Salin Artikel

Buruh Tani di Cirebon Pun Ikut Antre Beras Murah

Mereka rela memburu beras meski harus antre di bawah teriknya matahari. Bahkan, antrean beras ini juga diikuti oleh buruh tani yang sehari-hari mengurus tanaman padi.

Sebagian dari mereka mengaku tak lagi ke sawah lantaran sulitnya bahan baku, cuaca ekstrem, serta sulitnya pupuk.

Andres (60) -salah satu warga yang ikut dalam antrean itu, mengaku tak lagi memiliki cadangan beras hasil panen tahun lalu.

Dia hanya mendapatkan sedikit lantaran hasil panen menurun dan kurang baik.

Kini, dia merasa berat jika harus membeli beras dengan harga sekitar Rp17.000-18.000 per kilogram, sehingga memilih ikut dalam antrean.

"Iya tahun kemarin terakhir panen, sehari-hari nyangkul dan nyiapin area tanduran. Sekarang sudah engga simpan (sisa), karena panennya sedikit, pupuknya kadang-kadang susah," kata Andres.

Sawah milik majikannya, kata Andres, tak lagi menanam padi karena sulitnya bibit.

Kondisi ini diperparah dengan pupuk untuk menyuburkan tanaman yang juga sulit ditemukan. Bila pun ada, pupuk nonsubsidi harganya mahal.

"Bagi saya ya sekarang ini lagi susah. Yang ga susah itu yang punya duit. Bagi kita kita yang kuli kerja tani, ya susah," keluh Andres.

Hal sama juga diungkapkan Rumsi (47), warga desa Lurah yang juga ikut dalam antrean beras murah.

Rumsi memiliki sawah sekitar 10 bata, atau setara sekitar 140 meter, tak lagi memanfaatkannya sebagai sawah. Dia mengolahnya untuk ditanami kangkung, jagung, dan tanaman lainnya.

Ini dilakukan Rumsi karena sulitnya mendapatkan bibit, pupuk, dan juga air untuk irigasi sawah.

Daerah tempatnya tinggal juga perlahan dipenuhi perumahan yang menyulitkan untuk mempertahankan sawah warisan orangtuanya itu.

"Pare wes langka, ditanduri singkong, kacang panjang, kangkung, jagung. Wes sue. Padinya sudah susah dicari, jadinya ditanami singkong, kacang panjang, jagung. Sudah lama," kata Rumsi.

Antrean yang diikuti oleh ibu beranak satu ini semata-mata untuk mendapatkan beras murah seharga Rp 52 ribu per lima kilogram, atau setara Rp 10.400 per satu kilogram.

Urip, Kepala Desa Lurah menyebut, antusiasme masyarakat untuk membeli beras murah terjadi karena kondisi harga beras yang terus naik.

Saat ini, di wilayahnya, beras medium dijual seharga Rp 17 ribu dan premium di atas Rp 18 ribu rupiah per kilogram.

Harga ini jauh lebih mahal dibanding beras murah yang hanya Rp 10.400 per kilogram dengan kualitas medium.

Urip mengakui keberadaan warganya yang bekerja sebagai buruh tani yang juga ikut mengantre.

Menurut dia, buruh tani hanyalah pekerjaan, bukan petani yang memiliki sawah dan beras saat masa panen tiba.

Mengetahui banyaknya warga Desa Lurah yang kehabisan beras murah, Urip berencana akan mengajukan penambahan kuota ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Bulog Cabang Cirebon.

https://bandung.kompas.com/read/2024/02/26/182107678/buruh-tani-di-cirebon-pun-ikut-antre-beras-murah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke