Salin Artikel

Warga Bandung Minta Pemerintah Lepas Nyamuk Wolbachia di Rumah Menkes

KOMPAS.com - Puluhan warga Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Nyamuk berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, pada Senin (18/12/2023).

Dalam aksi tersebut, warga memprotes putusan pemerintah yang dianggap memaksakan penyebaran nyamuk Wolbachia di Bandung, Jabar.

Menurut mereka, penyebaran nyamuk yang disebut bisa mengantisipasi perkembangan nyamuk penyebab demam berdarah itu telah meresahkan warga.

Bahkan, massa aksi meminta Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menangkap kembali nyamuk-nyamuk Wolbachia yang telah disebar dan kemudian diisolasi di rumah Menkes.

"Kita harus menolak penyebaran nyamuk Wolbachia ini demi kemaslahatan bersama," kata Ketua Majelis Adat Sunda, Ari Mulia Subagja, dikutip dari TribunJabar.id.

Apalagi, Ari mengatakan, warga belum mendapat sosialisasi mengenai program tersebut, sehingga atas dasar itu juga, pihaknya meminta penjelasan terkait program penyebaran nyamuk Wolbachia.

"Mestinya program ini tidak dilakukan, karena tetap yang menjadi bahan percobaan adalah masyarakat, karena ada beberapa contoh negara yang sudah disebarkan nyamuk ini, seperti Singapura," ujar Ari.

"Memang awalnya DBD berkurang, namun setelah empat tahun, kasus DBD malah naik hingga 200 persen. Belum lagi dampak ekologi alam yang terganggu," sambungnya.

Lokasi penyebaran nyamuk Wolbachia di Bandung

Wilayah Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Jabar, menjadi salah satu titik penyebaran nyamuk Wolbachia di Bandung.

Camat Ujungberung, Abriwansyah Fitri menjelaskan, Kota Bandung memang menjadi salah satu dari lima kota yang akan disebarkan nyamuk Wolbachia.

"Kota Bandung yang ditunjuk itu di Ujungberung dan implementasi awal di Kelurahan Pasanggrahan," jelasnya.

Jika program ini berhasil di Kelurahan Pasanggrahan, nantinya nyamuk Wolbachia akan disebarkan juga di empat kelurahan lainnya di Ujungberung.

"Jika tak ada perubahan, ganti telur bisa sampai empat atau enam kali. Perkiraan enam bulan (ganti telur). Jadi, telur yang disimpan, proses menetasnya itu dua minggu. Nanti dievaluasi dan diganti lagi dua minggu," ucap Abri.

Dia pun mengulang pernyataan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Bandung, Anhar Hadian yang menyebut bahwa hasil program ini akan terasa pada satu hingga dua tahun kemudian.

"Penyimpanan telur itu waktunya sampai enam bulan. Kami sudah petakan 308 titik atau ember di 15 RW. Alhamdulillah saat ini sudah berjalan seperti biasa, meski sempat ada penolakan dari beberapa orang tua asuh yang merasa ragu setelah mendapat informasi di media sosial," ungkap Abri.

"Tapi, begitu diberikan penjelasan ya mereka paham dan kami pun tak memaksa jika ada yang menolak," lanjutnya.

Abri menerangkan, jika ada warga yang menolak meski telah diberikan pemahaman dan pengertian, nantinya ember akan dipindahkan tak jauh dari titik ember seharusnya.

"Jarak antarsatu ember ke ember lain 75 meter. Kami sudah jalankan di 15 RW. Yang jelas, yang tadi ada unras (unjuk rasa) penolakan di Gedung DPRD Jabar, tak ada warga Ujungberung yang ikut. Kalau ada, pastinya ada yang laporan ke saya," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/12/18/194908178/warga-bandung-minta-pemerintah-lepas-nyamuk-wolbachia-di-rumah-menkes

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com