Salin Artikel

Limbah Pabrik, Pemicu Pencemaran Berulang di Sungai Cileungsi

BOGOR, KOMPAS.com - Aliran Sungai Cileungsi yang menjadi sumber air bagi warga di Bogor dan Bekasi, Jawa Barat, berulang kali tercemar. Kondisi air sungai berwarna hitam pekat berbuih, bau, dan membuat ribuan ikan mati.

Pemerintah setempat diminta tegas memberi sanksi kepada industri yang kerap mencemari sungai tersebut.

Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) Puarman mengatakan, sumber pencemaran berasal dari limbah industri.

Peristiwa ini sudah menjadi bencana rutin setiap tahun sehingga merugikan warga sekitar.

"Sudah berbulan-bulan tidak ada perubahan apa pun dan ini baru periode 2023 ya, kita gak ngitung yang tahun sebelumnya. Jadi sebenarnya ini kasus lama yang selalu berulang," kata Puarman kepada Kompas.com, Rabu (27/9/2023).

Pada 6 April lalu, warga di sekitar aliran sungai menemukan ribuan ikan mati mengambang. Air sungai mendadak jadi hitam.

Lima hari kemudian, polisi dan dinas terkait mengambil air untuk diperiksa di laboratorium. Hasilnya, air itu tercemar limbah beracun yang membuat ribuan ikan sapu-sapu mati.

Tak butuh waktu lama, air sungai kembali hitam dan lagi-lagi ribuan ikan mati sejak Agustus hingga kini. Kondisi itu juga menyebabkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Patriot di Bekasi, ikut tercemar.

Sebab, air sungai yang menghubungkan Kali Bekasi ini menjadi sumber air bakunya. Warga pun menerima air yang bau menyengat.

Pencemaran tersebut berdampak amat besar terhadap kehidupan warga Bogor dan Bekasi.

"Jadi tercemarnya dari Bogor (Sungai Cileungsi). Air Kali Bekasi tidak layak lagi digunakan dan mereka berhenti produksi. Kita harus menyampaikan fakta apa adanya bahwa mereka menjadi korban," terangnya.

Ia menduga sumber pencemaran limbah industri akibat kelalaian perusahaan pabrik. Komunitas P2C mencatat ada sekitar 90 lebih pabrik yang konsesinya berada di sekitar bantaran Sungai Cileungsi-Cikeas.

Pada Kamis (21/9/2023), tim KP2C melakukan susur sungai menggunakan perahu dari Jembatan Wika hingga ke Jembatan Cikuda. Mereka menerima banyak aduan dari masyarakat.

Aduan itu tentang pabrik yang membuang limbah beracun lewat saluran pipa pada malam hari ke sungai tersebut. Artinya, sambung Puarman, fakta pencemaran dari limbah pabrik tersebut memang ada.

"Kembali berwarna hitam, bau berbuih dan ini terjadi setelah melewati 7 hari tanpa hujan (HTH), debit sungai mengecil. Makanya pencemaran terkesan di musim kemarau aja. Padahal terjadi sepanjang waktu namun ketika musim hujan tidak kelihatan karena debit airnya besar," ungkapnya.

"Nah, ketika musim kemarau debit sungai mengecil maka dominan limbah yang keluar dari saluran-saluran pipa (pabrik). Saya sudah mengalami pencemaran dari 12 tahun dan selalu berulang paling parah tahun ini," imbuhnya.

Ia pun mempertanyakan kenapa pemerintah belum tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan ini. Sebab, peristiwa pencemaran yang sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir dan penanganannya tidak pernah tuntas.

"Kalau cuman sekedar peringatan, sanksi administratif, dibina, kemudian disegel sebentar, besoknya dibuka lagi, ya hasilnya gak ada efek jera. Jadinya sampai sekarang masih berlangsung pencemaran. Dan pabriknya ya itu itu aja," jelasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/09/29/085931178/limbah-pabrik-pemicu-pencemaran-berulang-di-sungai-cileungsi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke