Salin Artikel

10 Tradisi Khas Sunda, Ada Botram dan Sisingaan

KOMPAS.com - Suku Sunda adalah suku bangsa yang mayoritas mendiami wilayah barat Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat dan Banten.

Wilayah persebaran masyarakat suku Sunda di wilayah barat Pulau Jawa ini kerap disebut sebagai Tatar Sunda atau Bumi Pasundan.

Meski begitu, populasi suku Sunda tidak hanya terbatas di Pulau Jawa saja, namun juga tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.

Oleh karenanya, tidak heran apabila beberapa tradisi suku Sunda juga dikenal luas oleh masyarakat di penjuru nusantara.

Dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber, berikut adalah ragam tradisi suku Sunda yang cukup populer dan dikenal hingga ke luar daerah.

1. Botram

Botram adalah istilah Sunda yang merujuk pada tradisi makan bersama dengan alas daun pisang atau tikar.

Uniknya, dalam tradisi ini lauk pauk yang akan dinikmati biasanya akan dibawa oleh tiap orang yang ikut serta.

Dilansir dari laman jakarta.tribunnews.com, menu botram biasanya berisi makanan tradisional seperti nasi liwet, sambel, ikan asin, tempe, tahu, kerupuk dan lalapan sebagai hidangan wajib, di samping lauk pauk tambahan lainnya.

Semua makanan yang dibawa akan ditata rapi memanjang dengan alas daun pisang yang digelar di depan peserta sebelum nantinya dinikmati bersama-sama.

Tradisi makan bersama khas Sunda ini dilakukan dengan tujuan untuk menjalin kebersamaan dan mengikat tali persaudaraan.

2. Nyaneut

Nyaneut adalah sebuah tradisi minum teh khas Sunda yang berasal dari wilayah Garut dan telah ada sejak ratusan tahun untuk menyambut tahun baru Islam.

Dilansir dari laman visitgarut.garutkab.go.id, istilah nyaneut sendiri merupakan akronim dari Nyai Haneut atau Cai Haneut yang artinya air hangat.

Tidak seperti jamuan minum teh biasa, pelaksanaan tradisi nyaneut memiliki ciri khas dalam pelaksanaannya.

Pertama, teh akan disajikan bersama kudapan berupa makanan tradisional seperti ubi jalar, singkong, dan ganyong yang direbus. Kedua, cara menikmati teh dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu memutar gelas teh di telapak tangan sebanyak dua kali, dilanjutkan dengan menghirup aroma teh sebanyak tiga kali, baru kemudian teh tersebut boleh diminum.

Tradisi ini disebut terkait dengan kebiasaan orang Sunda yang lebih suka minum teh daripada air putih, serta wilayah Garut yang menjadi penghasil teh berkualitas tinggi.

3. Seren Taun

Seren taun adalah sebuah tradisi sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Sunda terhadap hasil panen yang telah didapat.

Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, istilah seren taun berasal dari kata dalam bahasa Sunda, yaitu “seren” yang berarti menyerahkan dan “taun” artinya tahun. Dengan kata lain, seren taun merupakan prosesi serah terima dari panen tahun lalu untuk tahun mendatang.

Upacara adat yang dilakukan setiap tahun setelah panen padi ini digelar secara rutin, dan biasanya akan diikuti seluruh warga desa. Hal ini karena seren taun dianggap layaknya hajatan kampung yang meriah, sehingga hampir semua warga akan ikut terlibat setiap acara ini digelar.

Karena keunikannya, tak jarang akan ada wisatawan yang datang untuk menyaksikan jalannya tradisi ini.

4. Nyalin

Selain seren taun, ada pula tradisi nyalin yang dilakukan masyarakat Sunda di wilayah Karawang ketika masuk waktu panen.

Dilansir dari Kompas.com, nyalin merupakan tradisi mengganti benih dengan mengambil bulir padi terbaik sebagai bibit pada musim tanam selanjutnya. Nyalin yang dilakukan secara perorangan juga dilihat sebagai etika budaya sebelum memanen.

Pada tradisi ini akan disiapkan beberapa sesaji seperti tumpeng, sayuran dan buah-buahan, kelapa, tampolong, tebu, bakakak, pusaka, gentong, pusaka, amparan samak, bubur merah dan bubur putih, parukuyan beserta arang, api dan kemenyan, serta alas lawon bodas.

Setiap sesaji yang bermakna sebagai ungkapan penerimaan kepada sang pencipta akan melengkapi prosesi ketika mantra dan doa yang dipanjatkan dengan khusyuk.

5. Munggahan

Munggahan adalah tradisi yang dilakukan masyarakat Sunda menjelang bulan Ramadhan.

Dilansir dari Kompas.com, munggahan memiliki makna berjalan atau keluar dari kebiasaan yang kerap dilakukan sehari-hari, yang secara harfiah diartikan sebagai upaya untuk naik ke bulan suci Ramadhan yang derajatnya lebih tinggi.

Tradisi munggahan dilakukan pada akhir Sya'ban dalam kalender Hijriah atau tepat sehari sebelum datangnya Ramadhan.

Munggahan dilakukan dengan berbagai cara, seperti berkumpul bersama keluarga, makan bersama, saling bermaaf-maafan, menyelenggarakan doa bersama, atau berwisata dengan keluarga. Ada juga yang mengisinya dengan berziarah atau bersedekah.

