Salin Artikel

Masifnya Alih Fungsi Lahan Mengancam Tata Ruang Bandung Selatan

BANDUNG, KOMPAS.com - Alih fungsi lahan di wilayah Bandung Selatan terus terjadi. Banyak kawasan produktif pertanian yang berubah menjadi pemukiman, area bisnis, dan tempat wisata.

Perubahan ini perlahan tetapi pasti membuat ketersediaan air di wilayah Bandung Selatan semakin menipis.

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung menjadi salah satu lokasi yang terdampak. Kawasan dataran tinggi itu kini dipadati lokasi wisata.

Dampak alih fungsi lahan juga terjadi di Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, Ciparay, Katapang, Soreang, Majalaya, Solokanjeruk, Cicalengka, dan Rancaekek.

Direktur Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Ahmad Gunawan menyebut, alih fungsi lahan Pangalengan yang menjadi area wisata mengancam kondisi ekologis di Pangalengan.

Pasalnya, wilayah Pangalengan merupakan daerah yang masih memiliki sumber air yang berlimpah.

"Jelas ini menjadi ancaman, terutama soal air, akan ada krisis air bersih. Saat musim hujan air bisa melimpah, tapi saat kemarau kekeringan total, tak ada stok air bersih, di sana (Pangalengan) air bersihnya masih melimpah," kata dia melalui rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (1/11/2023).

Selain itu, maraknya pembangunan di Bandung Selatan juga membuat lahan pertanian menipis.

Menurut dokumen KLHS Tata Ruang dan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung, terdapat lonjakan jumlah kawasan pemukiman yang sangat signifikan.

Pada RTRW 2016-2036, total kawasan pemukiman sebesar 33.458,53 hektare. Kemudian naik menjadi 42.201,87 hektare pada RTRW 2023-2043. Kenaikannya mencapai 8.743,34 hektare.

Data permukiman pada RTRW 2023-2043 dibagi dua, yaitu permukiman perdesaan dan pemukiman perkotaan, Kawasan pemukiman yang paling luas adalah kawasan properti perkotaan yakni sebesar 35.951,00 hektare.

Pembangunan pemukiman yang masih di wilayah Bandung Selatan banyak menghabiskan lahan pertanian. Hal itu bisa dilihat dari data pengurangan laham pertanian RTRW 2016-2036 dari 39.422,96 hektare menjadi 34.068,35 hektare. Dari data ini terlihat terjadi pengurangan lahan pertanian sebesar 5.354,61 hektare.

“Dari data ini terjadi alih fungsi dari lahan pertanian menjadi permukiman. Ini sudah terbukti di Baleendah, Arjasari sudah banyak (permukiman), Bojongsoang (juga banyak pemukiman),” katanya.

Ia menambahkan, perusahaan properti ikut serta atau terlibat dalam alih fungsi lahan di kawasan Bandung Selatan.

"Kita ambil contoh Agung Podomoro Land menghabiskan hampir 100 hektare sawah. Perumahan modern ini berdiri di dekat dengan IPAL PDAM Kota Bandung," ujarnya.

Kawasan resapan air hilang

Dampak lain dari masifnya pembangunan pemukiman, kata dia, berdampak pada penyempitan luas daerah resapan air.

Ahmad mengungkap, meski lahan pertanian dalam kondisi buruk, tetapi masih bisa melakukan resapan air. Berbeda dengan lahan pemukiman, setiap jengkal tanah akan tertutup dengan tembok dan aspal.

Apalagi, banyak terdapat pemukiman yang berada di daerah tangkapan air mikro daerah aliran sungai (DAS), seperti mikro DAS Cipelah, yang berada di Kelurahan wargamekar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.

Berdasarkan data KLHS RTRW 2023-2043 Kabupaten Bandung, Kecamatan Baleendah dari sisi ketersediaan air sudah minus 9.559.297 liter per tahun. Dengan semakin berkurangnya daerah resapan air maka akan meningkatkan ketergantungan pasokan air dari daerah lain.

