Salin Artikel

Cerita Karang Taruna di Bandung, Raih Rp 2 Juta Sebulan dari Sampah Anorganik

BANDUNG, KOMPAS.com - Bermula dari kebuntuan mencari dana untuk perayaan HUT RI, para pemuda Karang Taruna RW 21 Antapani Tengah, Kota Bandung, mencari cara lain dengan mengumpulkan sampah.

Dari sanalah akhirnya mereka bisa membiayai acara Agustusan. Bahkan berlanjut sampai sekarang untuk operasional Karang Taruna.

"Daripada danusan terus, bosen. Kita cari cara lain buat biayai acara Agustusan. Coba-coba ambil sampah anorganik di warga, terus dijual di bandar barang bekas. Ternyata lumayan juga hasilnya," kata Ketua Karang Taruna Unit 21 Antapani Tengah, Wahyu Nugraha, Jumat (1/9/2023).

Pengambilan sampah anorganik dilakukan seminggu sekali setiap hari Minggu dari pukul 09.00-15.00 WIB. Sampah anorganik yang paling banyak diperoleh jenis kardus dan botol mineral.

Mereka berkeliling dari rumah ke rumah untuk langsung mengambil sampah anorganik. Dalam seminggu, sampah anorganik yang dikumpulkan dari RW 21 Antapani Tengah mencapai lebih dari 200 kg.

"Kita olah, dipilih lagi mana yang bisa dijual langsung ke bandar barang bekas. Hasilnya bisa mencapai Rp 500.000 per minggu," ungkap Wahyu.

Hasil penjualan sampah anorganik dimasukkan ke kas Karang Taruna. Lalu dari sana akan dibuat program seperti hidroponik dan maggot yang hasilnya disalurkan juga untuk kepentingan pengolahan sampah.

"Hasil dari hidroponik itu juga buat warga juga. Bebas mau ambil, tidak perlu bayar. Kita juga bisa biayai acara-acara di RW lewat hasil jual anorganik," tuturnya.

Ia mengaku, banyak komentar yang didapatkan dari warga tentang pemilahan sampah ini. Namun, cenderung lebih banyak warga yang mendukung.

"Ke depannya kita ingin berikan feedback juga ke warga yang sudah mau memilah sampahnya. Ini juga bisa menjadi daya tarik agar masyarakat bisa mengolah sampahnya dengan baik dan benar," harapnya.

Sementara itu, Lurah Antapani Tengah, Teguh Haris Pathon menyampaikan, dari data pengumpulan sampah anorganik seminggu sekali yang diangkut oleh Karang Taruna bisa mencapai 258 kg.

Ia menyebutkan, beragam tanggapan dari masyarakat pun diterima saat menyosialisasikan program pilah sampah dengan Kang Pisman (program Pemkot Bandung).

"Awalnya ada yang merasa keberatan karena harus repot-repot pilah sampah. Tapi setelah kemarin TPA Sarimukti sempat tutup, bahkan sekarang juga terbakar, mereka jadi sadar kalau memilah sampah itu membuat kondisi lebih baik," ungkap Teguh.

Dulu, banyak warga yang mengeluhkan lingkungannya kotor, banyak lalat, belum lagi sampah berserakan karena diacak kucing dan tikus.

"Tapi kita terus berupaya menyosialisasikan kepada masyarakat untuk memilah sampah serta menjaga komitmen dari para RW tuntaskan permasalahan sampah," ujarnya.

"Apalagi saat ini kita sedang darurat sampah. Tinggal yang residunya kita mohon untuk ditampung dulu di rumah sampai TPS dan TPA dibuka kembali," pungkas Teguh.

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/01/171802478/cerita-karang-taruna-di-bandung-raih-rp-2-juta-sebulan-dari-sampah-anorganik

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com