Salin Artikel

Warga Bandung Akan "Dipaksa" Kelola Sampah Sendiri

KOMPAS.com - Persoalan sampah di wilayah Bandung Raya, Jawa Barat (Jabar), hingga saat ini belum terselesaikan.

Pasalnya, Distribusi sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jabar, masih terkendala sehingga tumpukan sampah masih tampak di sejumlah wilayah, termasuk di Kota Bandung.

Penjabat (Pj) Gubernur Jabar, Bey Triadi Machmudin mengaku setiap hari mendapat keluhan perihal tumpukan sampah dari warga.

"Saya setiap hari terima keluhan dari masyarakat. Ada yang di Rajamantri, ada yang di Sederhana. Sebetulnya kan dibersihkan, tapi muncul lagi di situ," kata Bey, Senin (13/11/2023), dikutip dari TribunJabar.id.

Bey mengatakan, pihaknya akan menggelar rapat koordinasi untuk membahas penanganan sampah secara permanen di Bandung Raya.

Kontribusi masyarakat perlu ditingkatkan

Menurut Bey, kepedulian dan kontribusi warga Bandung Raya dalam menangani persoalan sampah perlu ditingkatkan.

"Darurat sampah terjadi di Bandung Raya itu (seperti) tidak dirasakan oleh masyarakat. Jadi masyarakat masih belum (banyak berkontribusi) dari awal, dari hulunya masih belum memperbaiki," ujar Bey.

Dia pun mengaku telah meminta kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup tiap daerah agar segera mencari solusi jika nantinya sampah organik tidak boleh dibuang ke Sarimukti sehingga tidak menimbulkan masalah baru.

Sementara Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legoknangka sebagai pengalihan dari TPAS Sarimukti baru akan dibangun mulai November 2024.

Warga dipaksa kelola sampah sendiri

Ketua Harian Penanganan Sampah Kota Bandung, Ema Sumarna memastikan bahwa pihaknya akan memprioritaskan pengangkutan tumpukan sampah di TPS dan jalan.

Apalagi, saat ini Kota Bandung mulai sering diguyur hujan sehingga dikhawatirkan sampah akan berserakan.

"Kami saat ini terus berupaya keras mengedukasi masyarakat. Masyarakat harus benar-benar mempunyai empati bahwa ini harus sudah menjadi gerakan bersama. Memang (gerakan) ini harus ada paksaan," ucap Ema.

"Sebab, kalau tak mau, sampai kapan pun tidak akan berubah. Jika tidak berubah berarti sedang menunggu bom waktu yang sewaktu-waktu akan benar-benar menjadi lautan sampah, karena semangat masyarakat bukan mengolah dan menyelesaikan tapi membuang," sambungnya.

Dia menegaskan, pihaknya kini sedang berpacu dengan batas waktu kedaruratan sampah sehingga warga Bandung perlu dipaksa mengelola sampahnya sendiri.

Pihaknya juga akan segera membagikan ember-ember untuk metode "kang empos" ke tiap kelurahan. Nantinya pihak RT dan RW yang menentukan penerima ember tersebut.

"Kami sedang berproses mau memberikan ember-ember untuk metode kang empos. Masalah masyarakat mau dengan Loseda ya silakan. Kami tidak pernah kaku dengan metode. Terpenting, harus punya komitmen untuk berubah," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/11/13/175708378/warga-bandung-akan-dipaksa-kelola-sampah-sendiri

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com