Salin Artikel

Menilik Kampung Layang-layang di Bandung Barat, dari Perajinnya Terbang sampai Jakarta dan Surabaya

Pagi itu warga di Kampung Cikeuyeup, Desa Singajaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat sedang sibuk menggarap jutaan layang-layang atas besarnya permintaan pasar untuk dikirim segera ke kota-kota besar.

"Satu orang paling sedikit bisa produksi 1000 layang-layang dalam seminggu. Itu kalau dikerjakan dari bahan mentah bambu, diraut, diikat, ditempel kertas sama 1 orang," kata Aep Saepudin (46), perajin setempat saat ditemui di kediamannya, Jumat (7/7/2023).

Dari hitung-hitungan itu, satu perajin layang-layang di Kampung Cikeuyeup bisa meraup pendapatan Rp 700.000 hingga Rp 1,5 juta per pekan.

Bagi masyarakat kampung, penghasilan itu cukup untuk menambal kebutuhan pokok sehari-hari.

"Sekarang satu layang-layang dari perajin dijual ke pengepul dengan harga Rp 900. Biasanya kita yang antar ke Bandung kalau enggak dari pihak sana bawa truk ke sini," tutur Aep.

Baginya, pembuatan layang-layang ini bukanlah hal yang sulit dikerjakan bagi masyarakat Kampung Cikeuyeup.

Masyarakat di 5 RW di Desa Singajaya memiliki keterampilan membuat layang-layang sejak mereka duduk di bangku SD sekalipun.

"Di sini mah setiap rumah jadi perajin, mulai dari bapaknya, ibunya, sampai anaknya jadi perajin. Apalagi musim layang-layang seperti sekarang, permintaannya sedang banyak," kata Aep.

Buah karya tangan-tangan terampil masyarakat Kampung Cikeuyeup ini sampai ke tangan anak-anak di berbagai kota-kota besar di tanah air. Layang-layang yang diproduksi para perajin ini laku keras semasa libur sekolah belakangan ini.

"Hasilnya dikirim ke kota-kota seperti Bandung, Tangerang, Jakarta, Surabaya. Kalau sedang musim seperti sekarang para pengepul pada nyari ke kampung ini. Ada yang bawa truk besar, ada yang bawa mobil boks, ucapnya.


Kampung Cikeuyeup dan anak layangan

Sebagaimana ingatan kolektif orang-orang tua, Kampung Cikeyeup sudah ramai dikenal sebagai kampung layang-layang sejak 1970-an.

Saat itu, anak-anak kampung mengenal layang-layang dari perantau Sumedang yang bermukim dan menjadi perajin di sana.

Kepala Desa Singajaya, Chozin Kurnia mengatakan, pemerintah desa mencatat jumlah perajin di wilayahnya tersebar di RW 04, 05, 06, 08 dan 11.

"Jumlah perajin yang kami catat ada sekitar 900 sampai 1000 orang. Para perajin layang-layang tersebar di 5 RW," ungkap Chozin.

Dari perajin itu, masyarakat dikenalkan bagaimana cara meraut bambu dan menimbang dengan benang, hingga akhirnya satu per satu masyarakat mendapatkan keuntungan dari menjual layang-layang hasil karya mereka.

"Semuanya bikin. Kerajinan ini memang sudah dari sekitar tahun 1970 waktu saya SMP. Orangtua-orangtua kami mengajarkan cara membuatnya. Bahkan sampai sekarang, anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah sudah bisa cari uang dengan membuat layangan," imbuh Chozin.

Seiring perjalanan waktu, pemilik modal datang dan menyediakan bahan baku mulai dari bambu, benang, sampai kertas yang sudah disiapkan dari pabrik.

Para perajin yang tak punya kuasa atas pasar akhirnya tunduk di bawah sistem pengepul.

"Jadi mereka gak boleh jual ke siapa-siapa lagi karena bahan baku dan upah yang sebenarnya enggak seberapa sudah dalam kontrol pengepul," tutupnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/07/07/182955578/menilik-kampung-layang-layang-di-bandung-barat-dari-perajinnya-terbang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke