Salin Artikel

Fenomena Suhu Dingin di Bandung dan Sekitarnya, BMKG Ungkap Penyebabnya

BANDUNG, KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Bandung Teguh Rahayu mengatakan suhu dingin yang terjadi Kota Bandung belakangan merupakan fenomena alami.

Teguh mengatakan, fenomena itu kerap terjadi pada Juli hingga Agustus mendatang.

BMKG mencatat selama lima hari terakhir suhu di Kota Bandung hingga wilayah Lembang sangat bervariatif.

Namun, wilayah Lembang tercatat mengalami peningkatan suhu dingin yang melebihi Kota Bandung. 

Pada tanggal 14 Juli suhu di Kota Bandung menginjak 19 derajat celsius, sedangkan di Lembang menginjak 16,8 derajat celsius.

Sementara di tanggal 15 Juli suhu di Bandung mencapai 19,9 derajat celcius, di Lembang mencapai 16,8 derajat celcius.

Lalu tanggal 16 Juli suhu di Kota Bandung mencapai 20 derajat celcius sedangkan di Lembang 16,8 derajat celcius.

Kemudian pada tanggal 17 Juli suhu Kota Bandung menginjak 19,4 derajat celcius, sedangkan di Lembang mencapai 16,2 derajat celcius.

Terakhir, pada tanggal 18 Juli kemarin Kota Bandung mencapai 17 derajat celcius, sedangkan di Lembang menginjak 15,4 derajat celcius.

"Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa suhu udara minimum mengalami perubahan signifikan pada hari ini, yaitu mencapai 17 derajat Celsius. Nilai Suhu minimum normal pada bulan Juli adalah 18,2 derajat Celsius, dan pada Agustus nilainya 17,5 derajat Celsius," kata dia melalui pesan singkat, Rabu (19/7/2023).


Menurutnya, suhu dingin ekstrem memang cenderung berpeluang terjadi saat musim kemarau, terutama di malam hari.

Sedangkan, di siang hari, terik sinar matahari maksimal lantaran tidak tertutupi awan. Akibatnya, kata Teguh, permukaan bumi menerima radiasi yang maksimal. 

"Di malam hari, bumi akan melepaskan energi. Karena tidak ada awan, maka di malam hari hingga dini hari, radiasi yang disimpan di permukaan bumi akan secara maksimal dilepaskan. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan permukaan bumi mendingin dengan cepat karena kehilangan energi secara maksimal. Dampaknya adalah suhu minimum atau udara dingin yang ekstrem di malam hingga dini hari," jelasnya.

Faktor lainnya, yang menyebabkan suhu udara menjadi dingin, lanjut dia, adanya musim dingin di wilayah Australia. 

Teguh menerangkan, terdapat pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia dan menyebabkan pergerakan masa udara dingin menuju Indonesia, atau lebih dikenal dengan angin monsun Australia.

"Angin ini juga merupakan penyebab utama terjadinya musim Kemarau di Indonesia. Angin monsun Australia ini membawa suhu dingin yang berada di wilayah Australia ke wilayah Indonesia yang berada di wilayah BBS (Belahan Bumi Selatan)," terangnya.

Fenomena suhu dingin yang kini tengah melanda Kota Bandung dan sekitarnya, kata dia, akan berlangsung hingga Agustus 2023 mendatang, dan akan kembali menghangat pada bulan September.

Fenomena suhu dingin ini secara empiris akan berlangsung hingga Agustus 2023. Pada awal September akan berangsur menghangat kembali.

"Jadi masyarakat diharap untuk tidak panik melihat fenomena ini, karena suhu dingin pada puncak musim kemarau adalah suatu fenomena yang wajar terjadi terutama untuk wilayah Indonesia di BBS. Masyarakat diharap untuk menyiapkan diri dengan menggunakan jaket dan atau selimut di malam hari dan selalu menjaga stamina tubuh sehingga terhindar dari berbagai potensi penyakit," ujar dia.

https://bandung.kompas.com/read/2023/07/19/085938578/fenomena-suhu-dingin-di-bandung-dan-sekitarnya-bmkg-ungkap-penyebabnya

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com