Salin Artikel

Jadi Korban Perdagangan Orang di Myanmar, Warga Bandung Barat Minta Dipulangkan

KOMPAS.com - Wildan Rohdiawan (36), warga Kampung Bantar Gedang, Desa Mekarsari, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat (Jabar), menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar.

Wildan dipekerjakan sebagai scammer atau penipu online di Myanmar dengan waktu kerja tidak manusiawi.

Tak hanya itu, Wildan juga kerap dianiaya hingga dia ingin berhenti bekerja dan kembali ke kampung halamannya.

Kronologi peristiwa

Adik kandung Wildan, Yulia Rosiana (34) mengatakan, peristiwa tersebut berawal ketika Wildan mendapat pendidikan di salah satu lembaga pelatihan kerja (LPK) di Kota Sukabumi, Jabar. Saat itu, Wildan berencana untuk bekerja di Korea pada tahun 2020.

"Namun, pada saat itu, pihak sekolahnya menyampaikan bahwa tidak ada pengiriman ke Korea karena terhalang pandemi Covid-19," kata Yulia, Selasa (6/2/2024), dikutip dari TribunJabar.id.

Setelah gagal bekerja di Korea, lanjut Yulia, Wildan sempat bekerja sebagai guru honorer di beberapa sekolah di KBB, dia juga sempat bekerja di instansi pemerintah. Kemudian, pada tahun 2021, Wildan kembali dihubungi oleh pihak LPK.

"Pihak LPK menawarkan Wildan untuk bekerja di Korea, tapi harus ada uang sekitar Rp 20 juta. Kakak saya berminat, tapi pada tahun 2021 tak kunjung berangkat," ujar Yulia.

Satu tahun kemudian, pihak LPK mengabarkan lagi bahwa Wildan belum bisa berangkat ke Korea dan dia disarankan untuk bekerja di Thailand karena di sana ada anak perusahaan yang dituju Wildan di Korea.

"Di Korea itu bekerja di perusahaan manufaktur perakitan handphone, tapi akhirnya pihak sekolah menjanjikan pekerjaan itu di Thailand, anak perusahaan yang ada di Korea," ucap Yulia.

"Saat itu, kakak saya sudah secara legal dan terdaftar di B2MI dan BPN2TKI," imbuhnya.

Sempat putus komunikasi dengan keluarga

Akhirnya, Wildan berangkat ke Thailand pada November 2022. Namun, setelah itu, komunikasi antara Wildan dan keluarga terputus.

Pada Juni 2023, Wildan baru bisa menghubungi kembali keluarganya. Dia pun menceritakan peristiwa yang dialaminya.

"Mungkin saat itu kakak saya sudah tertekan, sampai akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya dan mengirimkan share lokasi. Pas kami cek, ternyata bukan di Thailand, tapi berada di Myawaddy, Myanmar," ungkapnya.

Pihak keluarga pun semakin khawatir setelah Wildan menceritakan dirinya mengalami banyak penyiksaan, seperti disetrum, sehingga dia meminta tolong untuk dipulangkan ke Indonesia.

Menurut cerita Wildan, dia diselundupkan dari Thailand menuju Myanmar menggunakan perahu melalui jalur laut belakang gunung.

"Ternyata kakak saya dijual (TPPO) untuk jadi scammer dan di perusahan itu kerjanya tidak ada libur, kerja 20 jam," tutur Yulia.

"Terus kalau ketahuan tidur dihukum dengan cara dipukul, kadang sit up, dijemur, dan paling parah disetrum," paparnya.

Saat ini, pihak keluarga sudah berusaha untuk memulangkan dengan cara berkoordinasi ke pihak-pihak terkait, termasuk melaporkan kasus TPPO tersebut kepada pihak kepolisian.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul "BREAKING NEWS: Warga Bandung Barat Jadi Korban Perdagangan Orang di Myanmar, Kerap Disiksa"

https://bandung.kompas.com/read/2024/02/06/203239378/jadi-korban-perdagangan-orang-di-myanmar-warga-bandung-barat-minta

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com