Salin Artikel

5 Tahun Gerak Pendidikan di Jabar: Bak Keong Racun

BANDUNG, KOMPAS.com - Rata-rata lama sekolah masyarakat Jawa Barat saat ini tidak lebih dari 9 tahun, artinya rata-rata usia pendidikan masyarakat Jawa Barat hanya sampai sekolah menengah pertama (SMP).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rata-rata lama sekolah pada tahun 2022 yakni 9,07 tahun untuk laki-laki sementara 8,48 tahun untuk perempuan.

Angka itu lebih tinggi dibanding 2019 yakni 8,83 tahun, 2020 di angka 8,97 tahun, dan 2021 di angka 8,98 tahun untuk laki-laki Jawa Barat.

Sementara rata-rata lama sekolah perempuan Jawa Barat pada 2019 di angka 7,90 tahun, 2020 di angka 8,11 tahun, dan 2021 di angka 8,23 tahun.

Secara umum, angka rata-rata lama sekolah Jawa Barat tahun 2022 hanya sampai 8,78 tahun. Dengan angka tersebut, Jawa Barat berada pada rangking 18 dari 34 provinsi di Indonesia.

Dari data tersebut, kenaikan rata-rata lama sekolah Jawa Barat tidak lebih dari 0,5 selama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjabat.

Padahal sektor pendidikan mendapat porsi anggaran cukup besar saban tahunnya dengan jumlah minimal 20 persen dari APBD Provinsi Jawa Barat.

"Jalannya pendidikan Jawa Barat 5 tahun ini seperti jalannya keong racun, pelan-pelan. Memang tidak ada program inovatif dalam mengupayakan peningkatan rata-rata lama sekolah. Jabar Juara bidang pendidikan itu cuma slogan saja," ujar Pengamat Pengamat Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Profesor Cecep Darmawan saat dihubungi.

Meski mendapat porsi anggaran lebih besar dari sektor lain, namun program-program yang dijalankan selama 1 periode Ridwan Kamil menjabat tidak menyentuh masalah fundamental pendidikan.

"Tidak ada program terobosan, visi misi pendidikan di Jawa Barat tidak memperbaiki fundamental pendidikan di Jawa Barat. Seharusnya kalau visi misinya bagus, berarti fundamentalnya diperbaiki. Kalau diperbaiki butuh apa? kalau anggaran ya berarti harus mengikuti," papar Cecep.

Setidaknya ada sejumlah program unggulan di sektor pendidikan yang diusung di era kepemimpinan Ridwan Kamil. Beberapa program unggulan di antaranya Jabar Masagi.

Jabar Masagi digadang-gadang bisa menerjemahkan cita-cita revolusi mental Presiden Joko Widodo. Melalui program ini pemprov Jabar menitik beratkan pada pembentukan karakter berbasis budaya dan kearifan lokal.

Cecep menyoroti, program-program pendidikan Jawa Barat belum menyentuh kepada wilayah fundamental. Seharusnya, program unggulan lahir dari fakta persoalan yang memiliki ukuran.

"Pertama memastikan bahwa visi misi pendidikan harus didasarkan pada kenyataan, Evidence base policy. Jadi kebijakan yang berbasis kepada data," ucap Cecep.

"Sehingga indeks kekurangan kita apa, misalnya rata-rata lama sekolah, kemudian soal angka partisipasi sekolah, ketiga menyentuh pada standarisasi yang lain seperti infrastruktur dan pengajar," imbuhnya.

Rendahnya angka rata-rata lama sekolah dan kebijakan yang tidak fundamental di Jawa Barat selama 5 tahun belakangan ini berpengaruh juga pada minat lanjut sekolah ke jenjang lebih tinggi.

Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) di Jawa Barat cenderung berada di angka rendah yakni 25,75 persen pada tahun 2020, 25,83 persen pada tahun 2021, dan 26,01 pada tahun 2022.

"Angka partisipasi kasar kita itu dari SMA ke perguruan tinggi juga poinnya kurang dari 30 persen. Jadi Jawa Barat itu lebih dari 70 persen anak SMA tidak melanjutkan pendidikan perguruan tinggi setiap tahun," sebutnya.

Lupakan Indonesia Emas 2045

Rendahnya angka rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi kasar perguruan tinggi menjadi mimpi buruk bagi generasi yang digadang-gadang sebagai Indonesia emas pada tahun 2045 mendatang.

Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya ikut menyoroti 5 tahun Jabar Juara di sektor pendidikan. Menurutnya program-program pendidikan Jawa Barat selama 5 tahun ini terbilang monoton, sehingga tidak ada perubahan positif yang terlihat.

"Kalau kita terus menerus linear, lupakan Indonesia Emas. Jika kita tidak melakukan perubahan fundamental, kita tidak akan meraih sesuatu di Indonesia Emas. Ini PR kita bersama," kata Gus Ahad sapaan akrabnya.

Menurut Gus Ahad, Indonesia Emas 2045 merupakan investasi yang musti sudah dilakukan sejak sekarang. Karenanya, perubahan-perubahan besar yang disupport dengan anggaran daerah yang memadai adalah kunci untuk meraih generasi Indonesia Emas.

"Pemprov Jabar harus mengubah mindset dari belanja pendidikan, menjadi investasi kecerdasan anak bangsa. Jika mindset ini diubah, maka kebijakan-kebijakan juga berubah. Jadi jangan cuma mengejar naikin angka, tapi targetkan Indonesia maju," paparnya.

Sekolah Tidak Merata

Anggaran yang mendukung program-program fundamental bisa mempercepat pemerataan infrastruktur sekolah di semua wilayah di Jawa Barat. Minimal, di satu kecamatan terdapat 1 SMA atau SMK baik negeri maupun swasta.

"Kondisi saat ini, sebaran jumlah sekolah di Jabar belum merata. Data 2022 kemarin terdapat 18 kecamatan dari 627 kecamatan tidak memiliki sekolah baik SMA meupun SMK," tutur Gus Ahad.

Setidaknya ada 18 kecamatan itu ada di 6 daerah, 1 kecamatan di Sukabumi, 3 kecamatan di Sumedang, 1 kecamatan di Garut, 3 kecamatan di Ciamis, 8 kecamatan di Kuningan, dan 1 kecamatan di Purwakarta.

"Kita harus berani berpikir out of the box. Memang jika harus dibangun sekolah serentak biayanya mahal. Tapi kita bisa maksimalkan penggunaan-penggunaan aset milik pemerintah provinsi, daerah, maupun desa. Kemudian bangunannya disupport APBD Provinsi," tandasnya.

Pendidikan jadi fokus utama

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadikan pendidikan sebagai fokus utama. Sala satunya mendorong pendidikan vokasi lewat program SMK Juara.

"SMK menjadi salah satu konsentrasi mengingat angka pengangguran Jawa Barat disumbang paling besar oleh lulusan SMK," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, Iendra Sofyan dalam rilisnya.

Jabar Juara Lahir Batin juga menempatkan program keagamaan, pendidikan pesantren, dan umat sebagai prioritas penting.

Dari 25.938 pesantren di Indonesia, Jabar memiliki jumlah pesantren terbanyak dengan persentase 31.8 persen.

Berdasarkan Open Data Jabar, jumlah pesantren di Jabar pada 2021 mencapai 8.728 pesantren.

Dari angka tersebut baru 8.264 yang mempunyai NSPP (Nomor Standar Pondok Pesantren). Sementara jumlah santri yang mukim dan tidak mukim mencapai 879.183 santri.

Kondisi lainnya adalah masih banyak pesantren yang belum terdaftar di Kemenag, diperkirakan jumlah total pesantren sebanyak 12.000.

Jabar mencatat sejarah menjadi provinsi pertama di Indonesia yang memiliki peraturan daerah tentang pesantren.

Perda Provinsi Jabar Nomor 1 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren disahkan pada 1 Februari 2021.

Perda memuat tiga kewajiban pemerintah terhadap pesantren, yakni pemberdayaan, penyuluhan serta pembiayaan.

Dengan perda ini bantuan ke pesantren bisa diberikan secara berkelanjutan seperti pembiayaan SMA/SMK/MA. 8.000 lebih pesantren di Jabar terbantu dengan adanya perda ini.

Perda ini juga menunjukan upaya pasangan Ridwan Kamil-Uu memupus kesenjangan dan menciptakan kesetaraan untuk pesantren.

Dengan Perda Pesantren ini, semua santri dan santriwati di Jabar memiliki hak yang sama untuk difasilitasi negara.

Kebermanfaatan dan keberpihakan pada keumatan makin kuat lewat One Pesantren One Product (OPOP).

Program Jabar Juara Lahir Batin juga memberikan porsi besar pada penguatan syiar agama lewat Sadesha (Satu Desa Satu Hafiz), English for Ulama, hingga Magrib Mengaji lewat capaian yang terukur dan nyata.

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/04/080134778/5-tahun-gerak-pendidikan-di-jabar-bak-keong-racun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke