Salin Artikel

Belum Ada Akses ke TOD Tegalluar, Pengamat Pertanyakan Peran Pemprov Jabar

BANDUNG, KOMPAS.com - Hingga saat ini belum ada akses jalan dan moda transportasi yang terintegrasi dengan Transit Oriented Development (TOD) Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Padahal, TOD yang akan dijadikan pemberhentian terakhir Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang rencananya akan dilakukan uji coba pra-operasi awal September nanti.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan, kondisi tersebut menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Ia justru mempertanyakan apa manfaat pembangunan Kereta Cepat saat transportasi yang terintegrasi dengan TOD Tegalluar masih belum dibangun.

"Kalau itu kan wewenang Pemerintah Provinsi Jawa Barat gitu. Makanya ngapain ada Kereta Cepat? Mau berhenti di sana (TOD Tegalluar) tapi kok jaringan belum ada," katanya dihubungi, Rabu (9/8/2023).

Djoko membandingkan kondisi TOD Tegalluar dengan pemberhentian Kereta Cepat yang ada di Padalarang.

Menurutnya, integrasi kendaraan yang menembus perumahan dan pemukiman warga yang nantinya menjadi calon penumpang masih belum terfasilitasi.

"Kalau jalur kereta itu sudah jadi yang dari Stasiun Bandung ke Padalarang, kemungkinan bus atau angkutan kota yang menembus perumahan juga disiapkan," terangnya.

Ia menambahkan, fasilitas penunjang tersebut tidak mungkin dibebankan pada operator. Pasalnya, KCJB merupakan Program Strategis Nasional.

"Enggak mungkin semua diurusi operator, ini kan program Strategis Nasional Pemda nya harus berfikir dong, itu yang terjadi di Jawa Barat, di Karawang juga ini masih belum jelas seperti apa," bebernya.

Djoko belum bisa memastikan apakah Program Strategis Nasional tersebut bisa dikatakan sukses atau tidak.

Mengingat, pendukung dari Program Strategis Nasional masih belum dijalankan.

Semestinya, kata Djoko, pembangunan fasilitas pendukung harus disiapkan bersamaan dengan pengadaan Kereta Cepat tersebut.

"Ya karena Pemdanya enggak mau tahu, enggak peduli. Salahnya di situ. Pak Ridwan Kamil berapa kali ikut kereta cepat masa enggak ngerti, enggak paham," ungkap dia.

Dia menilai, kondisi ini berbeda dengan Pemda Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah memperingatkan transportasi pendukung berupa bus lengkap dengan koridornya.

"Enggak tahu ini Jawa Barat kacau, masa kalah sama Jawa Tengah itu udah tujuh koridor yang dibangun. Jawa Barat satu juga belum. Boro-boro satu (koridor), perencanaan juga belum. Sebentar lagi Banten ada, Jawa Timur juga ada, yang enggak ada itu Jawa Barat," ungkap dia.

Pihaknya menekankan, pembangunan fasilitas berupa angkutan kota yang menembus kawasan mesti menjadi prioritas untuk mendukung program Kereta Cepat.

Tak hanya itu, Djoko mengingatkan, jangan sampai moda transportasi yang diberi akses menuju TOD Tegalluar hanya jasa transportasi berbasis online saja. Pemprov Jabar mesti mempertimbangkan kondisi sosial di lapangan.

"Intinya angkutan kota lah yang menyambung ke kawasan-kawasan warga, perumahan, pemukiman warga, jangan kereta cepat dipaksakan maen Ojol, kan belum tentu bisa diterima begitu saja," ungkap dia.

https://bandung.kompas.com/read/2023/08/09/190216078/belum-ada-akses-ke-tod-tegalluar-pengamat-pertanyakan-peran-pemprov-jabar

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com