Salin Artikel

5 Jalan Bersejarah di Bandung dan Kisah Menarik di Baliknya

KOMPAS.com - Kota Bandung yang dikenal juga dengan julukan “Paris van Java” memiliki beberapa jalan yang menyimpan cerita sejarah tersendiri.

Suasana di beberapa ruas jalan yang ada di Kota Bandung dengan bangunan kuno yang ada di kiri dan kanannya memang mengingatkan kita pada era kolonial.

Meski Kota Bandung sendiri mengalami berbagai perkembangan yang cukup pesat, namun beberapa jejak sejarah di jalan-jalan ikonik ini masih terawat dengan baik.

Bahkan beberapa bangunan di sisi jalan bersejarah tersebut sudah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Bandung.

Tidak heran jika selain menjadi tujuan wisata kuliner dan wisata belanja, Kota Bandung juga menjadi salah satu tujuan wisata sejarah yang menarik.

Berikut beberapa jalan bersejarah di Kota Bandung dan kisah di baliknya, yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber.

1. Jalan Asia Afrika

Jalan Asia-Afrika semula memiliki nama Groote Postweg atau Jalan Raya Pos yang diambil dari fungsi dan keberadaan Gedung Raya Pos atau Kantor Pos Besar dari zaman kolonial.

Saat ini, Kantor Pos Besar Bandung di Jalan Asia Afrika No.49 masih menjadi salah satu bangunan peninggalan zaman kolonial yang fungsinya tidak berubah.

Jalan Asia Afrika juga menjadi salah satu jalan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi saksi berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika pada 18-25 April 1955.

Pada 18 April 1955, para pemimpin negara-negara Asia Afrika berkumpul di Gedung Merdeka secara berkelompok untuk menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika.

Saat itu terjadi peristiwa yang disebut dikenal dengan nama "Langkah Bersejarah" (The Bandung Walks) di mana para delegasi berjalan meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka.

Jejak sejarah peristiwa tersebut masih dapat ditemukan, tepatnya di Jalan Asia Afrika No.65, Kota Bandung di mana masih berdiri tegak Gedung Merdeka yang sebagian bangunannya telah menjadi Museum Konferensi Asia-Afrika.

Sebagai salah satu jalan bersejarah di Kota Bandung, terdapat beberapa versi mengenai asal-usul nama Jalan Braga.

Ada yang berpendapat bahwa nama Jalan Braga diambil dari nama seorang penulis naskah drama yaitu Theotila Braga (1834 – 1924) karena di jalan ini sempat berdiri markas perkumpulan drama bangsa Belanda yang didirikan oleh seorang Asisten Residen bernama Peter Sijthot pada tanggal 18 Juni 1882.

Ada pula yang menyebut bahwa nama Jalan Braga berasal dari kata “bragi”, nama dewa puisi dalam mitologi bangsa Jerman.

Sementara ahli sastra Sunda mengatakan jika “baraga” merujuk pada jalan di tepi sungai, mengingat letak Jalan Braga berada di tepi Sungai Cikapundung.

Dahulu Jalan Braga juga dikenal dengan nama karrenweg atau pedatiweg karena jalan pedati yang berlumpur ini menghubungkan gudang kopi milik Andreas de Wilde (sekarang bernama Balai Kota Bandung) dengan Jalan Raya Pos (Jalan Asia Afrika sekarang).

Seiring berjalannya waktu, Jalan Braga kemudian dipenuhi dengan tempat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung.

Jalan ini bahkan sempat dijuluki sebagai “De meest Eropeesche winkelstraat van Indie” atau komplek pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda.

Saat ini, Jalan Braga masih menjadi spot favorit wisatawan untuk berburu kuliner atau sekadar untuk menikmati suasana khas Kota Bandung.

3. Jalan Dago

Jalan Dago yang dikenal sebagai kawasan pusat kuliner dan belanja ternyata juga menjadi salah satu jalan bersejarah di Bandung.

Konon nama Jalan Dago berasal dari kata Bahasa Sunda “dagoan” yang artinya tunggu, karena pada zaman dulu lokasi ini merupakan tempat antar warga saling menunggu sebelum bersama-sama melanjutkan perjalanan mereka ke pasar.

Selain sebagai tempat warga menunggu satu sama lain, jalan ini juga menjadi jalur lintasan transportasi komoditas kopi dari Bandung menuju Jakarta (Batavia).

Selanjutnya oleh Pemerintah Hindia Belanda, Kawasan Dago kemudian mulai dikembangkan dengan membangun hunian serta kantor-kantor pemerintahan.

Hingga saat ini, masih terdapat beberapa bangunan bernuansa kolonial di sepanjang Jalan Dago atau yang sekarang berganti nama menjadi Jalan Ir.H.Djuanda.

Salah satunya adalah Gedung De Driekleur atau Gedung Tiga Warna yang sempat dijadikan kantor berita Domei saat masa pendudukan Jepang sebelum akhirnya diambil alih untuk menyebarkan berita proklamasi oleh para pejuang Indonesia.

Nama Jalan Cihampelas konon diambil dari nama pohon hampelas yang tumbuh berkelompok di daerah yang memiliki mata air.

Sehingga tidak heran jika Jalan Cihampelas pernah menyimpan cerita sejarah dari sebuah kolam renang tertua di Kota Bandung yang bernama Europa Zwembad.

Europa Zwembad yang kemudian dikenal dengan nama “Pemandian Tjihampelas” atau kolam renang Cihampelas pada masanya adalah sebuah sangat tempat yang sangat eksklusif karena hanya diperuntukkan bagi bangsa Belanda dan Eropa lainnya.

Sayangnya setelah Belanda bertekuk lutut pada Jepang, keberadaan kolam renang tersebut mulai terlupakan dan telah rata dengan tanah.

Jalan Cihampelas kemudian tumbuh dan dikenal sebagai surga belanja, terutama untuk berburu celana jeans dan berbagai oleh-oleh lainnya.

5. Jalan Cipaganti

Jalan R.A.A Wiranatakusumah yang saat ini lebih dikenal dengan Jalan Cipaganti ternyata juga menyimpan sejarah tersendiri.

Asal nama Jalan Cipaganti yang memiliki arti pengganti merujuk pada lokasinya yang merupakan wilayah pengganti pusat pemerintahan.

Dahulu memang pusat pemerintahan Bandung yang semula berlokasi di daerah Dayeuh Kolot kemudian dipindahkan ke wilayah Bandung Utara yang disebut Cipaganti.

Di Jalan Cipaganti juga terdapat masjid tertua di Bandung Utara, yaitu Masjid Besar Cipaganti yang dibangun oleh arsitek Belanda Wolff Schoemaker.

Sumber:
smartcity.bandung.go.id 
smartcity.bandung.go.id 
asiafricamuseum.org 
indonesia.go.id
jabar.tribunnews.com 
jabar.tribunnews.com 
sonora.id 
regional.kompas.com (Reni Susanti)

https://bandung.kompas.com/read/2024/04/28/225211578/5-jalan-bersejarah-di-bandung-dan-kisah-menarik-di-baliknya

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com