Salin Artikel

Sambut Baik Rencana Pelarangan "Social Commerce", Pedagang di Cianjur: Semoga Awal yang Baik

Mereka berharap, kebijakan pemerintah tersebut dapat mengembalikan minat konsumen untuk kembali berbelanja secara langsung dan bisa mendongkrak omzet.

“Semoga menjadi angin segar dan awal yang bagus bagi kami yang masih konvensional ini,” kata Safitri (35), seorang pelaku UMKM, kepada Kompas.com, Rabu (27/9/2023).

Safitri menuturkan, pernah menyasar platfom digital untuk memasarkan produknya berupa snack atau camilan tersebut.

Namun, ia mengaku kalah bersaing dari segi harga dengan selisih yang cukup besar di kisaran Rp 5.000 per kemasan.

“Dari segi biaya produksi, saya tidak mungkin menurunkan marginnya lagi, sudah mentok. Tapi tetap kalah saing,” ujar dia.

Karena itu, Safitri lebih memilih jualan secara konvensional dengan memanfaatkan jejaring dan lingkungan pertemanan.

“Paling kalau main di digital baru sebatas share atau unggah produk di WhatsApp,” ucap pemilik usaha rumahan KualiKaula ini.

Hal senada disampaikan seorang pedagang busana muslimah bernama Rizki Rizkiawan (40). Menurut dia, langkah yang diambil pemerintah sudah tepat.

Hanya saja, dia berharap, regulasi tersebut diikuti kebijakan-kebijakan lain yang lebih memberdayakan dan pro pengusaha kecil termasuk pelaku UMKM niaga.

“Pemerintah bisa lebih sering mengadakan program atau pelatihan-pelatihan agar pedagang bisa maju dan mengikuti tren berjualan ke depannya seperti apa,” kata Rizki, Rabu.


Menurut dia, sejauh ini pemerintah dirasa masih kurang perhatian pada pelaku UMKM niaga dengan masuknya produk-produk impor dari luar secara mudah dan leluasa.

“Karena kondisi itu yang selama ini telah menjatuhkan usaha kami di daerah,” ujar dia.

Rizki menuturkan, produk-produk murah meriah yang dijual secara online itu berdampak besar terhadap keberlangsungan usahanya.

“Omzet turun drastis hingga 60 persen. Konsumen sekarang lebih memilih belanja secara online ketimbang datang ke toko,” katanya.

Rizki mengaku pernah mencoba berjualan online, tapi sekarang tak lagi dilakukan dan memilih fokus memasarkan dagangannya di toko.

“Sulit bersaing harga, karena di sana (online) distributor dan grosir ikut jualan, sementara kami ini posisinya pengecer. Harga yang mereka banderol tentunya jauh lebih murah, dan kita tidak mungkin bisa menyamainya,” terang dia.

Rizki pun memilih memanfaatkan jejaring untuk memasarkan produknya, termasuk menggunakan pendekatan aplikasi perpesanan seperti Whatsapp.

Bagi Rizki, usahanya mulai lesu sejak masa Pandemi Covid-19 atau kurun tiga tahun terakhir.

“Dari situ mulai terasa omzet merosot, terus turun, ditambah sekarang ada jualan yang live itu, makin anjlok,” ujar Rizki.

Karena itu, pemilik Alesha hijab ini berharap, kebijakan pemerintah yang kini melarang platform media sosial berjualan langsung bisa berdampak positif bagi keberlangsungan usahanya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah melarang social commerce, seperti TikTok Shop, Facebook, dan Instagram, untuk bertransaksi jual beli secara langsung.

Pemerintah hanya memperbolehkan platfom media sosial tersebut mempromosikan produk.

Aturan itu masuk dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/27/123210878/sambut-baik-rencana-pelarangan-social-commerce-pedagang-di-cianjur-semoga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke