Salin Artikel

Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum di Cirebon Naik dalam 3 Tahun Terakhir

CIREBON, KOMPAS.com – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Cirebon menyebut kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai pelaku di wilayah III Cirebon Jawa Barat meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Bapas menilai fakta ini menjadi masukan untuk seluruh pihak agar memberikan perhatian lebih pada kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

Kepala Bapas Kelas I Cirebon, Unggul Widyo Saputro menyampaikan, berdasarkan laporan sekaligus penanganan tim Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) Bapas Kelas I Cirebon, peningkatan kasus ABH anak sebagai pelaku itu setidaknya dapat dilihat pada tiga tahun terakhir, yakni tahun 2021, tahun 2022, dan tahun 2023 yang masih berjalan.

Dari kurun Januari sampai Desember 2021, ada sebanyak 113 kasus anak yang berkonflik atau berdahapan dengan hukum.

Kasus yang paling mencolok adalah penganiayaan, pencurian, dan pelecehan seksual.

Penganiayaan 46 kasus, pencurian 20 kasus, perlindungan anak termasuk di dalamnya, pelecehan seksual 18 kasus, undang-undang darurat 11 kasus, perampokan 6 kasus, pembunuhan 4 kasus, narkotika 3 kasus, undang-undang ITE 2 kasus, undang-undang kesehatan 2 kasus, dan 1 kasus kecelakaan lalu lintas.

Kemudian di tahun 2022, jumlah ABH meningkat menjadi 194 kasus. Kategori kasus penganiayaan masih mendominasi mencapai 51 kasus, disusul kasus pencurian 49 kasus, kemudian kasus perlindungan anak 47 kasus, termasuk pelecehan seksual.

UU darurat sebanyak 21 kasus, kasus perampokan sebanyak 6 kasus, masalah ketertiban umum 6 kasus, kasus narkotika 5 kasus, undang-undang kecelakaan lalu lintas 3 kasus, kasus asusila dan kasus pemerasan masing-masing 2 kasus, serta kasus undang-undang kesehatan dan uang palsu, yang masing-masing 1 buah kasus.

Unggul kembali menerangkan, meski belum tuntas hingga akhir tahun 2023, jumlah kasus ABH sudah mencapai jumlah tahun sebelumnya. Ada 170 anak yang berhadapan dengan hukum.

Hingga Agustus 2023, kasus perlindungan anak meningkat drastis dan tampak sangat mencolok, yakni 69 kasus. Sementara kasus penganiayan cukup menurun, dengan jumlah 39 kasus, disusul undang-undang darurat 29 kasus, kemudian kasus pencurian mencapai 20 kasus.

6 orang anak juga tersandung kasus perampokan. Kemudian kecelakaan lalu lintas dua orang anak, serta pemerasan, narkotika, UU kesehatan, kasus penadahan, perjudian, penelantaran anak, penipuan dan kasus migas yang masing-masing satu orang anak.

Dan di tahun 2023 ini, terdapat satu kasus orang anak berhadapan dengan hukum, dengan kasus perdagangan orang. Anak ini dinilai terlibat dalam rangkaian Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai perantara.

“Jumlah 170 kasus ABH itu sampai pertengahan Agustus, kemungkinan ada penambahan hingga akhir tahun 2023 berkaitan dengan kasus-kasus anak berkonflik dengan hukum,” tambah Unggul saat menyerahkan data ke Kompas.com pada (24/8/2023).

Unggul menyebut, data ini merupakan hasil dari penelitian kemasyarakatan, penanganan, serta pendampingan kasus yang dilakukan Bapas Kelas I Cirebon bersama pos bapas di wilayah masing-masing yakni, Majalengka, Kuningan, dan Indramayu.

Unggul menyadari peningkatan yang cukup signifikan itu merupakan fakta yang terjadi saat ini. Bapas Kelas I Cirebon tidak dapat menangani masalah ini sendirian. Butuh kerjasama banyak pihak, baik bersama penegakan hukum, kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan, dan juga dinas sosial, dinas lainnya serta lembaga sosial terkait, yang mencapai lebih dari 28 pihak berkepentingan dengan anak.

“Kita nggak bisa bekerja sendiri, tetapi pendekatan dan kerjasama dengan penegak hukum lainya, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Namun, langkah-langkah sebelum masuk ke peradilan kita lakuan mediasi ke arah diversi, langkah agar mereka tidak ke langkah terakhir; masuk lapas. Intinya the best interest child, kepentingan terbaik untuk masa depan anak,” tambah Unggul.

Ketahanan Keluarga Benteng Utama Anak

Kepala Subseksi Bimbingan Kemasyarakat Anak (Bimkemas) Bapas Kelas I Cirebon, Iwan Kurniawan menyampaikan, tren anak yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku cenderung terus mengalami peningkatan di tiap tahunnya.

Salah satu faktor yang mendorong terjadinya peningkatan ini dipicu dari lingkungan pertama, atau bagian hulu yakni pola asuh keluarga.

“Berdasarkan hasil litmas yang dilakukan Pembimbing Kemasyarakatan (PK), latar belakang anak melakukan tindak pidana cenderung berawal dari kurangnya pengawasan dari pihak keluarga,” kata Iwan saat ditemui Kompas.com.

Kurangnya pengawasan dari pihak keluarga, sambung Iwan, disebabkan karena orang tua di dalam keluarga tidak lengkap. Atau bisa jadi, secara fisik anak memiliki orang tua di rumah, namun anak tidak mendapatkan perhatian secara langsung, karena berbagai kesibukan dan alasan lain. Hal ini menyebabkan anak mendapatkan perhatian dari pihak lain.

“Keluarga tidak lengkap, atau si anak tidak langsung mendapat perhatian orang tua, sehingga mudah bergaul dengan pihak lain baik teman sebaya maupun yang sudah tergolong dewasa dengan pergaulan kurang baik dengan motif solidaritas atau yang lainya,” tambah Iwan.

Iwan menegaskan, ketahanan keluarga menjadi fondasi atau dasar yang kokoh bagi anak. Kebutuhan akan perhatian bagi anak sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya. Perhatian keluarga sangat mutlak untuk keberlangsungan pergaulan anak.

https://bandung.kompas.com/read/2023/08/28/115231978/kasus-anak-berhadapan-dengan-hukum-di-cirebon-naik-dalam-3-tahun-terakhir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke