Salin Artikel

Dampak Kemarau, Harga Timun dan Wortel di Pasar Soreang Bandung Naik

BANDUNG, KOMPAS.com - Harga sayuran di Pasar Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat naik.

Sayuran yang membutuhkan banyak air seperti wortel dan timun bahkan mengalami kenaikan harga dua kali lipat.

Andini (23), salah seorang pedagang sayuran di Pasar Soreang mengatakan, kenaikan harga sayuran sudah terjadi beberapa pekan ke belakang.

Andini menjual timun Rp 14.000 per kilogram. Padahal harga normalnya Rp 5.000 per kilogram.

Sementara wortel lokal Rp 16.000 pre kilogram dan wortel super Rp 20.000 per kilogram.

"Wortel lokal harga normalnya Rp 8.000 perkilogram, sedangkan wortel super Rp 12.000 perkilogramnya," ujarnya ditemui di pasar, Rabu (4/10/2023).

Ia mengatakan, kenaikan harga sayuran terutama wortel dan timun diakibatkan kemarau panjang. Sebab, kedua jenis sayuran ini termasuk jenis yang membutuhkan banyak air.

Hal itu menyebabkan para petani harus menambahkan air dari lokasi lain, lantaran sumber air terdekat perkebunan mulai kekeringan.

"Karena kekeringan kemarau, informasinya kaya gitu, wortel dan timun kan butuh air yang banyak," katanya.

Andini mengaku, saat ini tidak menjual wortel super karena sedikit orang yang membelinya.

Meski harga wortel dan timun mengalami kenaikan, Andini mengaku masih ada pembeli yang datang mencari wortel lokal dan timun.

"Dengan kenaikan harga tersebut, sebenarnya tak pengaruh dengan penjualan karena masih ada yang berani beli," jelasnya.

Selain itu, ada banyak pedagang tidak berani menjual wortel dan timun karena harga mahal. Akhirnya, para pembeli yang biasa berbelanja di kios sayuran lain, berdatangan ke kios miliknya.

Meski begitu, harga cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih, harganya masih terbilang normal.

Ia menyebut, cabai, bawang merah dan putih, terbilang masih normal. Biasanya, kenaikan harga cabai, bawang merah dan putih saat momen hari besar, seperti lebaran dan lainnya.

Saat ini harga cabai rawit dijual Rp 40.000 perkilogramnya, bawang putih Rp 36.000 ribu perkilogramnya, dan bawang merah Rp 20.000 perkilogramnya.

Sementara Ipah (40) mengaku tak berani menyediakan timun dan wortel di kiosnya. Ia menyebut biaya produksi mendatangkan wortel dan timun saat ini cukup mahal.

"Mungkin belum dulu lah, nanti kalau sudah aman harganya baru datangkan lagi, sekarang mah masih mahal," ujar Ipah.

Ipah membenarkan, jika tak sedikit petani sayuran yang mengalami kekeringan.

Ia mengaku suppliernya mengalami keterlambatan mengirim sayuran sejak beberapa pekan lalu.

"Jadi katanya memang karena kemarau panjang, terus yang suka ngirim ke sini juga terlambat karena enggak ada barang, sayurannya pada gagal," ungkapnya.

Saat ini Ipah hanya menjual sayuran yang tak membutuhkan suplai air yang terlalu berlebihan.

"Sekarang paling ini, bawang merah, putih, tomat, sama kol dan brokoli, harganya terbilang masih normal ngak mengalami kenaikan," ujar dia.

https://bandung.kompas.com/read/2023/10/04/120410378/dampak-kemarau-harga-timun-dan-wortel-di-pasar-soreang-bandung-naik

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com