Sebagai bagian dari tradisi, masyarakat yang menjalankan tradisi ini juga akan membersihkan seluruh anggota badan dengan mandi dan keramas sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.

6. Ngadulag

Ngadulag adalah tradisi menabuh bedug yang dilakukan masyarakat Sunda pada waktu tertentu, seperti pada bulan Ramadhan atau dalam perayaan hari besar Islam.

Dilansir dari laman jatim.tribunnews.com, ngadulag menjadi salah satu tradisi unik pada bulan Ramadhan yang ditunggu-tunggu karena setiap irama yang dimainkan memiliki arti tertentu.

Sebagai contoh, terdapat dulag kuramas, yakni pola menabuh bedug yang dibunyikan pada satu hari jelang Ramadhan, untuk mengajak warga setempat mensucikan diri dengan berkeramas sebelum melakukan puasa di esok hari.

Ada juga dulag jaman, yakni pola menabuh bedug yang dibunyikan pada saat masuknya waktu sahur.

Pada malam hari di bulan Ramadhan, terdapat dulag tarawih dan dulag tadarus, yakni pola menabuh bedug yang menandai masuknya waktu shalat tarawih dan tadarus Al Quran.

Selain itu ada dulag fitrah atau dulag lilikuran, yakni pola menabuh bedug yang menandakan masuknya malem lilikuran atau hari ke 21 Ramadhan yang akan dibunyikan hingga 1 Syawal.

7. Nganteuran

Nganteuran yang bermakna mengantarkan adalah tradisi masyarakat Sunda yang biasanya dilakukan dengan bertukar makanan saat menjelang hari raya Idul Fitri.

Menyambut hari besar tersebut, masyarakat akan saling bertukar hidangan, mulai dari ketupat, opor, hingga aneka kue.

Dilansir dari laman jabar.nu.or.id, nganteuran juga merupakan istilah untuk kegiatan mengirim makanan kepada seseorang yang sedang bekerja di ladang atau sawah ketika jam makan tiba.

Ada pula yang menggunakan istilah ini untuk menggambarkan orang tua yang hendak mengirim bekal kepada anak yang tengah berada di pesantren.

8. Nenjrag Bumi

Nenjrag bumi adalah salah satu tradisi unik kepada bayi yang baru lahir yang dilakukan masyarakat Sunda terutama yang tinggal di wilayah Bandung.

Dilansir dari laman bobo.grid.id, pelaksanaan upacara adat nenjrag bumi dilakukan dengan cara meletakkan bayi di atas lantai berbahan bambu terbelah. Kemudian, lantai bambu tersebut diinjak atau dihentak dengan kaki oleh ibu dari sang bayi sebanyak tujuh kali.

Sementara dilansir dari laman Gramedia.com, ada juga yang melaksanakan tradisi nenjrag bumi dengan membaringkan bayi di tanah dan memukulkan alu atau tongkat sebanyak tujuh kali ke arah tanah di dekat sang bayi.

Tradisi ini dianggap sebagai terapi untuk bayi agar tidak mudah ketakutan dan kaget. Sehingga diharapkan saat dewasa nanti, sang anak akan tumbuh menjadi sosok yang pemberani, tidak mudah takut atau terkejut.

9. Ngeuyeuk Seureuh

Dalam pernikahan adat sunda, terdapat sebuah tradisi yang dikenal dengan sebutan Ngeuyeuk Seureuh.

Dilansir dari laman Gramedia.com, tradisi yang dipimpin oleh pangeuyeuk ini merupakan prosesi saat calon pengantin meminta izin serta doa restu dari orang tua. Kemudian, calon pengantin akan disawer beras yang bermakna hidup sejahtera, dan digeprek dengan sapu lidi yang disertai dengan pemberian nasehat.

Setelahnya, kain putih penutup pangeuyeuk pun akan dibuka dan dilanjutkan dengan pembelahan mayang jambe serta buah pinang oleh calon mempelai pria. Prosesi ini akan diakhiri dengan menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali oleh calon mempelai pria.

Selama prosesi tersebut, akan dimainkan lagu kidung Pangeuyeuk sebagai pengiringnya.

10. Sisingaan

Tradisi Sisingaan adalah sebuah hiburan khas Sunda yang kerap muncul ketika acara khitan atau sunatan.

Sang anak akan dinaikkan ke sebuah tandu yang berbentuk boneka singa, dan digotong oleh empat orang lelaki dewasa untuk dibawa mengitari kampung setempat.

Dilansir dari laman Gramedia.com, tradisi ini konon berawal dari reaksi masyarakat terhadap situasi politik di masa penjajahan bangsa Eropa.

Bentuk singa yang digunakan adalah sebuah sindiran bagi simbol negara yang kerap digunakan bangsa Eropa, dengan menjadikannya sebuah piranti dalam tradisi yang bisa dinaiki dan dimainkan.

Sumber:
jakarta.tribunnews.com  
visitgarut.garutkab.go.id  
warisanbudaya.kemdikbud.go.id  
jatim.tribunnews.com 
bobo.grid.id  
jabar.nu.or.id  
ramedia.com  
gramedia.com  
Kompas.com (Penulis: Kontributor Karawang, Farida Farhan, Diva Lufiana Putri, Editor: Aprillia Ika, Inten Esti Pratiwi)

https://bandung.kompas.com/read/2023/08/26/151814578/10-tradisi-khas-sunda-ada-botram-dan-sisingaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke