Salin Artikel

Masjid Besar Majalaya, Masjid Tua Saksi Bisu Perang Ganeas Abad VII

Di bulan Ramadhan, Masjid yang bersebelah langsung dengan Alun-alun Kota Majalaya itu, selalu menjadi pilihan bagi pengunjung untuk shalat dan ngabuburit.

Masjid Besar Majalaya memang selalu menarik, selain karena arsitektur masjid yang unik, dan masih dijaga kualitas keasliannya, Masjid Besar Majalaya juga kaya akan sejarah.

Masjid itu dipercaya sebagai salah satu peninggalan sejarah sekaligus masjid tertua di wilayah tersebut.

Bahkan, Pemerintah Kabupaten Bandung menetapkan Masjid Agung Majalaya sebagai salah satu Cagar Budaya.

Masjid tersebut merupakan saksi bisu peristiwa perang Ganeas, yaitu perang yang terjadi di abad VII, antara kerajaan Cirebon dan Sumedang Larang yang bersekutu dengan Banten.

Hal itu dipertegas dengan bentuk bangunan masjid yang memiliki kemiripan dengan masjid yang ada di Karatonan Cirebon.

Masjid yang berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter persegi ini masih mempertahankan bentuk aslinya hingga kini.

Masjid Besar Majalaya memiliki atap yang berumpak, ada empat umpakan dari yang terendah sampai bagian kubah, dilengkapi genting berwarna hitam, khas peninggalan masa lampau.

Di dalam masjid, arsitektur khas Cirebon dan Sumedang mendominasi. Tembok masjid ditempel keramik berwarna hijau dengan ukiran khas Kesultanan Cirebon. Pun dengan bagian depan tempat imam memimpin shalat.

Keramik hijau dengan ciri khas Cirebon dipadu dengan lafadz Arab mempertegas Masjid Besar Majalaya merupakan sisa-sisa pertempuran Ganeas pada abad VII.

Di dalam, empat pilar dari kayu Jati menjulang setinggi 19 meter. Kusen pintu dan jendela, serta penyangga langit-langit masjid, asli menggunakan kayu jati lengkap dengan ukiran khas Jepara.

Sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Besar Majalaya Zaenal Arifin (56), menyebut dulunya lahan masjid tersebut merupakan kebun karet.

Namun, di tengah perkebunan karet itu terdapat tajuk atau mushala kecil yang terbuat dari bambu.

"Tajuk itu dipake para pekerja di kebun karet untuk shalat," kata dia, Senin (25/3/2024).

Lantaran, dirasa perlu, tahun 1939 pembangunan Masjid Besar Majalaya mulai berlangsung dan rampung pada tahun 1941.

Tanah yang kini berdiri Masjid Besar Majalaya, awalnya milik seorang tokoh bernama Tubagus Zaenudin, yang kemudian diwakafkan untuk pembangunan masjid.

Panitia pembangunan Masjid Besar Majalaya digawangi oleh Rd Hernawan Soemaryo dan H.Abdul Gofur. Keduanyalah yang lalu membentuk pantia pembanguann masjid.

Hasil rapat yang digagas kedua tokoh tersebut menghasilkan Rd H. Kosasih dari Desa Cibodas sebagai Ketua, Sekretarisnya Rd Dendadribrata dari Desa Panyadap, kemudian Bendahara  Ijradinata dari Desa Majalaya.

Para panitia, lanjut Zaenal, menyepakati untuk mengubah bentuk masjid dengan melibatkan salah satu tokoh arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB) bernama Ir. Suhamir.

Tahun 1940 dimulai pembangunan masjid dengan dana awal 15.000 Gulden. Dana tersebut diperoleh dari para panitia yang sebagian besar adalah pengusaha.

Tak hanya itu, biaya pembangunan masjid juga dengan menggalang sedekah amal jariyah dari masyarakat di Kecamatan Majalaya. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang menyetor bahan bangunan seperti batu dan pasir.

Setelah dibangun, kata Zaenal, masjid hanya memiliki ruang utama dan selasar saja. Seiring waktu, proses pemugaran dari generasi ke generasi terus dilakukan.

"Setelah dari Tajuk ke bentuk Masjid itu hanya ada ruang utama sama selasar saja, belum kayak gini, pembangunannya seiring waktulah," tutur dia.

Ia membenarkan, Masjid Besar Majalaya pernah menjadi saksi sejarah perang Ganeas dan perang Kemerdekaan.

Dari catatan yang dimilikinya, pada masa Sumedang Larang melawan Kerajaan Cirebon, Masjid Besar Majalaya menjadi salah satu tempat singgah pasukan Islam.

Kemudian, di era perang kemerdekaan pun sama. Masjid Besar Majalaya dijadikan lokasi singgah pejuang.

Sisa-sisa dari era itu, kata Zaenal tergambar pada arsitektur di dalam Masjid.

"Secara arsitektur mirip dengan Cirebon, kemungkinan karena pernah dijadikan tempat singgah pasukan Sumedang Larang yang bertempur dengan Cirebon, karena kayu-kayu yang dipakai itu dari Jepara, pilar asli pohon Jati," ujar dia.

https://bandung.kompas.com/read/2024/03/25/161053478/masjid-besar-majalaya-masjid-tua-saksi-bisu-perang-ganeas-abad-vii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke