Salin Artikel

Cerita Petani Cirebon yang Cari Rongsok karena Sawahnya Terdampak El Nino

Sebagian dari mereka terpaksa menganggur karena sawah yang biasa mereka garap kekeringan.

Bahkan, untuk menyambung ekonomi keluarga, sebagian petani menjadi kuli di pabrik, dan juga mencari barang bekas (rongsok) sebagai alternatif mata pencarian.

Fenomena El Nino yang berkepanjangan membuat musim tanam padi mundur.

Kondisi sulit ini menimpa Mudin salah satu petani Bayalangu Lor, yang ditemui Kompas.com pada Senin (4/3/2024) di sawahnya.

Petani yang sudah berusia 62 tahun ini menyebut masa tanam padi kali ini mundur cukup lama.

Pria yang sudah menjadi penggarap sawah sejak kecil ini biasanya mulai menyemai benih pada Desember di tiap tahunnya.

Pada April atau setelah masa tanam sekitar 120 hari, Mudin mulai panen. Namun, siklus itu tidak berlaku saat ini.

"Ya masalahnya kekeringan mas. Lama enam bulan. Telat tanam. Biasanya bulan tiga sudah keluar padinya, ini baru selesai tanam," terang Mudin.

Petani yang tidak mengeyam pendidikan bangku sekolah menyebut, saat ini tanaman padinya baru berusia tujuh hingga sepuluh hari setelah ditanam akhir Februari 2024.

Dia memprediksi tanaman padi saat ini baru dapat dipanen pada Juni atau Juli mendatang.

Tidak hanya sekedar berubah waktu, masa tanam yang mundur berdampak serius bagi dirinya dan petani lain.

Pada masa kekeringan kemarin, dia mengaku mencari alternatif pendapatan dengan menjadi tukang rongsok atau pencari barang bekas untuk dapat menafkahi keluarga.

Pekerjaan alternatif ini dilakukan setelah gabah hasil panen milik Mudin pada Agustus lalu, telah habis dijual.

Sisa padi untuk makan keluarga pun sudah menipis, sebagai kepala rumah tangga dia berusaha menyambung hidup dengan cara lain. 

"Hampir kelaparan Mas, ya karena enggak ada kerjaan. Kalau enggak ada rongsok, ya baru kelaparan, nyari rongsok, nyoker. Kalau ada sawah, di sawah, kalau enggak ada, ya rongsok," ungkap Mudin.


Ali, petani Desa Bayalangu Lor, juga mengalami hal sama. Akibat masa tanam yang mundur ini, dia menjadi kuli borongan di pabrik.

Dia dipekerjakan untuk membantu beberapa tugas di pabrik, merapihkan barang, menjemur gabah, dan lainnya.

Dia mendapatkan bayaran sekitar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 untuk tiap kali tuntas mengerjakan tugas.

"Kemarin beberapa bulan di pabrik, pabrik beras, kalau ga ada kerjaan lain, apa saja yang penting bisa buat aktivitas dan dapat uang, sambil nunggu hujan," kata Ali saat ditemui di sawah.

Jabari, Kepala Urusan Ekonomi dan Pembangunan (Kaur Ekbang) Desa Bayalangu Lor, menyebut 80 persen dari seluruh warganya yang berjumlah sekitar 5.000 jiwa, bermata pencarian sebagai petani.

Mereka kerja di atas lahan sekitar 477 hektar sawah di Desa Bayalangu Lor.

Dengan kondisi masa tanam yang mundur, hampir sebagian besar petani, penggarap, dan juga buruh tadi terdampak. Banyak yang menganggur.

"Banyak yang ngeluh, karena lambat tanam. Penyebabnya kemarin kemarau panjang atau El Nino. Biasanya bulan 11-12 sudah kerja para petani. Sekarang baru bulan 2 mulai kerja. Tahun tahun lalu sih ga begini," kata Jabari ditemui Kompas.com di area persawahan Bayalangu Lor.

Kondisi ini membuat banyak petani menganggur karena tidak ada lahan yang dikerjakan. 

Saat ini, sambung Jabari, para petani sedang berusaha merawat tanaman padinya dengan baik agar mendapatkan hasil panen memuaskan pada Juni 2024.

https://bandung.kompas.com/read/2024/03/04/203417478/cerita-petani-cirebon-yang-cari-rongsok-karena-sawahnya-terdampak-el-nino

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke