Salin Artikel

Merawat Ingatan, Kisah Penyintas Gempa Cianjur Luput dari Maut

Betapa tidak, siang itu, pria berusia 65 tahun asal Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Cianjur ini dikejutkan dengan suara dentuman keras saat tengah beristirahat di rumah.

Tak hanya itu, bangunan rumahnya seketika berguncang hebat.

Maman sekuat tenaga lari ke luar dan sempat melihat kepulan asap hitam membumbung tinggi di atas tebing.

Namun seketika pandangannya gelap, tubuhnya ternyata telah tertimbun longsor.

Maman pun berupaya sekuat tenaga untuk bisa keluar dari timbunan tanah.

“Untung ada air yang masuk, tanahnya jadi meleber. Kepala saya akhirnya bisa ke luar buat ambil napas,” tutur Maman saat berbincang dengan Kompas.com di tenda darurat, Senin (20/11/2023).

Maman berhasil keluar dan luput dari maut. “Saya ke ingat istri, anak dan menantu. Tapi, waktu itu ada yang bilang biar sama petugas dicarinya, saya lalu dibawa untuk dibersihkan,” ujar dia.

Diceritakan Maman, dua jam pencarian, istri, anak dan menantunya berhasil ditemukan dalam kondisi hidup kendati mengalami sejumlah luka.

“Istri kakinya kena robek dan memantu mengalami patah tangan dan tulang iga. Langsung dibawa ke Bandung, dirujuk malamnya,” katanya.

Maman menyebutkan, di lokasi itu puluhan warga ditemukan meninggal di antara reruntuhan dan timbunan tanah.

Sebanyak 40 bangunan rumah hancur,  bahkan hingga saat ini masih ada lima orang korban yang belum ditemukan keberadaannya.

“Tiga anak-anak dan dua orang dewasa, perempuan dan laki-laki seumuran saya. Beda-beda keluarga,” ujar Maman.

Di lokasi lain, Selvi (30), ibu tiga anak asal Kampung Barukaso, Desa Sukamulya, Cugenang, Cianjur ini mengenang momen-momen keluar dari puing reruntuhan rumahnya.


 

Sebelum rumahnya ambruk, Selvi saat itu sedang menyusui anak bungsunya di samping kedua anaknya yang sedang tidur siang.

“Tiba-tiba ada guncangan dan rumah langsung ambruk,” kenang Selvi.

Selvi mengaku beruntung karena rangka atap rumah menahannya sehingga tidak langsung tertimpa reruntuhan bangunan.

“Anak saya yang sulung lalu cari-cari celah supaya bisa keluar lewat atap,” ujar dia.

Selanjutnya, Selvi menyusul keluar bersama anak-anaknya melalui celah tersebut.

“Lama waktu itu bisa keluarnya, badan dipenuhi debu, anak,m-anak sudah sangat syok," imbuhnya.

Sementara Edah (72), seorang penyintas lainnya mengaku sempat terjebak di antara puing reruntuhan rumahnya selama dua jam.

Edah sempat berteriak minta tolong, namun situasi warga kala itu sedang kalang kabut. “Karena hampir semua rumah di sini ambruk, kan ada yang meninggal juga,” kata dia.

Berselang beberapa saat kemudian, Edah berhasil dievakuasi anaknya yang saat kejadian sedang tidak berada di rumah.

“Sudah agak mendingan kakinya, sudah sembuh, sudah bisa jalan lagi. Kalau ingat kejadian itu hanya bisa mengelus dada,” ucap perempuan paruh baya ini.

Nasib beruntung dialami Isah (52), saat kejadian warga Sukamulya ini tengah bekerja di kebun.

Rumahnya yang terbuat dari kayu pun hanya mengalami kerusakan ringan.

“Waktu gempa itu lagi di kebun, lihat ke bawah itu tanah begini, bergelombang kayak ombak berumpak-umpak,” ujar Isah mengenang kejadian setahun lalu itu.

https://bandung.kompas.com/read/2023/11/21/115443678/merawat-ingatan-kisah-penyintas-gempa-cianjur-luput-dari-maut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke