Salin Artikel

Anak 1 Tahun di Garut Divonis TB Paru karena Asap, Padahal Orangtua Tidak Merokok

GARUT, KOMPAS.com – Pasangan suami istri Novi Mulyana (40) dan Noviyanti (35), warga Kampung Cisanca RT 03/06, Desa Cintarakyat, Kecamatan Samarang, Garut tak habis pikir saat mengetahui anak keempatnya yang berusia 1 tahun 7 bulan divonis tuberkulosis (TB) paru. Padahal, Novi dan istri bukan perokok.

TB merupakan suatu penyakit bakteri menular yang berpotensi serius yang terutama mempengaruhi paru-paru.

“Sekarang sudah tiga hari (divonis TB), jadi harus minum obat setiap hari selama enam bulan, dua minggu sekali kontrol ambil obat,” jelas Noviyanti saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Senin (25/6/2023).

Noviyanti bercerita, sekitar dua minggu lalu, anaknya mengalami batuk yang tak kunjung sembuh meski sudah diobati.

Setelah dibawa ke klinik di kawasan Kecamatan Garut Kota, anaknya diminta menjalani tes laboratorium dan rontgen. Hasilnya, positif TB paru.

“Penyebabnya katanya karena dari asap, bisa asap rokok. Padahal saya dan suami tidak merokok,” jelas Noviyanti.

Novi Mulyana sudah berhenti merokok sejak anak pertama lahir.

Namun Noviyanti tak menampik, rumahnya kerap dijadikan tempat berkumpul teman-teman suaminya yang kebanyakan perokok. Saat teman-teman suami berkumpul di ruang tengah dan merokok, tak jarang anaknya juga berada di ruangan tersebut.

“Tapi beberapa bulan ini sudah nggak kumpul-kumpul lagi, jarang kumpul-kumpul di sini. Kalau dulu iya, jadi tempat kumpul, ngerokok, ngopi di sini,” katanya.

Anak keempat Noviyanti terbilang kecil jika dilihat dari berat badannya. Di usia 19 bulan ini, berat badannya 8,8 kilogram. Sementara berat badan lahir (bbl) 2,2 kilogram.

“Lahirnya lewat dari HPL (Hari Perkiraan Lahir), jadi 10 bulan lebih dalam kandungan,” kata Noviyanti.

Noviyanti mengakui, dirinya sempat menjadi perokok, meski bukan perokok berat. Ketika hamil anak pertama hingga usia anak pertama lebih dari dua tahun, Noviyanti sempat berhenti merokok.

Namun dia kembali merokok dan berhenti sejak hamil anak kedua hingga saat ini.

“Sampai sekarang sudah tidak merokok, suami saya juga sudah lama tidak merokok. Dulu merokok juga hanya saat-saat tertentu, habis makan misalnya,” katanya.

Sang suami, Novi menambahkan, di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat tuberkulosis (TB).

“Baru anak keempat yang sampai kena penyakit ini, yang lainnya Alhamdulillah nggak kena penyakit ini, makanya kaget juga (anaknya divonis TB Paru),” katanya.

Novi yang sehari-hari bersama istri menjalankan usaha catering di rumah menduga, anaknya mungkin terinfeksi TB dari orang-orang di sekitarnya yang merokok atau dari asap dapur saat memasak catering.

“Memang kalau lagi masak ada asap dari dapur juga kan, karena banyak yang masak. Tapi itu (masak) seminggu paling dua kali kalau lagi ada pesanan saja,” katanya.

Kasus anak terpapar TB paru di Garut

Ditemui terpisah, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Yodi Sirodjudin yang juga Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Garut mengakui, kasus anak balita yang terpapar TB Paru di Garut memang cukup banyak meski sampai saat ini belum ada studi yang bisa mengukur pasti jumlahnya.

“Memang banyak ditemui kasus seperti itu, tapi kalau angka pastinya kita belum tahu, karena belum ada studi menghitung itu (kasus TB Paru Balita),” kata Yodi saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (26/06/2023).

Yodi mengatakan, salah satu faktor penyebab paling dominan adalah asap rokok.

“Jadi dalam hal ini anak menjadi perokok pasif (terpapar asap rokok dari orang lain). Biasanya, perokok pasif risikonya lebih tinggi (terinfeksi TB),” katanya.

Selain itu, anak yang tidak mendapat imunisasi BCG juga dapat berpotensi terinfeksi TB.

Pasalnya, imunisasi BCG yang diberikan selambat-lambatnya saat anak berusia satu bulan, bertujuan untuk melindungi dari penyakit TB yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Selain menghindari penyakit TB, vaksin BCG juga dapat mencegah terjadinya radang otak (meningitis) akibat dari komplikasi TB.

“Faktor penyebab lainnya bisa jadi karena anak-anak tidak mendapatkan imunisasi lengkap, salah satunya imunisasi BCG yang akan melindungi anak dari penyakit TBC,” katanya.

Pemerintah Kabupaten Garut sendiri, menurut Yodi telah berupaya mengurangi risiko perokok pasif terpapar asap rokok dengan membuat Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) yang diikuti surat edaran Bupati Garut.

“Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang kawasan tanpa rokok dan penyelenggaraan pengamanan zat adiktif dalam bentuk produk tembakau bagi Kesehatan,” jelas Yodi.

Perda tersebut salah satunya mengatur tentang tempat-tempat yang harus bebas dari asap rokok dan sama sekali tidak boleh dibangun tempat khusus untuk merokok dan juga mengatur tempat-tempat yang wajib menyediakan fasilitas tempat khusus untuk merokok.

Yodi mengungkapkan, dalam Perda Nomor 1 Tahun 2018, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) itu meliputi fasilitas pelayanan Kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.

“Untuk fasilitas pelayanan Kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum, sesuai dengan pasal 10 Perda Nomor 1 Tahun 2018, itu tidak boleh ada ruang khusus untuk merokok, jadi KTR yang harus bebas dari asap rokok sampai batas terluar,” katanya.

Sementara, untuk tempat kerja dan tempat umum menurut Yodi, Perda Nomor 1 Tahun 2018 mengatur agar menyediakan tempat khusus untuk merokok. Namun, ruang untuk merokok ini juga ada aturannya.

“Jadi tempat merokoknya itu harus ruang terbuka, jadi udara tersirkulasi dengan baik, terpisah dari Gedung atau ruangan, jauh dari pintu keluar masuk ruangan atau Gedung dan jauh dari lalu Lalang orang,” katanya.

Perda ini, menurut Yodi diharapkan setidaknya bisa menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat sehingga Kesehatan masyarakat terlindungi dari penyebab penyakit dan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok.

“Perda ini diharapkan juga bisa menekan angka perokok pasif dan resiko paparan perokok aktif sampai bisa mencegah perokok pemula,” katanya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/06/28/190612278/anak-1-tahun-di-garut-divonis-tb-paru-karena-asap-padahal-orangtua-tidak

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com