Salin Artikel

Masalah Truk Tambang Batu di Parung Panjang Bogor yang Kian Semrawut...

BOGOR, KOMPAS.com - Selama bertahun-tahun permasalahan angkutan truk tambang batu di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tak kunjung teratasi.

Dalam dua bulan terakhir, pengguna jalan (warga sekitar) dan para sopir truk tambang saling berbalas unjuk rasa di depan kantor kecamatan, tepatnya di Jalan Raya Mohammad Toha, Parung Panjang.

Dalam unjuk rasa pada Senin (20/11/2023), massa mendesak pemerintah tegas menyelesaikan persoalan truk tambang yang kerap menyebabkan polusi, jalan rusak, macet, hingga kematian warga yang terlindas truk.

Belakangan, sopir truk tambang mulai berunjuk rasa menuntut kelonggaran jam operasional angkutan kosong atau yang tidak bermuatan bisa melintas pada siang hari.

Tuntutan ini menyusul kesepakatan dengan Dishub Kabupaten Bogor terkait uji coba truk kosong melintas selama satu minggu atau sejak Jumat (1/12/2023) hingga Kamis (7/12/2023).

Para sopir menuntut agar jam operasional angkutan kosong bisa kembali diberlakukan pada siang hari mulai pukul 13.00-16.00 WIB.

Dalam unjuk rasa di depan kantor kecamatan pada Jumat (8/12/2023) malam hingga Sabtu (9/12/2023) siang, para sopir yang tergabung dalam asosiasi transporter ini pun nekat memblokade jalan sehingga menyebabkan kemacetan panjang di ruas jalan tersebut.

Akibat aksi blokade jalan, aktivitas sejumlah perkantoran, pertokoan, dan pasar terganggu karena kemacetan panjang. Blokade berlangsung dari Jum'at malam hingga Sabtu siang.

Arus lalu lintas di Jalan Raya Mohammad Toha, Parung Panjang Bogor hingga ke Jalan Raya Legok, Tangerang tersendat atau macet sepanjang 15 kilometer.

Pengguna jalan atau warga sekitar kesulitan mengakses jalan yang menghubungkan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang itu.

Bahkan, akses jalan untuk Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Bogor Sektor Parung Panjang terganggu.

Petugas pun tak bisa melintas lantaran pintu keluar tertutup truk tronton pengangkut tambang batu tersebut.

"Jumat malam sampai Sabtu sore itu para sopir melakukan demo dengan memalangkan truk trontonnya di tengah jalan. Sehingga mengakibatkan kemacetan parah, sampai unit Damkar tidak bisa keluar karena terhalang oleh kendaraan besar yang ada di depan kantor Damkar," kata Komandan Regu 3 Damkar Sektor Parung Panjang, Dade Fahrudin, memberi kesaksiannya kepada Kompas.com, Selasa (12/12/2023).

Dade yang saat itu piket tugas terpaksa menggunakan motor untuk melakukan evakuasi orang pada Sabtu siang.

Pengunjuk rasa melanjutkan blokade jalan sampai sore hari hingga tuntutan mereka dikabulkan. Tuntutan itu pun dipenuhi sehingga kemacetan mulai terurai pada Sabtu petang.

Dade mengaku beruntung saat itu tidak sampai ada laporan kebakaran di wilayahnya. Ia pun sempat khawatir seandainya ada kejadian kebakaran tidak bisa meluncur karena terhalang truk tronton tersebut.

"Alhamdulillah sampai regu saya turun piket tidak ada kejadian Jabar 65 (kebakaran), cuma ada 3 laporan evakuasi saja yang jaraknya agak dekat, jadi masih bisa menggunakan motor untuk melakukan evakuasi," ungkap Dade.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Perkumpulan Masyarakat Peduli Parung Panjang Candra Aji.

Dia mengatakan, waktu kejadian, arus lalu lintas di tiga ruas jalan lumpuh total akibat adanya blokade jalan.

"Karena broadcast aksi demo itu tertulis seruan blokade jalan dan keluar sekitar jam 8 malam. Blokade jalan dimulai Jumat dari jam 22.00 WIB sampai Sabtu jam 2 siang," ujarnya.

"Jadi selama itu banyak kendaraan (macet) stuck karena penumpukan cukup padat," imbuh dia.

Pria berusia 34 tahun ini mengaku mendapat banyak laporan warga yang terdampak kemacetan, yakni dampak yang paling terkena, salah satunya mobil ambulans.

Warga sekitar langsung membantu mengarahkan ambulans itu melalui jalan alternatif.

"Alhamdulillahnya tidak ada keluhan orang sakit di ambulans itu," ujarnya.

Kemudian, warga yang punya aktivitas ekonomi di Pasar Parung Panjang paling merasakan kerugian karena pengiriman sayur atau komoditas lain terhambat.

Pada Sabtu subuh itu, warga yang mengangkut sayuran menggunakan mobil pickup terjebak macet. Ia terpaksa memindahkan sayuran itu ke motor untuk diangkut ke pasar.

"Jadi warga (pedagang di pasar) yang naik mobil pickup itu terpaksa turun di Jalan Sentraland sampai Cikabon. Akhirnya, sayuran itu harus diangkut menggunakan motor," ucapnya.

Karena macet itu, Candra menyaksikan ada warga yang punya hajatan terpaksa dibatalkan karena kondisi macet pada Sabtu pagi.