Lebih parah lagi, Kabupaten Bandung sudah ditetapkan menjadi bagian dari KSN Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Kebijakan ini memungkinkan terjadinya alih fungsi lahan lebih masif.

Dalam Perpres No. 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, kabupaten Bandung ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata.

Hal itu sudah terlihat dari maraknya pembangunan wisata yang masif di Kabupaten Bandung seperti yang terjadi di Pangalengan dan Ciwidey.

Menurutnya, pembangunan destinasi wisata juga mengancam sumber air bersih.

"Contoh pembangunan camping glamor yang masuk sampai ke badan Sungai Cisangkuy," tuturnya.

Kawasan Bandung Selatan akan semakin kritis, lantaran masifnya pembangunan objek wisata akan mengundang banyak investasi untuk mendirikan bangunan seperti villa dan hotel.

"Belum lagi ancaman yang datang dari perluasan kawasan industri. Data dari KLHS RTRW Kabupaten Bandung 2023-2043, terdapat penambahan kawasan industri seluas 388 hektare. RTRW 2016-2036 kawasan industri di Kabupaten Bandung sebesar 4.386 hektare, meningkat pada RTRW 2023-2043 menjadi 4.774,88 hektare," tutur dia.

Kendati penambahan kawasan industri tidak terlalu luas, akan tetapi kawasan industri dipastikan butuh sumber daya atau daya dukung alam yang lebih besar dibandingkan pemukiman. Diantaranya, daya dukung air dan energi.

Persoalan lain yang menghantui kawasan Bandung Selatan yaitu distribusi air. Saat ini, jaringan PDAM masih belum bisa menjangkau atau mencapai semua wilayah yang ada di Kabupaten Bandung.

Faktanya, konflik perebutan air masih sering terjadi di kawasan pertanian di Kabupaten Bandung.

Bahkan di Kecamatan Pangalengan yang menurut data ketersediaan air terjadi surplus, terjadi konflik perebutan air antara petani.

Persoalan itu juga terjadi di Banjaran dan kecamatan lainnya. Ini menunjukan bahwa distribusi air di Kabupaten Bandung bermasalah.

"Permasalahan air di Kabupaten Bandung akan berdampak luas pada Kawasan Cekungan Bandung terutama Kota Bandung. Sungai Cisangkuy yang berada di kawasan Bandung Selatan itu menjadi salah satu sumber utama air baku PDAM Kota Bandung. Celakanya lagi, di Kecamatan Baleendah permukiman dibangun di atas daerah tangkapan air. Warga di bawah akan merasakan dampaknya,” paparnya.

Anehnya, cara pandangan pemerintah dalam menangani sumber daya air malah berorientasi pada pengaliran air ke hilir, bukan menangkap air agar cepat masuk ke dalam tanah.

Ahmad mengatakan sebenarnya kabupaten Bandung sudah menempatkan salah satu pendekatan penyelesaian lingkungan dengan konsep penyelamatan micro DAS. Sayangnya, hal itu belum sepenuhnya dilakukan secara optimal.

Rekomendasi

Menghadapi kondisi tersebut, Gunawan telah menyusun rekomendasi atau tuntutan, yaitu:

1. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung untuk melanjutkan penyusunan peraturan daerah tentang perlindungan Kawasan Bandung Selatan sebagai salah satu instrument pengendalian lingkungan dari ancaman ekspansi pembangunan yang akan merusak lingkungan terutama bentang-bentang air;

2. Menuntut agar dilakukan penertiban pembangunan perumahan oleh pengembang real estate sehingga tidak membangun kawasan hunian di daerah tangkapan air dan resapan air.

3. Mengembangkan konsep hunian susun sebagai salah satu program penyediaan rumah layak bagi masyarakat;

4. Memastikan siapa pun yang akan membangun gedung/bangunan/rumah/pabrik mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) diseluruh wilayah Kabupaten Bandung. Dan menindak tegas pelanggar ruang.

https://bandung.kompas.com/read/2023/11/01/115526278/masifnya-alih-fungsi-lahan-mengancam-tata-ruang-bandung-selatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke