Salin Artikel

Berawal dari Laporan Penyekapan, Komplotan Perdagangan Orang di Bogor Terbongkar

Keempat tersangka itu berinisial LS (49), RA (32), AK (37), dan S alias Edi (63). Mereka akan memberangkatkan laki-laki dan perempuan sebagai pekerja migran ke Malaysia.

"Kami sudah menetapkan empat orang tersangka untuk dimintai pertanggungjawaban sebagaimana perbuatan hukum yang mereka lakukan," ujar Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin saat konferensi pers di Mapolres Bogor, Cibinong, Rabu (14/6/2023).

Iman mengatakan, kasus ini bermula dari laporan warga melihat aktivitas mencurigakan di salah satu rumah yang dijadikan sebagai tempat penampungan pekerja migran Indonesia nonprosedural alias ilegal.

Di rumah itu, dua orang korban disekap dan akan dikirim untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan gaji Rp 10 juta per bulan di Malaysia.

"Dua korban ini melarikan diri penampungan itu lalu melapor telah terjadi penyekapan di sebuah rumah yang terletak di Rancabungur," ungkap Iman.

Setelah itu, penyidik Sat Reskrim Polres Bogor bersama Polsek Rancabungur mendatangi lokasi lalu menangkap tersangka S alias ED (63) sebagai perekrut.

Dari penangkapan pada Rabu (7/6/2023) itu, tim penyidik melakukan pengembangan dan sehari kemudian berhasil menangkap tersangka RA di wilayah Ciamis.

Tim Resmob Polres Bogor dan Unit PPA kembali melakukan penangkapan terhadap dua pelaku lainnya yaitu, LS dan AK di daerah Medan, Sumatra Utara, Selasa (13/6/2023) kemarin.

Dari pemeriksaan LS, polisi mendapati bahwa ada sejumlah pelaku lain dari sindikat perdagangan orang yang belum tertangkap. 


Kini, polisi masih mengejar enam orang yang diduga pelaku lainnya.

"Terhadap empat orang tersangka sudah kami lakukan penahanan dan kami juga masih melakukan pengembangan terhadap tersangka lain yang ditetapkan dalam DPO," ujarnya.

Di rumah penampungan itu, polisi berhasil menyelamatkan lima orang korban yang hendak diberangkatkan secara ilegal.

Kelima korban ini berinisial SR, K, ER, NA, dan PP berasal dari Bogor, Cianjur dan sekitarnya. 

Mereka mengaku tergiur perekrutan pekerja migran di luar negeri secara legal oleh S alias Edi sang perekrut.

Seorang korban pun mengaku bahwa saat itu tak sengaja melihat postingan perekrutan tersebut di Facebook. 

Dia kemudian tergiur lalu menghubungi nomor yang tercantum di postingan perekrutan tersebut.

Para tersangka menyebut akan mengirim korban sebagai pekerja migran bergaji besar ke Malaysia.

Korban yang berhasil mendaftar perekrutan itu kemudian dijemput dan dibawa ke penampungan oleh S alias Edi.

Selama di penampungan, mereka diawasi oleh tersangka RA. Untuk lebih yakin, para korban disebut akan dibiayai mulai pembuatan pasport, tiket pesawat, hingga pelatihan kerja.


Mereka juga diiming-imingi pekerjaan nyaman dengan gaji besar Rp 10 juta per bulan.

"Para korban tidak boleh pulang dan akan dibuatkan passport untuk keperluan wisata. Terdapat 12 koper-koper berisi pakaian korban yang ditinggal di penampungan," ujarnya.

"Agar tidak terlihat sebagal PMI Korban diantarkan ke bandara Soekarno-Hatta untuk penerbangan tujuan Kualanamu atau Pekanbaru, kemudian diberangkatkan ke Penang atau Kuala Lumpur Malaysia menggunakan ferry sebagai wisatawan," imbuhnya.

Dari kegiatan ilegal tersebut, para tersangka bisa mendapatkan keuntungan sekitar Rp 5 juta dari satu orang pekerja migran ilegal yang dikirim Malaysia.

"Total ada 61 korban, 22 sudah pulang, sisanya 39 masih ada di luar negeri dan kami masih koordinasi dengan pihak terkait untuk bisa diupayakan untuk dipulangkan," terangnya.

Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 10 Jo Pasal 4 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan/atau pasal 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

https://bandung.kompas.com/read/2023/06/14/175044278/berawal-dari-laporan-penyekapan-komplotan-perdagangan-orang-di-bogor

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com