Salin Artikel

DLH Jabar Ungkap Asal Sampah yang Menumpuk di Pantai Sukabumi

"Sudah berkoordinasi dengan Kadis LH Kabupaten Sukabumi lagi beberes, bebenah," ujar Kadis LH Jabar, Prima Mayaningtyas saat dihubungi, Selasa (3/10/2023).

Prima menyebutkan, penumpukan sampah di Pantai Cibuntun itu terjadi karena terbawa arus dari anak sungai yang bermuara ke laut tersebut.

Menurutnya, hal ini kerap terjadi saat awal musim hujan.

"Kejadian kemarin itu awal musim hujan sampah yang terbuang ke sungai akan bermuara ke laut. Pada dasarnya pertemuan antara sungai dan laut. Biasanya sampah dari anak sungai yang masuk ke sungai besar terus ke laut," katanya.

Namun demikian, penumpukan sampah di Pantai Cibuntun semestinya tidak terjadi.

Pasalnya wilayah Kabupaten Sukabumi masih memiliki lahan yang cukup luas untuk dijadikan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Ditambah lagi, Pemerintah Kabupaten Sukabumi sudah bekerja sama dengan perusahaan swasta dalam pengelolaan dan pengolahan sampah, sehingga penumpukan sampah baik di darat maupun pantai bisa teratasi.

"Sukabumi kabupaten (dan) kota punya luas lahan yang memungkinkan. Bahkan Pemkab ada kerja sama dengan Semen Jawa untuk jadi RDF (refuse derived fuel). Nantinya bakal tidak ada sampah di TPA," terang Prima.

"Kemarin (DLH Jabar) turun tangan tapi sifatnya pembinaan dan bahas soal MoU antara Pemkab dan Semen Jawa. Sampahnya akan diambil oleh Semen Jawa, di TPA hanya residu," tambahnya.

Disinggung soal aksi pungut sampah yang digalakkan oleh Pandawara Group, Prima sangat mengapresianya.

Seharusnya masyarakat sudah sadar tentang tanggung jawabnya terkait pengelolaan sampah.

"Di UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan, siapa yang buang limbah (sampah), dia yang harus bertanggung jawab. Soal Panadwara itu, ke kita bahwa harus tanggung jawab seperti mereka. Bukan hanya di lisan saja tapi harus dilakukan, itu kewajiban semua orang harus lakukan itu," pungkasnya.


Sebelumnya, Pandawara Group menyebut Pantai di kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi menjadi pantai terkotor keempat di Indonesia. 

Dalam sebuah video yang diunggah pandawara group di akun media sosial Instagram dan Tiktok, mereka menancapkan kertas bertuliskan "Selamat Datang di Pantai Terkotor No.4 di Indonesia". 

Tidak hanya itu, rencananya akan digelar aksi bersih-bersih melibatkan warga, aparat dan pemerintahan setempat pada 4 sampai 7 Oktober 2023.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman merespons video yang viral tersebut.

Ia mempertanyakan standar yang dipakai Pandawara dalam menetapkan pantai terkotor dari sebelum-sebelumnya hingga saat ini. 

"Itu, kan, nggak ngerti juga, kan namanya terkotor nomor 4 itu kan harus ada standarnya, kita jadi juara 1, juara 3 biasanya ada standarnya, mereka menetapkan itu gimana, kita juga kan nggak ngerti," kata Ade ditemui di Kodim 0622/Kabupaten Sukabumi, Senin (2/10/2023).

https://bandung.kompas.com/read/2023/10/03/182319278/dlh-jabar-ungkap-asal-sampah-yang-menumpuk-di-pantai-sukabumi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com