Salin Artikel

PMA di Jabar Tertinggi Nasional, tetapi Belum Terealisasi Sepenuhnya

BANDUNG, KOMPAS.com - Angka Penanaman Modal Asing (PMA) atau Investasi Provinsi Jawa Barat menjadi yang tertinggi secara Nasional di masa kepemimpinan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum.

Dari Rp 826 triliun PMA se-Nasional, Jawa Barat berhasil menyerap Rp 175 Triliun.

Meski menjadi yang tertinggi di antara Provinsi yang lain, dampak dari penyerapan nilai PMA tersebut masih belum terasa.

Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung Setia Mulyawan mengatakan, sejauh ini PMA tersebut masih dalam tahap kesepakatan saja.

Menurutnya, belum seluruh nilai Investasi telah disepakati dan terealisasi di Jawa Barat, apalagi Investasi asing.

"Itu kan baru ada dalam bentuk level agreement saja misalnya bahwa mereka akan investasi di Jawa Barat," katanya dihubungi, Senin (4/9/2023).

Setia menilai, efek dari Investasi tersebut baru akan terasa beberapa tahun yang akan datang. Setelah, nilai Investasi itu betul-betul masuk ke Jawa Barat.

Jika nilai Investasi tersebut sudah terserap dan terealisasi, kata dia, secara otomatis sektor real di Jabar akan bergerak.

"Kemudian daya tampung tenaga kerja meningkat, jadi kalau terkait dengan klaim Investasi tertinggi se indonesia akan terasa setelah beberapa tahun kemudian," ujarnya.

Hingga hari ini, lanjut Setia, bicara soal Investasi, masa pemerintahan Ridwan Kamil hanya berhasil menarik minat dari Investor asing untuk masuk ke Jawa Barat.

"Nah kalau realisasinya belum seluruh mereka yang menyatakan berminat belum seluruhnya membangun pabrik atau apa di Jawa Barat jadi mungkin baru kita cermati beberapa tahun yang akan datang setelah real Investment nya terjadi di Jawa Barat," terangnya.

Lantaran, baru akan terasa beberapa tahun yang akan datang. Setia menilai serapan Investasi tersebut juga akan bergantung dengan kebijakan yang akan diambil oleh Gubernur Jawa Barat selanjutnya.

Kebijakan yang akan diambil oleh pelanjut Ridwan Kamil nanti, sambung dia, mesti memperhatikan soal serapan Investasi tersebut.

Pasalnya, investasi tersebut jika tidak dikontrol dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan dinikmati daerah lain.

"Keberhasilan Ridwan Kamil menarik Investasi sehingga Jawa Barat itu menjadi provinsi angka investasi tertinggi itu tergantung dari kebijakan yang akan diambil pelanjutnya. Harapan saya mudah-mudahan yang sudah di giring masuk ke Jawa Barat ini bisa dioptimalkan, sehingga ada dampak langsung terhadap masyarakat Jawa Barat. Jangan sampai nanti tumbuhnya di Jawa Barat tapi penikmatnya malah dari daerah-daerah lain," jelasnya.

PMA Hanya Untuk Padat Modal Bukan Padat Karya

Hal serupa juga disampaikan oleh, anggota DPRD Komis IV Provinsi Jawa Barat Deddy Rohi dari Partai Gerindra Daddy Rohanady. Ia membenarkan jika PMA Jawa Barat menjadi yang tertinggi di Nasional.

Namun, kata Daddy, hal tersebut tidak berkolerasi dengan tingkat pengangguran terbuka Jawa Barat yang masih menginjak angka 8,31 persen atau setara 4 juta orang.

Nilai PMA Rp 175 Triliun, kata Daddy, mestinya bisa membuka 1 juta lapangan pekerjaan baru di Jawa Barat.

"Asumsinya, ketika ada Rp 1 Triliun PMA masuk awalnya akan mengasumsi 1 juta lapangan kerja, kalau dengan angka Rp 175 Triliun logikanya berapa banyak lapang kerja yang terbuka dan tersedia," terangnya.

Asumsi tersebut, lanjut dia, masih belum bisa terpatahkan. Pasalnya, PMA yang diserap Jawa Barat itu hanya Padat Modal bukan Padat Karya.

Apabila, PMA tersebut merupakan Padat Karya, sambung dia, secara otomatis angka 4 juta pengangguran di Jawa Barat tersebut bakal tereduksi dengan masuknya PMA Rp 175 Triliun.

"De Facto tidak begitu, kita masih 8,31 persen. Jadi baiknya menarik Investasi itu yang Padat Modal dan Padat Karya, padahal kita membutuhkan investasi yang padat Karya sehingga serapan tenaga kerja jauh lebih banyak," tuturnya.

Daddy mengatakan data empiris tentang penyerapan PMA tersebut memang nyata, hanya saja perlu dikorelasikan dengan kebutuhannya.

"Dan memang harus diakui secara Nasional kita PMA kita juara, secara empiris data itu diterima tapi empiris itu tidak berkolerasi dengan kebutuhan serapan tenaga kerja atau keterbukaan lapangan pekerjaan," terang dia.

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/04/110152978/pma-di-jabar-tertinggi-nasional-tetapi-belum-terealisasi-sepenuhnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke