Salin Artikel

Bukan Dikeroyok Kakak Kelas, Bocah SD di Sukabumi Meninggal karena Tetanus

Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo mengatakan, penyelidikan dihentikan karena hasil dari rangkaian penyelidikan dan gelar perkara tidak memenuhi adanya bukti unsur pidana yang disangkakan pelapor.

Ari menyebut, tidak ada satupun saksi dari sekolah yang melihat terduga pelaku yang dilaporkan melakukan pemukulan atau penganiayaan kepada korban.

Selain itu, dari pemeriksaan tim dokter, tidak ditemukan tanda kekerasan di tubuh MHD.

"Terkait penanganan kasus ini bahwa, kita akan menghentikan penyelidikan. Jadi tidak naik ke tahap sidik (penyidikan)," ujar Ari, saat konferensi pers di Mapolres Sukabumi Kota, Senin (11/7/2023).

Meninggal karena tetanus 

Dalam konferensi pers tersebut, polisi juga menghadirkan dua dokter yang memeriksa MHD.

Pertama, dokter forensik RSUD Syamsudin SH, Nurul Aida Fathia, dan Wakil Direktur Medis RSU Hermina Sukaraja, Andreansyah Nugraha.

Sementara dokter penanganan pertama korban MHD dari Rumah Sakit Primaya sebelum dirujuk ke Hermina tidak dihadirkan dalam konferensi tersebut dan hanya Kepala Puskesmas Sukaraja yang hadir.

Terkait dengan meninggalnya MHD, Andreansyah Nugraha mengungkapkan, MHD sempat dirawat di Rumah Sakit Hermina selama empat hari sebelum dinyatakan meninggal dunia.

"Pasien datang mengeluh sakit di bagian punggung dan mulut terasa kaku. Mulutnya tidak bisa membuka secara maksimal dan disertai batuk-batuk selama dua hari," ujar Andreansyah.

Kemudian, dari pemeriksaan pihak medis dari Hermina, ditemukan adanya riwayat infeksi cairan di bagian telinga korban.

"Pada saat itu kita curigai tetanus, makanya kita konfirmasi ada riwayat trauma, tertusuk jarum atau benda tajam, atau adanya trauma jelas yang berlebih. Kita tanyakan juga pasien dan keluarga, (jawabannya) tidak ada riwayat konfirmasi," tutur Andreansyah.

Dalam pemeriksaan visum luar, dokter tidak menemukan adanya luka.

Begitu pun dengan hasil foto rontgen bagian tulang belakang tidak ditemukan retakan atau patah tulang.

"Pada awal pemeriksaan di kulit luarnya tidak ditemukan jejak apa pun. Makanya visum luar tidak ada (luka). Dari hasil rontgen di bagian kaku tidak ditemukan adanya patahan atau retakan tulang," ucap dia.

Hasil pemeriksaan Rumah Sakit Hermina, korban mengidap penyakit tetanus yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.

"Selama perawatan, kemungkinan ini penyebab tetanus karena infeksi. Ini dibuktikan ada pemeriksaan lab mengarah leukosit tinggi dan hasil rontgen ada tanda-tanda infeksi, ditambah di telinga ada cairan infeksi," ucapnya.

Selama dalam perawatan di instalasi gawat darurat (IGD), kondisi MHD semakin kritis sehingga dirawat di ICU selama tiga hari.

"Namanya infeksi berat bisa mengkibatkan koma atau penurunan kesadaran. Jadi penyebab kematian perjalanan dari penyakit yaitu tetanus berikut dengan infeksinya." ucap Andreas.

Pihak rumah sakit juga sudah memberitahukan hal ini kepada keluarga pada saat sebelum tindakan kegawatan dan sesudah pasien meninggal.

Tim medis rumah sakit menduga, MHD tak mendapatkan imunisasi tetanus secara utuh sewaktu masa imunisasi anak.

"Waktu itu kita tanyakan riwayat imunisasi ternyata dari orangtua memang riwayat imunisasinya tidak lengkap. Cuma orangtua tidak tahu, tidak dilakukan imunisasi tetanus (lalu) ada infeksi tertentu tanpa ada trauma tertusuk itu bisa (tetanus)," tutupnya.

Sementara, dokter spesialis forensik RSUD Syamsudin, Nurul Aida Fathia, mengatakan, pada saat ekshumasi, kondisi jasad korban sudah mengalami pembusukan.

Pada saat dilakukan ekshumasi sudah 11 hari pasca-dikuburkan, tim medis menemukan tanda luka, tapi bukan luka akibat tindakan medis.

"Jadi ditemukan di punggung tangan akibat infus, kemudian di pergelangan tangan, lengan bawah, dan beberapa di lengan atas ada memar itu bisa akibat dari tindakan medis," ujarnya.

Aida menjelaskan, beberapa sampel tubuh, di antaranya wajah, dada, dan paru-paru korban, diambil  untuk diuji di laboratorium karena keluarga menduga ada tanda kekerasan.

Beberapa sampel yang diambil yaitu di bagian paru-paru, ditemukan bahwa korban mengalami gangguan pernapasan.

"Ternyata dari hasil pemeriksaan laboratorium pun tidak ditemukan adanya tanda kekerasan. Dalam hal ini dari lab bisa kelihatan karena tidak ada pendarahan di situ. Dari otot tidak ada (pendarahan), dari kulit tidak ada. Artinya itu bisa menyingkirkan tanda kekerasan. Jadi memang ada kondisinya, gangguan pada paru-paru atau gangguan napas," ujarnya.

Berdasarkan temuan tersebut, pihak forensik menyimpulkan bahwa MHD meninggal dunia akibat penyakit dan mati lemas.

"Betul, mengarahnya ke penyakit karena organ dalamnya pun itu mengarah ke penyakit yang menyebabkan dia kekurangan oksigen dan mati lemas," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, bocah kelas 2 SD berinisial MHD (9) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat meninggal dunia diduga dikeroyok oleh sejumlah kakak kelasnya.

MHD sempat menjalani perawatan selama beberapa hari. Namun, korban dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (20/5/2023).

Dugaan pengeroyokan disampaikan kakek MHD berinisial MY.

Dia menjelaskan, MH dianiaya pertama kali pada Senin (15/5/2023). Setelah itu, MHD mengeluh sakit.

Ketika berada di sekolah, korban kembali dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Selasa (16/5/2023).

Setelah pengeroyokan ini, MHD mengalami kejang-kejang dan dibawa ke rumah sakit.

MHD kemudian dipindahkan ke RS Hermina setelah pihak rumah sakit yang pertama mengetahui korban diduga mengalami tindak kekerasan.

"Dari situ korban baru mengakui bahwa dirinya sudah dikeroyok oleh tiga orang kakak kelasnya," ujar MY.

MY mengatakan, sebelum meninggal, MHD sempat menyebut nama salah satu pelaku pengeroyokan berinisial AZ.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Keterangan Dokter soal Penyebab Meninggalnya Murid SD yang Diduga Korban Kekerasan di Sukabumi

https://bandung.kompas.com/read/2023/07/11/165454578/bukan-dikeroyok-kakak-kelas-bocah-sd-di-sukabumi-meninggal-karena-tetanus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke