Salin Artikel

Kasus DBD di Bandung Barat Meningkat, 12 Orang Meninggal Dunia

KOMPAS.com - Jumlah warga Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat (Jabar), yang terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) terus meningkat.

Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) KBB, ada 9 orang warga yang meninggal dunia dari 1040 kasus DBD sejak Januari hingga Maret 2024.

Sementara pada April 2024, jumlah tersebut meningkat menjadi 12 orang meninggal dunia dari 1.577 kasus DBD.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes KBB, Nurul Rasihan mengatakan, dari total tersebut, Kecamatan Cililin menjadi wilayah dengan kasus DBD tertinggi, yakni 274 kasus.

Disusul Kecamatan Lembang dengan 239 kasus, dan Kecamatan Cipongkor dengan 120 kasus DBD.

Nurul menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus dan tingkat kematian akibat DBD di KBB.

"Cuaca yang mendukung perkembangan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD dan sanitasi yang kurang baik," kata Nurul, Kamis (26/4/2024), dikutip dari TribunJabar.id.

Selain itu, dia menambahkan, kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk pun masih rendah.

"Upaya pencegahan dan pengendalian yang kurang efektif juga dapat berkontribusi pada peningkatan kasus DBD di suatu wilayah," ujar Nurul.

Upaya Dinkes KBB

Nurul menyampaikan, Dinkes KBB telah melakukan berbagai upaya untuk menekan penyebaran DBD, termasuk dengan melaksanakan fogging sebanyak 36 kali sepanjang April 2024.

Dia pun meminta masyarakat KBB turut mencegah penyebaran kasus DBD dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) menggunakan cara 3M, yakni menguras tempat air, menutup tempat air, dan mengubur barang yang membuat air tergenang.

"Jadi pada intinya, masyarakat harus lebih waspada terhadap ancaman nyamuk DBD yang sering menyerang pada siang hari," tandasnya.

Perubahan iklim

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa perubahan iklim menjadi penyebab peningkatan kasus DBD pada tahun 2024.

Direktur P2P Kemenkes, Imran Pambudi menyatakan bahwa hingga 1 April 2024, kasus DBD telah mencapai 46.148 kasus, 350 orang di antaranya meninggal dunia.

Karena itu, menurutnya, sistem diagnosis DBD perlu ditingkatkan agar dapat mengetahui penyakit yang bersifat zoonosis serta yang disebabkan oleh lingkungan.

"Perubahan iklim tidak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan, sebagai contoh, kekeringan," ucap Imran, Senin (23/4/2024).

Ketika desa diterpa kekeringan, kata dia, orang-orang pun pindah ke kota. Ketika pindah ke kota, maka kota semakin padat dan hal itu dapat membuat kasus semakin naik.

Imran melanjutkan, DBD memiliki konsekuensi yang berbahaya bila telat ditangani, apalagi gejala DBD tidak seperti sebelumnya sejak pandemi Covid-19. Bahkan, 50 persen kasus DBD tidak bergejala.

Itu sebabnya, dia menilai, sistem yang sensitif untuk mendeteksi penyakit tersebut sangat diperlukan.

"Kita butuh deteksi, seperti yang Pak Menteri bilang, yang menyebut tentang rapid test, karena ini perlu didistribusikan di fasilitas kesehatan dasar kita," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2024/04/26/073917778/kasus-dbd-di-bandung-barat-meningkat-12-orang-meninggal-dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke