Salin Artikel

Cerita Giman Antar Anaknya Raih Gelar Doktor Kimia Termuda di Jabar

GARUT, Kompas.com – Sambil menunggu Wiwit, Wagiman dengan semangat menceritakan bagaimana anaknya bisa menyelesaikan jenjang sekolah hingga meraih gelar doktor di usia yang masih muda.

Wagiman (51) merupakan warga Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, Garut. Sudah lebih dari 20 tahun, Wagiman bekerja menjadi tukang ojek.

Bersama istrinya, Tatat Kurniati (49), dia mampu mengantarkan anak sulungnya Wiwit Nur Hidayah meraih gelar doktor kimia termuda di Jawa Barat dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.

“Saya hanya mengantarkan saja kemauan anak, walau dengan hasil ngojek, saya juga tidak bisa sekolah sampai kuliah,” katanya kepada Kompas.com saat ditemui di kediamannya, Kamis (10/8/2023).

Sejak kecil, menurut Giman, Wiwit memang disekolahkan di sekolah-sekolah favorit di tingkat kecamatan hingga kabupaten.

Padahal, Giman mengakui biaya masuk sekolah favorit tidak sedikit.

“Dulu waktu masuk TK (taman kanak-kanak) di sini, orang-orang bilang anak tukang ojek saja pakai sekolah TK segala,” katanya. 

Tidak lama di sekolah TK, Giman pun menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar (SD) yang kebetulan ada di belakang rumahnya.

Meski masuk SD di usia 5 tahun, Wiwit selal meraih gelar juara di kelasnya hingga lulus.

Karenanya, saat akan masuk SMP, sesuai saran guru, Wiwit pun disekolahkan di SMPN 1 Bayongbong, meski tidak jauh dari rumahnya ada sekolah negeri juga. 

Tantangan besar mulai dirasakan Giman dan istri saat Wiwit lulus SMP. Karena menjadi salah satu lulusan terbaik di SMPN 1 Bayongbong, anaknya pun disarankan melanjutkan ke SMAN 1 Garut yang menjadi salah satu SMA favorit di Garut.

“Banyak guru SMP-nya yang bantu. Tapi kalau bantuan sifatnya pribadi saya tolak, kalau bantuan dari pemerintah saya terima,” katanya. 

Giman dan istri sudah sepakat akan mengantarkan kemauan anaknya bersekolah hingga ke jenjang sesuai yang diinginkan anaknya. Namun, keduanya sepakat untuk tidak menerima bantuan yang bersifat pribadi. 

“Kita enggak mau ada utang budi ke orang lain,” kata Tatat sang Ibu.

Pasangan suami istri ini menyadari betul bahwa menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit dengan standar Internasional butuh biaya besar.

Namun, karena tak ingin mematahkan semangat anaknya menimba ilmu, keduanya pun tetap mengizinkan anaknya sekolah di SMAN 1 Garut dan berhasil lulus memuaskan. 

“Masuk ke Unpad juga lewat jalur prestasi. Hasil tes juga diterima di kampus-kampus lain, tapi akhirnya pilih di Unpad,” katanya. 

Selama menjalani kuliah S-1 di Universitas Padjadjaran, Wiwit mengambil Jurusan Farmasi. Giman mengaku, saat itu anaknya memang menerima beasiswa dan biaya hidup.

Namun, biaya hidup sebesar Rp 600.000 per bulan tidak mencukupi kebutuhan anaknya yang harus tinggal di kos-kosan di daerah Jatinangor.

“Kalau berangkat, dibekelin berapa, terima aja, tidak pernah minta lebih,” Kata Tatat, sang ibu, menambahkan.

Dengan segala perjuangan, Giman dan istri pun berhasil mengantarkan anaknya meraih jenjang S-1.

Namun, perjuangan Giman dan istri mengantar anaknya menimba ilmu belum selesai. Sebab, selesai mengambil jenjang S-1 Farmasi, Wiwit melanjutkan kuliah profesi hingga menjadi apoteker. 

Selesai meraih gelar apoteker, Wiwit rupanya belum puas dan melanjutkan ke jenjang S-2 dengan berbekal beasiswa karena prestasi yang dimilikinya selama menempuh jenjang S-1 dan profesi.

Bedanya, menurut Giman, beasiswa yang didapat anaknya nilainya lebih besar sehingga bebannya sedikit berkurang. 

Tak puas dengan meraih gelar S-2, Wiwit anaknya ternyata juga sudah mempersiapkan diri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang S-3 yang juga lewat jalur beasiswa yang nilainya juga lebih besar hingga anaknya bisa sampai melakukan penelitian ke Jepang.

“Beasiswanya besar, bisa sampai dua kali ke Jepang, tinggal di sana beberapa bulan, semuanya dibiayai beasiswa,” katanya.

Selama anaknya terus menempuh pendidikan, Giman dan Tatat hanya bisa mendampinginya dan berdoa yang terbaik untuk anaknya. Sebab, mendukung dengan biaya, tentu berat bagi keduanya. Apalagi, anak bungsunya, adik dari Wiwit yaitu Dwi Sekar Pertiwi, juga sudah mulai kuliah di Universitas Padjadjaran. 

Rasa bangga jelas terpancar dari wajah Giman dan Tatat saat Wiwit ternyata berhasil menyelesaikan jenjang S-3 yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan oleh mereka sama sekali bisa menyekolahkan anak hingga jenjang tertinggi tersebut. 

“Saya mah enggak mau apa-apa dari anak-anak, melihat dia (Wiwit) bisa seperti sekarang saja sudah senang banget,” kata Tatat sang ibu berseri-seri.

https://bandung.kompas.com/read/2023/08/11/103432778/cerita-giman-antar-anaknya-raih-gelar-doktor-kimia-termuda-di-jabar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke