Salin Artikel

Ketahuan Tak Bisa Baca, Siswa SMP di Pangandaran Ini Putuskan Keluar Sekolah

PANGANDARAN, KOMPAS.com - Minder karena ketahuan tidak bisa baca, seorang siswa SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kecamatan Mangunjaya, Pangandaran, Jawa Barat, memilih keluar sekolah.

Guru sekolah sekaligus koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Pangandaran, Dian Eka Purnamasari mengatakan, ada 29 siswa-siswi SMPN 1 Mangunjaya yang belum bisa baca tulis.

Mereka bahkan ada yang duduk di kelas IX dan siap-siap kelulusan.

"Ada satu orang, dua tahun kemarin [keluar). Ketahuan tidak bisa membaca," ujar Dian, Kamis (3/8/2023).

Saat ketahuan tidak bisa membaca, wali kelas mereka sempat menyarankan belajar membaca sepulang sekolah.

"Tapi, mungkin saya enggak tahu bagaimana, apakah ada temannya yang iseng atau bagaimana. Akhirnya, dia merasa minder karena teman-temannya sudah bisa membaca tapi dia belum," tutur Dian.

Saat itu, para guru berusaha menahan siswa tersebut tidak memilih keluar sekolah. Namun susah.

"Karena, kata orangtuanya itu, anaknya sudah enggak mau bersekolah lagi karena malu," beber dia.

Biasanya, guru meluangkan waktunya untuk mengajar siswa agar belajar membaca ketika waktu pulang atau setelah selesai waktu kegiatan belajar mengajar.

"Nah, mungkin ada siswa lain yang melihat dia tidak pulang dan sedang belajar membaca di sekolah. Jadi, akhirnya minder dan anak itu enggak mau bersekolah lagi," ujarnya.

Dian mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan agar anak tersebut tak berhenti sekolah.

"Tapi tetap mau keluar dan katanya mau pindah ke sekolah Mts. Jadi, ya udah yang penting jangan sampai putus sekolah. Setelah itu, baru diizinkan," kata Dian dikutip dari Tribunnews.

Solusi sekolah

Guna meminimalisir jumlah pelajar belum bisa membaca, SMP Negeri 1 Mangunjaya akan mengadakan program kegiatan literasi.

"Ada kemungkinan dimasukkan ke dalam P5 (Proyek Pengembangan Profil Pelajar Pancasila). Tapi, ini masih dibicarakan bersama panitia lain,” ujar Dian.

Dalam program literasi ini, kata Dian, siswa yang sudah pandai membaca diwajibkan ikut kegiatan pembiasaan membaca 15 menit.

Namun, bagi siswa yang belum bisa membaca serta menulis, diwajibkan ikut pelajaran tambahan membaca dan menulis. Satu guru membimbing dua orang yang belum bisa membaca dan menulis.

"Saya harap dengan program literasi sekolah yang akan dilaksanakan ini, siswa-siswi bisa lancar membaca dan menulis. Karena, itu kan keterampilan dasar, modal mereka belajar lebih banyak lagi," ungkapnya.

Dian mengaku bingung bagaimana puluhan siswa itu bisa sampai tidak bisa membaca. Ia mempertanyakan bagaimana mereka waktu bersekolah di tingkat SD.

"Kalau kurang guru kayaknya enggak. Saya juga enggak tahu itu bagaimana waktu sekolah di SD-nya,” ujarnya.

Dian mengatakan, untuk para siswa baru, ketika masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) SMP, mereka membuat tes yang intinya untuk melihat apakah anak itu bisa menulis atau membaca.

“Nah, hasilnya ya begitu (tidak bisa membaca dan menulis). Kami juga enggak tahu di SD-nya itu seperti apa. Kami menerima sudah seperti itu," ujarnya.

Dian mengatakan, dulu, untuk masuk sekolah ke jenjang berikutnya dilihat dari NEM.

"Tapi, kalau sekarang secara zonasi bisa diterima, secara kuota sekolah juga memadai, yang akhirnya kan harus kami terima anak tersebut untuk bersekolah,” ujarnya.

Diketahui 29 siswa tersebut sebagian besar pelajar laki-laki. 11 siswa adalah kelas VII, 16 siswa dari kelas VIII dan dua siswa dari kelas IX.

Dian mengatakan, salah satu penyebab para siswa itu belum bisa membaca karena proses belajar-mengajar di bangku sekolah dasar tidak efektif saat pandemi Covid-19.

Penyebab lainnya, kata Dian, kondisi orangtua yang mungkin terlalu sibuk dengan aktivitasnya sehingga akhirnya tidak ada stimulus dan bimbingan belajar dari orangtua.

"Saya juga merasa sedih, kasihan. Khawatir mereka minder di kelas. Makanya, saya biasanya memberi tanda pada buku nilai," ujar Dian.

Dia menduga, hal serupa terjadi tidak hanya di sekolah tempatnya mengajar.

"Kayaknya (di SMP lain di Pangandaran) sama saja. Malah saat saya lihat komentar di salah satu pegiat pendidikan di Instagram, banyak yang mengeluhkan," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Minder Karena Ketahuan Tidak Bisa Baca, Siswa SMP Negeri di Pangandaran Ini Putuskan Keluar Sekolah

https://bandung.kompas.com/read/2023/08/04/201057478/ketahuan-tak-bisa-baca-siswa-smp-di-pangandaran-ini-putuskan-keluar-sekolah

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com