. Ini sangat efektif karena bersifat dua arah; komunikatif,” kata Arif.

Elang Sangkan juga dapat melihat kondisi pergerakan arus kendaraan di luar wilayah hukum Polresta Cirebon, yaitu di sepanjang Tol Cikampek Utama hingga gerbang Tol Kalikangkung, serta sepanjang jalur arteri di pulau jawa. 

Arif menyebut, aplikasi Elang Sangkan yang baru dilahirkan pada arus mudik tahun ini, memang khusus untuk petugas dalam pengamanan arus mudik dan balik 2023.

Tahun depan, Arif menargetkan, tim informasi dan teknologi digital Polresta Cirebon mengembangkan Elang Sangkan untuk masyarakat luas agar menjadi petunjuk saat pelaksaan arus mudik dan balik. 

Pemanfaatan teknologi digital

Khaerudin Imawan, dosen Komunikasi Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon mengatakan, melalui aplikasi Elang Sangkan, Polresta Cirebon telah menerapkan apa yang disebut dalam dunia komunikasi saat ini “Hyper-Reality”.

Aplikasi Elang Sangkan telah meremediasi kenyataan yang ada di jalur lalu lintas ke dalam bentuk digital yang dapat menjadi petunjuk bagi para pemangku kebijakan. 

“Elang Sangkan menghadirkan realitas baru yang bisa jadi lebih nyata. Aplikasi itu merepresentasikan tentang jalan, tentang potensi kemacetan lebih awal. Petugas bisa menentukan langkah tepat,” kata Khaerudin saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/6/2023). 

Pria yang juga peneliti Komunikasi Budaya Kajian Media dan Praktek Digital ini menyebut, efek dari penggunaan teknologi digital memiliki dampak positif yang besar.

Pelayanan terhadap masyarakat, dalam hal ini pemudik, lebih cepat. Tentu juga utamanya untuk mengurangi potensi kecelakaan yang kerap kali terjadi. 

Menurutnya, apabila aplikasi ini benar-benar berfungsi baik, Polresta Cirebon telah melakukan kemajuan dan melangkah ke depan.

Ada proses akselerasi yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan pelayanan.

“Patut diapresiasi. Aparat kepolisian sudah mempraktekan dromologi dan responsif terhadap perubahan-perubahan teknologi. Ini sesuatu yang luar biasa yang bagus dan sudah menjadi keharusan di saat-saat ini,” kata Khaerudin yang merupakan lulusan S3 Komunikasi UGM tahun 2022. 

Khaerudin mengatakan, sejumlah pihak banyak yang mengapresiasi Polri dalam pengamanan dan penangan arus mudik dan balik tahun 2023.

"Stigma kemacetan yang setiap tahun membayangi pemudik kian terkikis oleh berbagai penanganan dan pelayanan," ujar dia.

https://bandung.kompas.com/read/2023/06/12/140313778/di-balik-senyum-pemudik-ada-elang-sangkan-yang-siaga

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com