"Orang orang yang mau ngebesan (hajatan nikah) jadi gak bisa kemarin. Saya juga punya tamu kemarin itu terpaksa balik lagi ke rumahnya di Tangerang," sambungnya.

Di waktu yang sama, seorang pengendara motor mengalami luka karena terlibat kecelakaan pada Sabtu siang.

Saat itu, truk tronton yang melakukan aksi demo terguling dan menimpa pengendara motor yang sedang melintas.

Beruntung korban selamat namun ia shock karena kaki dan motornya terjepit truk tersebut.

"Jadi ada gorong-gorong atau drainase di pinggir jalan itu jeblos (ambles), jadi tumpah miring gitu karena truk tambang itu dan akhirnya yang naik motor mental lalu terjepit kaki dan motornya. Kemudian ada juga warga yang terlindas truk hari Minggu gak jauh dari sini tepatnya di Kelapa Dua, Tangerang," ucap dia.

Sementara itu, warga Cikabon, Parung Panjang, Firman mengatakan, dampak kemacetan akibat demo para sopir truk itu sangat terasa bagi warga sekitar.

Kendati begitu, aksi unjuk rasa bisa diselesaikan dengan kondusif oleh para petugas pada Sabtu malamnya. Arus kemacetan pun bisa terurai dengan baik.

"Mereka menuntut truk kosongan bisa lewat di jam-jam tertentu di siang hari dan diatur oleh petugas, karena apabila tidak bisa melintas itu membuat keterlambatan dalam pengiriman tambang ke Jakarta. Jadinya penghasilan menurun atau bisa dibilang merugi habis di jalan," ungkapnya.

Firman menjelaskan, permasalahan tersebut mutlak kesalahan pemerintah. Sebab, warga sekitar dan para sopir truk sama-sama dirugikan.

Menurut dia, awal mula permasalahan truk tambang ini karena pembangunan pemukiman dan perumahan begitu pesat. Tetapi tidak dibarengi dengan pembangunan infrastruktur jalan oleh pemerintah.

Firman yang sudah tinggal selama puluhan tahun mengaku truk tambang sudah ada dan melintas di jalan lintasan Jalan Raya Parung Panjang yang sekarang disebut jalan provinsi dengan nomor ruas 202.

Karena pesatnya pembangunan perumahan di wilayah itu, akhirnya ada penambahan penduduk dan volume kendaraan yang melintas.

Dengan kepadatan kendaraan pribadi maupun tambang, akhirnya sering terjadi kemacetan di Jalan Raya Mohammad Toha Parung Panjang.

"Tahun 90 mulai ada pengembangan pembangunan lewat perumahan. Yang disebut perumnas 1, 2, 3, dan 4. Dilanjutkan kembali pada tahun 2014, ada lagi pembangunan perumahan yang disebut Sentraland, Milenium dan banyak lah perumahan dibangun. Tapi sayangnya, pembangunan perumahan ini tidak dibarengi dengan pelebaran jalan atau solusi jalan lain," ungkap dia.

"Jadi jalannya tetap jalan utama tadi. Sehingga menimbulkan konflik permasalahan lalu lintas di sopir dan masyarakat. Solusi terbaik saat ini menurut saya ya memberikan kebijakan bisa melintas siang hari aja sambil diatur supaya mereka dapat pesanan rit. Untuk malam ya tetap ikuti Perbup melintas jam 10 malam sampai jam 5 pagi bagi truk bermuatan," tambahnya.

Terpisah, Ketua Parung Panjang Bersatu Ule Sulaeman mengatakan, pada intinya yang menjadi korban dari permasalahan ini adalah masyarakat dan sopir.

"Kesalahannya dari provinsi karena tidak segera membuat jalur truk khusus tambang. Sementara jalan provinsi ini (Jalan Raya Mohammad Toha Parung Panjang) bukan peruntukannya untuk truk tambang," beber dia.

Menurutnya, para sopir mendesak provinsi untuk memberi jalan yang benar. Sehingga, para sopir truk juga menuntut sebagai korban.

"Risiko demo kita sebelumnya merugikan mereka para sopir. Nah, risiko demo para sopir kemarin ya merugikan masyarakat. Jadi selalu begitu di bawah (masyarakat dan para sopir diadu-adu)," ujarnya.

Ule menyebut, seharusnya jalan khusus truk tambang di bangun tetapi selama ini provinsi tidak merealisasikan.

"Jadi semuanya korban baik dari masyarakat dan sopir, jika dibiarkan begini terus, gak dibangun jalan truk khusus tambang ya akan ribut terus di bawah (warga dan sopir)," terangnya.

Oleh sebab itu, para sopir tidak bisa disalahkan karena mereka juga korban. Begitu pula masyarakat juga menjadi korbannya.

"Jadi ini serba salah, selama jalan khusus truk tambang tidak dibuat, maka masalah ini akan terus ada dan tidak akan selesai. Jangan sampai kita terus diadu-adu dengan sopir yang juga mereka masyarakat asli sini mencari nafkah jadi sopir. Kita mendesak Pemkab Bogor untuk segera meminta provinsi bangun jalan truk khusus tambang," jelasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/12/12/205838778/masalah-truk-tambang-batu-di-parung-panjang-bogor-yang-kian-semrawut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke