Salin Artikel

Nikah Massal Berkonsep Pilpres di Ciamis, Calon Pengantin Ikut Sidang di MK

CIAMIS, KOMPAS.com - Pondok Pesantren Miftahul Huda 2, Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, kembali mengadakan nikah massal. Kali ini nikah massal dilaksanakan dengan konsep pemilihan presiden (Pilpres).

Sejumlah video pernikahan massal yang disertai dengan beragam gimmick seputar Pilpres diunggah akun @Matahari Miftahul Huda 2 di media sosial TikTok.

"Nikah massalnya hari Sabtu, 27 Januari 2024," kata Ketua Yayasan Pondok Pesatren Miftahul Huda 2, KH Nonop Hanafi melalui pesan WhatsApp, Senin (29/1/2024).

Pasangan santri yang menikah ada empat pasang. Awalnya, sambung Kiai Nonop, yang menikah ada lima pasang, namun satu pasang batal mengikuti nikah massal tersebut.

"Kita desain seperti perhelatan Pilpres, ada Mahkamah Keluarga, Komisi Pernikahan Umum," katanya.

Nama calon pengantin laki-laki pun ditambahkan dengan nama-nama peserta Pilpres saat ini. Misalnya Iim Muhaimin, Dede Baswedan, Rizal Darwanto, Husni Pranowo.

"Pertama semi pengenalan kepada santri dan masyarakat. Kedua, ada juga kritik halus berkaitan dengan Mahkamah Keluarga itu," ujar Kiai Nonop.

Salah seorang pengurus Ponpes Miftahul Huda 2, M Rizal mengatakan, acara nikah massal sudah berlangsung beberapa kali di ponpesnya. Bahkan sejak almarhum pendiri ponpes, KH Umar Nawawi masih ada, sudah mengagendakan nikah massal tersebut.

"Namun vacum beberapa tahun karena situasi dan kondisi sehingga belum bisa dilakukan (nikah massal ini)," kata Rizal saat ditemui di kompleks Ponpes Miftahul Huda 2, Senin.

Sekitar empat tahun lalu, acara nikah massal kembali digelar. Jumlah pesertanya terus bertambah dari tahun ke tahun.

"Dari dua pasang, kemudian empat, enam, delapan. Terakhir 10 pasang. Kemarin kembali ke empat pasang. Supaya efisiensi biaya dan waktu, hanya diikuti empat pasang," jelasnya.

Tiap tahunnya, acara nikah massal diisi dengan tema berbeda. Kebetulan tahun ini sedang berlangsung agenda pemilihan presiden.

"Maka tim kreatif dan tim media membuat suatu tema tentang Pilpres," katanya.

Nama Pilpres kemudian dipelesetkan dengan Pilpes yaitu Pemilihan Umum Bakal Calon Pengantin Santri.

"Ada plesetan-plesetan sebagai hasil ide kreatif santri dan pengurus, di bawah pimpinan umum sebagai pengendali total ponpes," kata Rizal.

Ide utama nikah massal dengan konsep "Pilpes" ini berasal dari pimpinan umum dan dewan kiai. Kemudian dikelola dan dikemas oleh tim media dan santri, serta pengurus.

Ide kreatif yang muncul, lanjut Rizal, datang secara spontan. Misalnya membuat plesetan-plesetan dan menggelar sidang Mahkamah Keluarga (MK).

"Tujuannya bukan untuk apa-apa. Bentuk improvisasi dari santri dan pengurus," ucap dia.

Soal sidang Mahkamah Keluarga pun, menurut Rizal hanya gimmick semata.

"Kita lihat di medsos lagi ada ritme sebuah perjalanan peserta pilpres. Kita ambil, itu semata ide kreatif, bukan maksud menyindir. Ide kreatif santri," katanya.

Nikah massal itu diawali dengan arak-arakan calon pengantin. Mereka kemudian mengikuti sidang di Mahkamah Keluarga.

Pada sidang tersebut, hakim bertanya soal nama, usia, lama mesantren, nama orang tua, asal daerah calon pengantin. Kemudian hakim memutuskan pasangan calon pengantin itu berhak untuk ikut nikah massal atau tidak.

Setelah sidang, pengantin melakulan akad nikah lalu resepsi di Aula Pesantren. 

https://bandung.kompas.com/read/2024/01/29/145032578/nikah-massal-berkonsep-pilpres-di-ciamis-calon-pengantin-ikut-sidang-di-mk

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com