Salin Artikel

Kini, Pekerja Migran Ilegal Pun Datang dari Orang Berpendidikan Tinggi

Pada awalnya, pilihan menjadi pekerja migran ilegal terjadi pada kaum berpendidikan rendah, kini pun datang dari mereka yang memiliki pendidikan tinggi.

Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, pergeseran tren tersebut terjadi lantaran beberapa alasan.

Benny menyebut, salah satu kasus yang terungkap adanya PMI ilegal dengan pendidikan tinggi yakni kasus pemberangkatan ke Thailand, Kamboja, dan Myanmar.

"Dulu kan mereka yang menjadi korban PMI ilegal itu seolah-olah buruh kasar berpendidikan rendah."

"Selain itu mereka buta informasi kalau itu adalah ilegal," ujar Benny yang ditemui di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (20/11/2023).

Benny mengungkapkan, calon pekerja migran ilegal dengan pendidikan tinggi kerap menyepelekan informasi.

Bahkan, kata dia, tak sedikit dari mereka yang mengetahui bahwa rekrutmen yang diadakan merupakan rekrutmen ilegal.

"Tapi kalau sekarang seperti kasus di Thailand, Kamboja, Myanmar itu justru yang jadi korban itu orang yang memiliki pendidikan tinggi."

"Bahkan korban ini mengetahui bahwa itu adalah ilegal," ungkap Benny.

Selain buta terhadap informasi, para korban, lanjut Benny tergiur dengan penghasilan yang tinggi, dan fasilitas pemberangkatan yang disiapkan.

"Namun yang menjadi pemicunya adalah besarnya upah yang ditawarkan. Bahkan mereka berangkat dengan menggunakan pesawat," tutur Benny.

Benny menambahkan, sasaran wilayah pemberangkatan pekerja migran ilegal pun mengalami pergeseran.

Awalnya, model ini hanya menyentuh kota-kota besar, dan sejumlah daerah, kini wilayah kecil pun menjadi sasaran.

Saat BP2MI menutup akses pintu keluar Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui bandara, namun setelah itu pemberangkatan TPPO di pindah ke jalur laut.

"Teori kejahatan itu selalu satu langkah di depan hukum. Jadi apa pun Negara menyiapkan regulasi, proteksi, dan lain sebagainya, sindikat ini selalu mencari celah," kata Benny.

Melihat hal itu, BP2MI selalu berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) atau Panglima TNI.

Benny menyampaikan, ada pemodal besar yang bisa mengendalikan TPPO. Saat ini, penegak hukum baru hanya mampu menangkap pelaku kejahatan TPPO "kelas teri", belum menyentuh yang "kelas kakap".

"Masalahnya, apakah Negara berani menghadirkan hukum agar menyentuh kelas kakapnya?"

"Ini yang kita butuhkan. Kalau hanya menyentuh kelas terinya, saya yakin masalah ini tidak akan selesai."

"Jadi berbagai cara ini kita sudah paham, tinggal bagaimana Negara benar-benar hadir. Ada pencegahan dari hulu mulai dari sosialisasi proteksi."

"Ada juga pencegahan di pintu-pintu keluar secara ketat. Ini masalah gampang kok."

"Sepanjang tidak ada oknum aparat yang terlibat sebetulnya upaya untuk mencegah itu mudah. Apalagi untuk menangkap," papar Benny.

https://bandung.kompas.com/read/2023/11/20/102831978/kini-pekerja-migran-ilegal-pun-datang-dari-orang-berpendidikan-tinggi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com