Salin Artikel

Mengenal Edelweiss, Bunga Abadi yang Terbakar di Gunung Gede

CIANJUR, KOMPAS.com – Hamparan bunga edelweiss turut terbakar dalam peristiwa kebakaran di sabana alun-alun Suryakencana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Senin (18/9/2023) siang.

Kepala Balai Besar TNGGP, Sapto Aji Prabowo mengungkapkan, diperlukan waktu setahun untuk  proses pemulihan hingga pertumbuhan kembali bunga yang rusak tersebut.

Adapun luasan lahan edelweiss yang terbakar mencapai 2.000 meter persegi dari area keseluruhan yang terbakar, yakni sekitar tiga hektar.

“Edelweiss ini proses pemulihannya bisa cepat selama tidak ada gangguan. Estimasi kita sebagaimana yang dibudidayakan itu, setahun sudah bisa bersemi lagi," ujar Sapto kepada Kompas.com, Kamis (21/9/2023).

Keberadaan bunga abadi di kawasan Gunung Gede Pangrango sangat ikonik, dan memiliki daya tarik tersendiri bagi pendaki.

Terlebih, dari luasan 50 hektar alun-alun Suryakencana tersebut, 35 hektar di antaranya merupakan area edelweiss yang tersebar di beberapa titik.

Apalagi jika bunga ini sedang mekar, maka mata akan dimanjakan dengan hamparan putih yang eksotis, yang tentunya sangat instagramable dan kontenik.

Tumbuh di Lereng, Lembah, dan Sabana

Sebagai tumbuhan endemik, edelweiss hanya tumbuh di atas ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Di kawasan TNGGP, edelweiss dapat dijumpai di lereng-lereng gunung dan sabana alun-alun Suryakencana bagian barat dan selatan.

"Juga bisa ditemui di lembah Mandalawangi area gunung Pangrango," kata Sapto.

Edelweiss merupakan tumbuhan langka karena populasinya yang terbatas dan hanya bisa ditemui di beberapa gunung di Indonesia, salah satunya Gede Pangrango.

Karena itu, keberadaannya terus dijaga dan kini tengah gencar dibudidayakan demi menjaga kelestariannya.

Bunga Langka dan Dilindungi

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2020, edelweiss merupakan jenis tumbuhan yang dilindungi undang-undang.

Kaena itu, tindakan merusak dan mencuri tumbuhan tersebut bisa berakibat hukum berupa pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta.

Selain itu, dikemukakan Sapto, bagi siapapun yang kedapatan merusak dan mengambil edelweiss dari kawasan konservasi TNGGP akan menerima sanksi sosial.

"Diunggah, diumumkan di media sosial dan diberlakukan pelarangan mendaki (blacklist) selama 5 tahun," kata dia.

Budidaya Bunga Edelweiss

Sapto menyampaikan, pihaknya telah membangun demplot edelweiss sebagai upaya pelestarian.

Pembudidayaan edelweiss telah berlangsung empat tahun terakhir atau sejak Oktober 2020 yang dipusatkan di camp Bobojong Cianjur dan Taman Safari Indonesia, Bogor.

Selain bagian dari upaya pelestarian, keberadaan demplot juga sebagai sarana pendidikan konservasi dan pengenalan fungsi ekologi tumbuhan edelweiss.

"Bibitnya diambil dari kawasan TNGGP,  dan hasilnya sangat signifikan, edelweiss yang ditanam rentang setahun pertama tumbuh baik dan berbunga," ungkap Sapto.

Ke depan, Balai Besar TNGGP akan mendorong dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan budidaya edelweiss.

"Sehingga nantinya bisa bernilai ekonomis, seperti bisa dijadikan souvenir," imbuhnya.

Sejatinya, edelweiss tak sekadar bunga atau tumbuhan, namun menjadi simbol keabadian dan cinta.

Lantas, menjaga edelweiss tetap lestari di tempatnya merupakan wujud kecintaan terhadap alam. Cinta yang abadi, se-abadi Anaphalis javanica.

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/21/175751378/mengenal-edelweiss-bunga-abadi-yang-terbakar-di-gunung-gede

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com