Salin Artikel

Harga Cabai di Bogor Meroket, Pedagang dan Emak-emak Sebut Hidup Jadi Ruwet

BOGOR, KOMPAS.com - Harga komoditas pangan utama di pasar tradisional Bogor, Jawa Barat, masih tinggi alias mahal. Contohnya harga cabai dan bawang naik hingga berkali lipat dari harga normal.

Akibatnya, penjual dan konsumen yang didominasi emak-emak mengaku harga pangan meroket, hidup pun menjadi ruwet.

Pantauan Kompas.com di Pasar Anyar, Kota Bogor, harga cabai merah rawit dan keriting saat ini berkisar Rp 100.000 per kilogramnya.

Adapun harga cabai bisa turun nilai jualnya tergantung kondisi atau kualitas (tidak segar) menjadi Rp 90.000 per kg.

Dani (48), penjual sayuran di Pasar Anyar mengatakan, kenaikan harga bahan pangan terjadi sejak dua pekan lalu.

"Jakarta sama Bogor sama pasarannya, di sini bahan pokok hampir naik semua dari dua minggu lalu, tomat yang biasanya Rp 6.000 sekarang Rp 12.000. Naik 30 persen. Yang harganya Rp 100.000 itu cabai jablay, harga normal mah kentang aja," kata Dani.

Awalnya harga hanya Rp 40.000 perkilogram, lalu harga cabai terus naik hingga mencapai Rp 90.000 sampai Rp 100.000 per kg. Secara umum harga rata-rata jenis cabai rawit cenderung melonjak.

Kenaikan harga itu, sambung Dani, menyulitkan penjual dan konsumen. Daya beli masyarakat berkurang hingga mengakibatkan omzet menurun.

Sebab, emak-emak sekarang ini mengurangi atau membatasi jumlah pembeliannya. Jika biasanya beli 1 kg, sekarang hanya 0,25 kg.

Tak sedikit pula ada emak-emak yang marah-marah karena merasa dicurangi harga mahal.

Ia menuturkan, kenaikan ini jelas berdampak besar terhadap penjualan cabai. Pelanggannya terpaksa mengurangi pembelian hingga separuhnya.

Penjualan pun berkurang, mau tak mau cabai harus dibuang karena sudah busuk.

"Cabai cepet busuk, jadinya ya kita kadang turunin (harga) saja kalau udah gak laku, akhirnya keuntungan juga sedikit. Soalnya cabai cuman bertahan 4 hari. Nah, kalau udah lewat ya terpaksa kita buangin. Makanya mau gak mau kan diturunin aja," ujar Dani yang sudah berjualan sejak tahun 98.

"Anak 2. Sudah dewasa semua. Ya cukup gak cukuplah ini kita cukupin aja yang penting anak bisa sekolah," imbuhnya sambil berharap harga kembali stabil.

Gagal Panen

Menurut Dani, harga cabai merah terus melonjak dipicu minimnya pasokan dari sentra penghasil cabai di Jawa. Hal itu disebabkan karena gagal panen akibat kemarau panjang.

"Kabarnya sih karena pasokan di Jawa kurang, kan pada gagal panen karena musim kemarau. Panen gagal, jadi pasokan kurang. Apalagi ini baru hujan," ungkapnya.

Hal serupa diungkapkan Ade (35). Harga cabai kali ini lebih mahal tiga kali lipat daripada sebelumnya. Apalagi kalau dilihat setiap kualitas cabainya akan sangat berpengaruh.

Jika sebelumnya per kilo hanya Rp 40.000, kini naik berkali-kali lipat sesuai kualitas. Selain cabai, harga bawang merah, tomat, dan wortel juga turut naik meskipun tak begitu tinggi.

"Bawang 36. Cabai 90, ada yang 100 juga. Jadi harga di sini tuh beda-beda, yang membedakan kualitasnya," ucap Ade penjual sayur lain di Pasar Anyar.

Ade mengatakan, tantangan menjual sayuran di tengah kondisi harga melonjak adalah emak-emak tetap tak mau mengerti.

"(Tantangannya) ya itu menghadapi emak-emak yang susah, kalau pas harga naik gitu, mereka gak mau ngerti, emak-emak protes ke kita. Terus mereka belinya jadi sedikit. Dikurang-kurangin," tuturnya.

Sementara itu seorang pembeli bernama Eli (49), warga Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, hanya membeli cabai Rp 5.000 atau setara satu ons.

Padahal, ia biasa membeli 1 kg cabai dan bawang merah setiap sepekan sekali.

Saking mahalnya, Eli mengaku harus sambil tersenyum supaya pembelian cabai Rp 5.000 tidak ditolak penjual.

"Beli deh 5 ribu aja. Saya mah udah gak terlalu ya, tapi anak yang suka banget. Hari ini mau bikin pepes," ucap Eli membeli cabai kepada penjual di pasar tersebut.

Efek domino dari kenaikan itu membuat kondisi keuangan rumah tangga harus benar-benar diperhatikan. Sebab, suami kadang tidak mengerti kebutuhan istrinya saat belanja ke pasar.

"Hidup jadi ruwet, mana beras juga naik kan. Ini saya harus nyetor kuitansi ke suami sebagai bukti bahwa harga pada naik. Jadi saya mau juga dinaikin uang jajannyalah," ungkapnya kesal.

Tak hanya itu, ia sempat menyiapkan siasat menghadapi kenaikan harga ini. Namun, suaminya melarang hingga terjadi perdebatan.

"Saya sempat nanam cabai, tapi dimarahin. Sama si bapak gak boleh nanam. eh, begitu dihilangin, cabai naik, akhirnya nyesel, bingung dia, rasain," cerita Eli.

Eli yang memiliki warung berharap kepada pemerintah supaya harga bahan pangan diturunkan.

"Harapan kita sih ya, tolonglah masyarakat jangan dipersulit, kita udah sulit, sembako jangan naik. Baju setahun sekali, tapi ini mah buat makan, saya punya anak. Saya mah jujur, kita ini orang kecil, beda ama orang-orang di sana (pemerintah). Jadi tolong ini mah, normalin harga sembako," harapnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/11/10/174728478/harga-cabai-di-bogor-meroket-pedagang-dan-emak-emak-sebut-hidup-jadi-ruwet

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke