Salin Artikel

Pengalaman Orangtua Murid di Bandung Hadapi Praktik Jual Beli Kursi Sekolah

BANDUNG, KOMPAS.com - Sejumlah orangtua murid mendukung langkah Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin memberantas praktik jual beli kursi pada jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.

Diketahui dugaan praktik curang modus jual beli kursi sekolah ini kerap terjadi pada PPDB. Bahkan sudah berlangsung bertahun-tahun.

Anto (47), bukan nama sebenarnya mengaku, mengetahui praktik jual beli kursi sekolah saat PPDB 2023. Hal itu dialami saat akan menyekolahkan putranya ke salah satu SMA negeri di Kota Bandung.

Ketika itu, Anto yang berdomisili di wilayah Mohammad Toha, Kota Bandung ini mendaftarkan putranya sekolah ke salah satu SMA negeri di Kota Bandung lewat jalur zonasi.

Alasannya memilih jalur tersebut karena banyak diminati oleh para orangtua murid. Selain itu, secara jarak, rumahnya relatif cukup dekat dengan sekolah.

"Jarak rumah dan sekolah saya sudah sesuai aturan, tapi ada aturan dalam zonasi soal usia calon siswa yang lebih tua diprioritaskan," katanya saat ditemui, Rabu (3/4/2024).

Anto mengaku, ketika itu mendapatkan tawaran mengamankan kursi untuk putranya dari oknum pegawai sekolah tersebut. Adapun harga yang ditawarkan oleh oknum tersebut yakni sekitar Rp 15 juta untuk satu kursi.

Oknum tersebut menyebutkan, bila tidak memilih membeli kursi, maka putranya tidak akan lolos lantaran faktor usianya.

"Bapak kalau mau aman ambil kursi sebelum seleksi zonasi saja Rp 15 juta itu bilangnya harga sudah murah, kalau sudah masuk tahap seleksi bisa sampai Rp 25 juta bahkan lebih. Jadi saya mah setuju kalau praktik jual beli mau disikat," ucap Andi menirukan ucapan oknum tersebut.

Dia pun memilih tidak ikut membeli kursi sekolah tersebut, karena baginya uang Rp 15 juta sangat besar. Ditambah lagi usia putranya pun tidak memenuhi syarat.

"Saya mundur saja batal mendaftar, belum masuk sudah transaksional, saya ngeri pendidikan di dalam SMA itu, anak saya daftarin ke swasta saja dekat rumah," kata Anto.

Sementara itu, seorang warga Bale Endah yakni Risbet (44) bukan nama sebenarnya, memilih untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta. Ia kaget ditawari beli kursi sekolah senilai Rp 18 juta oleh oknum sekolah SMA negeri di daerah Lengkong, Kota Bandung.

"Jauh sebelum pendaftaran dibuka, saya dan suami datang ke sekolah buat menanyakan syarat bagi pendaftaran yang berada di luar zonasi. Kaget, di awal orang TU-nya sudah menawarkan kami beli kursi, harganya Rp18 juta," ucapnya.

"Kami dikasih waktu dua minggu, kecuali mepet-mepet dan berani bayar di atas Rp 20 juta," tambah Risbet.

Ia merasa uang tersebut memberatkannya. Karena itu, ia dan suaminya memilih untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta.

"Uang segitu banget. Tapi anaknya pengen sekolah negeri. Masuknya cuma Rp 7 juta, lebih murah dibanding di SMA negeri jalur belakang," kata Risbet.

"Harus diberantas, tindak tegas oknumnya, kasihan ada anak yang berprestasi, memenuhi syarat, tapi gagal karena kursinya diperjual belikan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Pemantau Pendidikan (LBP2), Asep B Kurnia membenarkan, praktik jual beli kursi pada tahun ajaran baru sudah berlangsung bertahun-tahun.

Menurutnya alasan orangtua memilih praktik curang tersebut, karena dirasa sekolah sekitar tempat tinggalnya dinilai kurang bonafit secara sarana dan prasarana.

"Orangtua yang mampu meskipun domisilinya dekat sekolah, tapi tidak memadai atau bisa disebut tidak layak untuk anaknya sekolah karena sarana dan prasarananya kurang," kata Asep saat dihubungi.

Asep pun menilai upaya Bey Machmudin untuk memberantas praktik jual beli kursi sekolah itu patut diapresiasi. Namun hal tersebut akan memakan waktu cukup lama, karena praktik itu sudah berlangsung lama.

"Kalau menurut saya bagus hal itu terjadi tapi bagaimanapun juga hal itu, akan tetap berlangsung akan tetap terjadi. Jadi hemat saya sebetulnya Pak Pj fokus pemerataan sarana prasarana fasilitas yang ada di sekolah," terang Asep.

Dia menambahkan, jalur yang patut diwaspadai dan sering dimanfaatkan oleh oknum sekolah dan orangtua murid pada PPDB yakni dengan memanfaatkan Kartu Keluarga.

Meskipun saat ini PPDB diperketat dengan berbagai aturan baru, namun cukup rawan disalahgunakan.

"Bagian meminimalisir kecurangan yang terjadi dari jalur prestasi akademik zonasi lebih diwaspadai adalah KK yang nempel aturan diperketat dengan berbagai aturan baru jalur prestasi dan perpindahan orangtua," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2024/04/04/001818678/pengalaman-orangtua-murid-di-bandung-hadapi-praktik-jual-beli-kursi-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke