Salin Artikel

BUMD Bandung Barat Gaet Singapura Bikin "Pupuk Kandang"

Wilayah Bandung Barat -khususnya di Kawasan Bandung Utara (KBU) di Kecamatan Lembang, Cisarua, Parongpong, dan Ngamprah- disebut sebagai lumbung peternakan sapi perah dengan jumlah populasi terbesar di Jawa Barat.

Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) Bandung Barat mencatat, jumlah populasi sapi perah mencapai 23.293 ekor, domba sebanyak 459.303 ribu ekor, kambing sebanyak 35,263 ekor, sapi potong sebanyak 3.625 ekor.

Dari peternakan itu, tidak sedikit kotoran hewan yang dibuang sembarangan bahkan mencemari sungai-sungai yang mengalir ke kawasan Bandung Raya.

Persoalan pencemaran limbah kotoran hewan ini juga berdampak pada perubahan iklim, akibat besarnya gas emisi karbon yang keluar dari limbah tersebut.

"Di sisi lain, pertanian Bandung Barat masuk dalam komoditas tani yang banyak dinikmati oleh pasar lokal maupun luar negeri."

"Namun, keluhan yang banyak disuarakan adalah harga pupuk yang mahal juga langka."

Demikian diungkapkan Direktur PT PMgS Deden Robby usai melaksanakan MoU dengan Bio Ark Pte Ltd di Padalarang, Kamis (1/2/2024).

Implementasi green industry

Berangkat dari persoalan itu, wacana green industry lahir dan diimplementasikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui PT Perdana Multiguna Sarana (PMgS).

Perusahaan tersebut menggandeng perusahaan asal Singapura, Bio Ark Pte Ltd untuk mengonversi limbah kotoran hewan menjadi "pupuk kandang" alias pupuk organik yang setara dengan pupuk kimia.

"Kenapa kami melakukan MoU dengan Bio Ark, karena melihat kebutuhan pupuk di Indonesia yang semakin hari kebutuhan volumenya semakin banyak."

"Namun suplai pupuk ke petani tidak sesuai dengan yang mereka butuhkan," ujar Deden.

Deden menjelaskan, dengan teknologi yang diboyong dari Singapura ini, limbah kotoran hewan bisa dikonversi menjadi pupuk organik yang lulus uji laboratorium tanpa bahan kimia sedikit pun.

Nantinya, limbah kotoran hewan akan diangkut dan diolah menjadi pupuk yang bisa menyesuaikan dengan jenis tanaman dan tidak merusak unsur hara.

"Teknologi yang kami bawa betul-betul teknologi baru."

"Produk pupuk yang kami hasilkan ini benar-benar organik tidak ada kimia sedikit pun,"

"Harga yang kita harapkan kompetitif dengan pupuk lain di pasaran tentu dengan kwalitas yang gak kalah baik," papar dia.

PT PMgS sudah melakukan penelitian terkait apa yang menjadi alasan petani bergantung dengan pupuk kimia.

Hal itu disebabkan nutrisi pupuk organik yang beredar di pasaran jauh lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia.

"Itu yang menjadi alasan mengapa petani tidak betah menggunakan pupuk organik yang dijual di pasaran."

"Pada teknologi ini, ada yang disebut teknologi nano sehingga kandungan chemical di dalamnya bisa diatur. Sehingga hasilnya lebih maksimal," sambung dia.

Teknologi pengolahan pupuk dari Singapura ini juga mampu mengolah limbah peternakan menjadi pupuk dengan kandungan nutrisi menyesuaikan dengan jenis tanaman yang spesifik.

"Misalkan tanaman jagung dengan padi, atau sayuran, itu bisa kita atur. Dengan pupuk yang spesifik itu bisa meningkatkan produksi pertanian," kata Deden.

Atas kerjasama ini, pabrik pengolahan pupuk organik akan segera dibangun di Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan, Bandung Barat pada bulan April 2024 dengan nilai investasi Rp 45 miliar.

"Bulan April rencananya akan dimulai. Angka investasi yang ditanam di Bandung Barat ini sebesar 3 juta dollar AS," ungkap CEO Bio Ark Global Pte Ltd, Matthew Edward Loh.

Edward menjelaskan, teknologi pengolahan limbah kotoran makhluk hidup ini dibuat dengan semangat melawan perubahan iklim di dunia.

Selain itu, industri yang berkelanjutan dengan memperhatikan dampak lingkungan juga menjadi prinsip yang dipegang.

"Teknologi ini bisa memproduksi 100 ton pupuk dengan kandungan nutrisi yang sama jika dibandingkan dengan pupuk kimia. 100 ton pupuk ini diproduksi dari 22 ribu ton kotoran hewan," ujar dia.

https://bandung.kompas.com/read/2024/02/01/201738278/bumd-bandung-barat-gaet-singapura-bikin-pupuk-kandang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke