Salin Artikel

Kisah Wildan Jadi Korban TPPO di Myanmar, Dijanjikan Kerja di Korea, Keluarga Dimintai Uang Rp 150 Juta

Di Myanmar, dia dipekerjakan sebagai scammer atau penipu online dengan waktu kerja tak manusiwi.

Selama di Myanmar, ia juga kerap diaiaya. Wildan pun ingin berhenti bekerja dan kembali ke Tanah Air.

Peristiwa yang dialami Wildan berawal saat ia menempuh pendidikan di salah satu lembaga pelatihan kerja (LPK) di Kota Sukabumi, Jabar.

Wildan sendiri ingin berangkat ke Korea sejak tahun 2018 dan ia mengikuti tahapan proses pendaftaran program Goverment to Government di Korea Selatan setelah lulus kuliah dari Unpas.

Wildan berencana untuk bekerja di Korea pada tahun 2020. Namun pihak lembaga mengatakan bahwa tidak ada pengiriman ke Korea karena pandemi Covid-19.

Wildan kemudian bekerja sebagai guru honorer di Bandung Barat dan sempat bekerja di instansi pemerintah.

Lalu pada tahun 2021, Wildan kembali dihubungi oleh LPK yang menawarkan pekerjaan ke Korea. Namun untuk berangkat, Wildan harus menyediakan uang Rp 20 juta.

Tapi hingga tahun 2021, Wildan yak kunjung berangkat. Lalu tahun 2022, pihak LPK mengabarkan bahwa Wildan belum bisa ke Korea.

Lembaga tersebut kemudian menawarkan Wildan kerja di anak perusahaan Koraea yang ada di Thailand.

"Di Korea itu bekerja di perusahaan manufaktur perakitan handphone, tapi akhirnya pihak sekolah menjanjikan pekerjaan itu di Thailand, anak perusahaan yang ada di Korea," ucap adik kandung Wildan, Yulia Rosiana (34), Selasa (6/2/2024).

"Saat itu, kakak saya sudah secara legal dan terdaftar di B2MI dan BPN2TKI," kata Yulia.

Wildan pun berangkat ke Thailand pada November 2022. Namun setelah itu tak ada kabar dari Wildan.

Pada Juni 2023, Wildan menghubungi keluarga dan bercerita mendapatkan kekerasan seperti disetrum selama bekerja.

Belakangan terungkap Wildan bukan berada di Thailand, tapi di Myanmar. Saat itu Wildan meminta tolong untuk segera dipulangkan ke Indonesia.

"Mungkin saat itu kakak saya sudah tertekan, sampai akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya dan mengirimkan share lokasi. Pas kami cek, ternyata bukan di Thailand, tapi berada di Myawaddy, Myanmar," ungkap dia.

Kepada keluarganya, Wildan bercerita bahwa ia diselundupkan menggunakan perahu melewati jalur laut belakang gunung dari Thailand menuju Myanmar.

"Ternyata kakak saya dijual (TPPO) untuk jadi scammer dan di perusahan itu kerjanya tidak ada libur, kerja 20 jam. Terus kalau ketahuan tidur dihukum dengan cara dipukul, kadang sit up, dijemur, dan paling parah disetrum," paparnya.

Keluarga dimintai uang Rp 150 juta

Yulia bercerita sejak setahun terakhir pihak keluarga berjuang agar Wildan segera dipulangkan ke Tanah air dalam kondisi selamat.

"Kami sudah berjuang selama setahun terakhir sampai hari ini terus berjuang agar kakak saya (Wildan) bisa dipulangkan dalam kondisi selamat," ujar Yulia.

Namun sejak 25 Januari 2024, keluarga hilang kontak dengan Wildan. Terakhid kali, pihak keluarga dimintai Rp 150 juta oleh perusahaan jika ingin Wildan dipulangkan.

"Dalam chat itu, jika tidak bisa menyiapkan uang Rp150 juta kakak kami ancamannya nyawa dan dipenjara di bawah tanah. Di situ kami semakin panik. Dari 25 Januari 2024 sampai sekarang tidak ada lagi komunikasi," ungkap Yulia.

Menurut Yulia, kakaknya diiming-imingi upah sebesar Rp 17 juta per bulan dengan kontrak kerja selama 1 tahun di perusahaan elektronik cabang dari Korea Selatan di negara Thailand.

"Akhirnya kakak saya menyetujui untuk berangkat ke Thailand pada November 2022. Kami keluarga tahunya kakak bekerja di Thailand sampai pada akhirnya komunikasi kami terputus," tuturnya.

Yulia mengatakan pihak keluarga sudah membuat laporan ke lembaga-lembaga terkait untuk memulangkan kakaknya.

"Saya sudah melapor ke Polda, Bareskrim, BP2MI, Disnakertrans. Sekarang kita enggak tahu kabar kakak saya gimana sekarang, tapi mudah-mudahan baik-baik saja," tandasnya.

"Ya akan segera dipulangkan. Untuk pemulangan enggak susah sebetulnya karena yang penting mereka melapor karena negara kesulitan untuk mengidentifikasi siapa sih orang Indonesia yang ada di luar negeri dan berangkat secara tidak resmi," katanya ditemui Bandung, Selasa (7/2/2024).

Benny membenarkan jika yang bersangkutan pergi bekerja ke luar negeri secara ilegal.

Dia menjelaskan, keberangkatan yang bersangkutan ilegal lantaran ada indikasi menerima informasi pekerjaan dari online, tanpa verifikasi, dan terhasut oleh pendapatan yang tinggi.

"Jadi jelas ilegal hati-hati jangan sampai terhasut iming-iming gaji tinggi tapi diberangkatkan dengan cepat padahal itu ilegal dan risikonya pasti akan ditanggung mereka," ucap dia.

"Setelah itu mereka akan mendapatkan masalah akhirnya negara juga yang harus turun tangan untuk membebaskan mereka dan memulangkan ke Indonesia," tutur dia.

Selain itu, Benny membenarkan jika Indonesia tidak memiliki kesepakatan pemberangkatan pekerja migran untuk Myanmar dan Kamboja.

"Iya betul ilegal, untuk Myanmar dan Kamboja sudah jelas kita tidak memiliki kerja sama atau MoU dengan dua negara tersebut," jelas Benny.

Terkait pemerasan yang dialami keluarga korban, Benny mewajarkan, lantaran hal tersebut sudah menjadi skema yang pasti dilakukan oleh perusahaan yang biasa memberangkatkan orang ke luar negeri secara ilegal.

"Iya pasti karena kan ada pihak yang memberangkatkan tiba-tiba dia ingin kembali ke tanah air. Nah, pihak yang memberangkatkan merasa sudah keluar uang untuk pembiayaan sehingga yang diintimidasi adalah orang tuanya agar uang yang sudah dikeluarkan untuk memberangkatkan si korban itu dikembalikan," tuturnya.

Ia mengatakan kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak kepolisian dan pihak BP2MI hanya memfasilitasi dan berkoordinasi.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: M. Elgana Mubarokah | Editor: Reni Susanti)

https://bandung.kompas.com/read/2024/02/08/142400778/kisah-wildan-jadi-korban-tppo-di-myanmar-dijanjikan-kerja-di-korea-keluarga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke