Salin Artikel

Bupati Majalengka Ajak Pegawai Honorer Menangkan Caleg dan Capres PDI-P

KOMPAS.com - Bupati Majalengka, Jawa Barat (Jabar), Karna Sobahi, mengajak hadirin di suatu acara untuk memenangkan caleg serta capres dari PDI-P pada Pemilu 2024.

Hal itu diketahui setelah rekaman audio ajakan tersebut beredar melalui aplikasi pesan WhatsApp (WA).

Tak menampik, Karna bahkan tampak santai menanggapi hal tersebut. Dia mengaku, tindakannya itu justru mendapat apresiasi dari PDI-P.

"Kata DPP (PDI-P), 'kamu bagus, konsisten, ketika PDI-P dihancurkan, kamu tampil'. Dapat reward saya dari DPP," kata Karna, di DPRD Kabupaten Majalengka, Selasa (7/11/2023), dikutip dari TribunJabar.id.

Menurutnya, wajar bila bupati ikut mengampanyekan caleg, capres, dan cawapres yang diusung oleh partainya pada Pemilu mendatang.

"Siapa pun yang jadi bupati akan seperti itu. Misalnya, si A dari partai A jadi bupati, ya pasti pidato begitu sebagai tanggung jawab moral," ujar Karna.

Dia menjelaskan, rekaman yang beredar itu merupakan pidatonya dalam suatu acara di Talaga Pancar, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, Jabar, pada akhir bulan lalu.

"Itu para relawan yang akan diberi bantuan sepeda motor oleh Pak TB Hasanuddin, dan bukan PNS. Mereka itu honorer yang gajinya Rp 50.000 - Rp 100.000 per bulan," tandasnya.

Sebelumnya, dalam rekaman audio dan video foto yang beredar, terdengar Karna meminta para hadirin ikut membantu Pemerintah Daerah (Pemda) Majalengka dalam mengamankan Pemilu 2024 di Majalengka.

Akan tetapi, tak berhenti di situ, Karna juga mengajak mereka memenangkan para caleg dan capres yang diusung oleh partainya, PDI-P.

"Saya sebagai bupati dan Pak Tarsono sebagai wakil bupati punya kewajiban mengamankan dan memenangkan Pileg serta Pilpres 2024," tutur Karna.

"Kami punya jago-jago yang harus saudara-saudara perjuangkan. Untuk di pusat ada Pak TB Hasanuddin nomor 1, di Jabar ada Bu Ineu Purwadewi Sundari nomor 1, dan ada para Caleg di Dapil 1 - 5 (Majalengka)," sambungnya.

Dalam kesempatan itu, dia berjanji akan meminta para caleg tersebut untuk berkomunikasi dengan hadirin di acara tersebut.

"Saya ngomong begini karena saudara-saudara bukan ASN, jadi bebas dan leluasa," jelasnya.

"Tugas bupati sebagai Ketua DPC (PDI-P) punya kewajiban untuk memenangkan (Pileg dan Pilpres). Kita punya paket lengkap Capres dan Cawapres, Pak Ganjar yang nasionalis, serta Pak Mahfud yang agamis. Negeri ini harus dibangun oleh kekuatan nasionalis dan agamis," lanjutnya.

Selanjutnya, Karna pun menanyakan kesiapan para pekerja honorer di lingkungan Pemkab Majalengka yang hadir dalam acara itu.

"DP3KB siap? PUTR siap? Dinkes siap? Pertanian siap?," tanya Karna yang sigap dijawab 'siap' oleh para pekerja honorer tersebut.

ASN harus netral

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian telah menyatakan bahwa ASN tidak boleh ikut campur dalam kegiatan politik praktis.

Tito menjelaskan, netralitas ASN telah diatur dalam Undang-Undang (UU), khususnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Hal itu dia sampaikan saat penandatanganan Keputusan Bersama tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu, di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Jakarta, Kamis (22/9/2022).

“ASN tidak boleh berpolitik praktis karena ASN adalah tenaga profesional, dia menjadi motor pemerintahan. ASN kita harapkan bekerja sama secara profesional, siapa pun juga,” papar Tito.

Tito menerangkan, dalam aturan tersebut, ASN dilarang berpihak kepada kepentingan politik praktis mana pun, karena mereka adalah motor penggerak bagi kesuksesan agenda pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun daerah.

“Kita semua sepakat, biarlah siapa pun yang bertanding, baik tingkat pusat atau daerah atau legislatif. Proses itu untuk menentukan kader-kader pemimpin yang terbaik," ungkap Tito.

"Tapi, kita sebagai ASN yang mengawaki jalannya roda pemerintahan harus tetap pada posisi netral, siapa pun juga pemenangnya,” tambahnya.

ASN yang tidak netral merugikan

Menpan-RB, Abdullah Azwar Anas menambahkan, ASN yang tidak netral dalam penyelenggaraan Pemilu dapat merugikan negara, pemerintah, serta masyarakat.

"Karena abila ASN tidak netral maka dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional," bebernya.

"Dan justru target-target pemerintah di tingkat lokal maupun nasional tak akan tercapai dengan baik," pungkasnya.

Status kepala daerah menurut undang-undang

Gubernur, bupati, wali kota beserta wakilnya, masing-masing bukanlah ASN.

Mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), gubernur, bupati, wali kota dan masing-masing wakilnya merupakan pejabat negara.

Menurut undang-undang ini, yang termasuk pejabat negara, yaitu:

  • Presiden dan Wakil Presiden;
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD);
  • Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
  • Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
  • Menteri dan jabatan setingkat menteri;
  • Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
  • Gubernur dan wakil gubernur;
  • Bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota; dan
  • Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

https://bandung.kompas.com/read/2023/11/07/150850178/bupati-majalengka-ajak-pegawai-honorer-menangkan-caleg-dan-capres-pdi-p

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke