Salin Artikel

Cerita Waskim Ingin Habiskan Sisa Hidup Jadi Marbut Masjid Raya Attaqwa Cirebon

CIREBON, KOMPAS.com - Menjadi Marbut adalah panggilan jiwa. Hal itu tergambar dari sosok Waskim (73), pria lanjut usia yang sudah 16 tahun mengabdi menjadi marbut Masjid Raya Attaqwa Cirebon.

Waskim ingin menghabiskan sisa hidupnya di masjid. Namun sebelum wafat, hanya satu yang ingin dia tunaikan yakni menyempurnakan rukun Islam kelima yaitu ibadah haji.

Jam 03.00 WIB, Waskim sudah bersiap. Dia melangkahkan kaki menuju Masjid Raya Attaqwa yang berjarak sekitar 300 meter dari tempat tinggalnya. Waskim adalah orang pertama yang bertugas membuka pintu masjid sebelum adzan subuh dikumandangkan.

"Pokoknya, setiap pagi jam setengah empat, saya harus buka pintu masjid, mempersiapkan salat Subuh berjamaah, itu tugas pagi saya," kata Waskim saat ditemui Kompas.com, Rabu (20/3/2024) siang.

Waskim melanjutkan aktivitasnya sekitar pukul 08.00 WIB untuk ngepel lantai bagian dalam dan luar masjid. Sore hari selepas Ashar, dia menyapu dua area itu.

Tugas terakhir Waskim adalah memastikan kondisi masjid di malam hari dalam kondisi aman dan rapi. Lalu, dia mengunci pintu utama dan kembali pulang ke rumah untuk istirahat.

"Biasanya tutup masjid jam 22.00 WIB. Tapi kalau ada pengajian ya saya tungguin sampai selesai, kadang sampai jam 00.00 WIB baru selesai, kadang lebih," tambah Waskim.

Pekerjaan menjadi marbut telah dia lakukan sejak 16 tahun lalu, atau pada 2008. Tahun itu, Waskim genap berusia 57 tahun dan harus pensiun dari PT KAI setelah bekerja 33 tahun. 

Bukannya merasa lelah, menjadi marbut justru membuat Waskim merasa hidup lebih bermanfaat dan juga bugar. Dia tidak ingin hanya berdiam diri di rumah, tanpa ada hal yang dikerjakan.

Tahun 2016 silam, Waskim berusia 65 tahun dan harus pensiun dari pekerjaannya sebagai marbut karena terbentur aturan.

Tapi, Waskim meminta pengurus untuk dapat bekerja hingga usia 70 tahun. Saat menginjak usia 70 tahun, Waskim kembali mengajukan diri agar tetap dapat bekerja di masjid ini sampai kapanpun.

"Fisik saya masih kuat kok, saya masih bisa menyapu, ngepel, dan semua tugas fisik saya masih kuat. Dan utamanya saya masih mau mengabdi di masjid ini, saya nyaman," ungkap Waskim.

Waskim bertugas menjaga Kebersihan, Keindahan dan Kenyamanan (K3). Dari pekerjaannya ini, dia mendapatkan upah setara UMK Kota Cirebon sebesar Rp 2.533.038 setiap bulannya.

Namun, saat dia dinyatakan pensiun, Waskim tak lagi dibayar bulanan, melainkan upah harian dengan besaran Rp 75.000 perhari atau sekitar Rp 1.800.000-2.000.000 perbulan.

Baginya, pekerjaan marbut adalah pekerjaan mulia. Marbut berkerja untuk dua dimensi: duniawi yakni mendapatkan uang untuk kebutuhan hidup harian, dan akhirat untuk melayani orang ibadah sebagai ladang ibadah akhirat.

Pria yang sudah memiliki tiga cucu dari dua orang anaknya ini mengungkapkan, target hidup terdekatnya adalah menunaikan ibadah haji.

Tak hanya sekadar ucapan, Waskim telah mendaftarkan diri berangkat haji lima tahun lalu dari upah sebagai marbut. Dia dijadwalkan dapat berangkat pada tahun 2037 atau 13 tahun mendatang.

Mendengar kabar ini, Waskim cemas, karena jangka waktu yang dijadwalkan terlalu jauh dari usianya yang sudah mencapai 73 tahun. Dia memohon kepada pemerintah agar dapat memajukan proses pemberangkatan dia jauh sebelum tahun 2037.

"Saya ingin menyempurnakan rukun Islam, yakni pergi haji. Daftar tunggunya saya berangkat 2037, sedangkan sekarang sudah 73 tahun, apa sampai usia saya," kata Waskim.

Masjid sebagai Rumah dan Keluarga

Nur Pai (38), salah satu marbut yang belum lama bekerja di Masjid Raya At-Taqwa ini pun merasakan hal sama.

Dia bahkan menyebut masjid bagaikan rumahnya, yang harus dirawat dan dibersihkan setiap saat. Semua orang-orang yang bekerja di masjid pun, dia anggap sebagai keluarga.

"Kalau pak Waskim paling senior, nah kalau saya sebaliknya, baru enam tahun, saya termasuk karyawan yang sempat diberhentikan selama 2 tahun karena pandemi covid-19, sekarang sudah normal, seperti keluarga di sini," kata Nur Pai saat ditemui Kompas.com Rabu (20/2024) siang.

Nur Pai bertugas sebagai penjaga kebersihan kamar mandi dan tempat wudhu. Dia fokus bekerja di tempat ini dengan jadwal berangkat dari jam 07.00 wib hingga 19.00 WIB.

Pria yang memiliki lima orang anak ini sebelumnya bekerja sebagai tukang jualan keliling, es susu, kripik jamur, dan lainnya.

Dia sempat terpukul saat covid-19 melanda Indonesia, lantaran harus merasakan diputus kerja sementara. Saat itu dia pontang panting berjualan timun suri, kerja bangunan, kuli, dan lainnya.

"Saya termasuk yang di-rumah-kan, merasa sedih, keder, sebelum puasa, ga ada informasi tiba-tiba, dipulangkan. Ya saya cari sebisa mungkin untuk cari nafkah buat keluarga," tambah Nur Pai.

Tahun 2022, Nur Pai kembali dipanggil Masjid Raya At-Taqwa untuk kembali kerja dan mengabdi. Delapan bulan setelah itu, dia diangkat menjadi karyawan tetap dengan upah setara UMK Kota Cirebon Rp 2.533.038.

Hal yang tak pernah disangka saat menjadi marbut, bagi Nur Pai, adalah berkah yang tiada tara.

Secara matematika, upah yang dia terima mungkin sulit untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan lima orang anak. Namun, selama ini, dia mampu menafkahi semuanya dengan baik.

"Kalau dipikir-pikir secara matematis ga sampai sepertinya, Mas. Tapi berkahnya ini luar biasa, saya juga tidak menyangka setiap akhir bulan, saya bisa membagi uang dengan baik," ungkap warga yang tinggal di Desa Ciperna, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.

Ketua DKM Masjid Raya At-Taqwa, Ahmad Yani menyampaikan, saat ini ada 60 marbut, dengan status 31 karyawan tetap dan 29 karyawan tidak tetap.

Mereka memiliki tugas dan peran masing-masing dalam menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan pada luas area lahan sekitar 8.275 meter persegi dan bangunan 5.700 meter persegi tersebut.

Yani menyebut, Masjid Raya At-Taqwa telah menetapkan besaran untuk karyawan tetap setara dengan UMK Kota Cirebon, sementara pegawai tidak tetap diberikan upah Rp 75.000 perhari.

"Kami memiliki prinsip, ujung tombaknya keamanan, kenyamanan, dan kebersihan Masjid ya terletak pada marbut, maka wajib hukumnya bagi kami memberikan upah yang layak bagi mereka," kata Yani saat ditemui Kompas.com Selasa (19/3/2024) siang.

Tak hanya upah, sejak menjabat sebagai Ketua DKM, pria yang akrab disapa Kang Yani ini membuat terobosan dengan membuat program jaminan hari tua bagi marbut yang dimulainya tahun 2018.

Kang Yani juga menetapkan adanya Tunjangan Hari Raya (THR), serta munggahan setiap masuk bulan Ramadhan.

Upah, THR, jaminan hari tua, yang digunakan untuk membayar kesejahteraan para marbut tersebut berasal dari donatur, infak, dan pemasukan lainnya.

Dia berusaha memutar otak dan mencari cara agar kebutuhan Masjid Raya At-Taqwa setiap bulan dan setiap tahunnya tercukupi dengan baik.

https://bandung.kompas.com/read/2024/03/20/140545878/cerita-waskim-ingin-habiskan-sisa-hidup-jadi-marbut-masjid-raya-attaqwa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke